Profil Kepala KDEI Taipei Iqbal Shoffan Shofwan

Iqbal ingin UKM Indonesia bisa belajar dari UKM Taiwan

Taipei, IDN Times – Iqbal Shoffan Shofwan resmi dilantik sebagai Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi di Indonesia (KDEI) Taipei pada 13 Desember 2022. Selama tiga tahun ke depan, pejabat essolon II Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini bertekad untuk mempererat hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara.

“Amanat dari Kemendag, selain meningkatkan hubungan perdagangan, investasi, industri, serta perlindungan warga negara, juga mengoptimalkan ekspor usaha kecil menengah (UKM) Indonesia ke Taiwan melalui pemanfataan alih teknologi Taiwan agar bisa diimplementasikan di Indonesia,” kata Iqbal dalam wawancara khususnya dengan IDN Times.

Iqbal berharap kehadirannya di Taiwan dapat membantu diversifikasi produk UKM Indonesia. Bukan hanya mengembangkan industri chip atau semikonduktor Tanah Air, yang menjadi andalan Taiwan.  

“Kita punya banyak UKM yang mengolah pisang, nanas, apel, tapi ujung-ujungnya jadi kripik. Sementara di negara lain, Taiwan misalnya, satu produk bisa diversifikasi jadi banyak macamnya. Itu yang mau dimanfaatkan, supaya produk-produk agribisnis bisa lebih beraneka diversifikasinya,” ungkapnya.

Untuk mengenal Iqbal lebih jauh, berikut IDN Times sajikan profil Iqbal Shoffan Shofwan.

Baca Juga: [WANSUS] Hubungan Indonesia-Taiwan Saling Melengkapi dan Menguntungkan

1. Latar belakang Iqbal Shofwan

Profil Kepala KDEI Taipei Iqbal Shoffan ShofwanKepala Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Iqbal Shoffan Shofwan (Instagram/@iqbalshofwan)

Iqbal Lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat, pada 18 Oktober 1978. Dia menyelesaikan studi sarjana (S1) Hubungan Internasional di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan program master di Universitas Gadjah Mada untuk jurusan yang sama.

Sebelum dipindahkan ke Taipei, Iqbal pernah bertugas sebagai Konsul Perdagangan di Hong Kong pada 2019–2021 dan Direktur Sarana Perdagangan Logistik, Kemendag periode 2021–2022.

Jauh sebelum itu, Iqbal pernah bekerja di dunia akademik sebagai dosen, sebelum memutuskan untuk menjadi pegawai negeri di Kemendag.  

“Kontrak kerja saya di sini 3 tahun. Harapan saya (setelah masa tugas berakhir) hubungan kedua negara lebih dekat, saya ingin lebih banyak produk Indonesia di Taiwan, atau dijual melalui Taiwan, jadi hub istilahnya. Produk Indonesia dibeli oleh importir Taiwan yang nanti akan dioper ke negara lain,” ungkapnya.

Baca Juga: 5 Fakta Taiwan Lantern Festival 2023, Padukan Teknologi dan Budaya!

2. Ingin UKM Indonesia bisa belajar mengembangkan produk dari UKM Taiwan

Profil Kepala KDEI Taipei Iqbal Shoffan ShofwanKepala KDEI Iqbal Shofwan (Instagram/iqbalshofwan)

Iqbal menyadari berbagai tantangan yang ia hadapi untuk merealisasikan target dari pemerintah. Salah satunya adalah sudut pandang masyarakat Indonesia dengan Taiwan yang berbeda soal bekerja.

“Contohnya Yogya, banyak survei yang mengatakan rata-rata orang Yogya hidup di bawah kemiskinan, UMR rendah. Tapi kalau kita menyelami orang Yogya, mbah-mbah yang jualan, mereka bahkan gak mau menambah porsi jualannya. Mereka bekerja untuk cuma cari untung. Ada istilahnya ngalap berkah, dan itu gak bisa dihitung dengan angka,” bebernya.

Oleh sebab itu, KDEI dengan seksama akan memilah UKM Taiwan yang bisa berkomitmen untuk mengembangkan produk-produk Indonesia. Sebaliknya, KDEI juga akan mencari UKM Indonesia yang bisa dioptimalkan melalui kerja sama dengan produk Taiwan.

“Gak mudah mengeksekusinya (diversifikasi produk melalui kerja sama). Kita harus benar-benar pandai memilah UKM yang bisa berkomitmen. Pelaku usaha Taiwan (komitmen perkara) waktunya, dan UKM di Indonesia apakah mau memproduksi produk lain selain kripik,” papar Iqbal.

Baca Juga: Kisah Yuli Raup Ratusan Juta dari Jual Makanan Indonesia di Taiwan

3. Adaptasi untuk merealisasikan target-target pemerintah

Profil Kepala KDEI Taipei Iqbal Shoffan ShofwanKepala KDEI Iqbal Shofwan (Instagram/Iqbal Shofwan)

Iqbal sadar bahwa waktu yang ia miliki sangat terbatas. Sehingga, dia menyoroti betapa pentingnya beradaptasi dengan kondisi organisasi dan sosio-demografi di Taiwan, sebagai modal berharga untuk mewujudkan amanah yang diembannya.

“Mau gak mau kita teruskan apa yang sudah dilakukan para pendahulu. Pasti akan terjadi perubahan, karena organisasi berubah, orang berubah, lingkungan juga. Saya gak akan muluk-muluk punya program, kita adaptasi saja. Karena tujuan akhrnya adalah dalam konteks perdagangan meningkatkan ekspor,” kata Iqbal

“Tapi kalau mau meningkat, tentu harus ada simbiosis mutualisme, karena mereka juga pasti mau meningkatkan (perdagangannya). Kan gak bisa dipaksa kita keluarin barang, terus kita tutup pintu dari sini,” sambungnya.

“Ini subjektif saya, orang Taiwan lebih welcome dalam menerima orang asing dibanding Hong Kong. Orang Hong Kong gak banyak basa-basi, ritme kerjanya juga lebih cepat. Semuanya tentu bisa jadi kelebihan dan kekurangan, tinggal bagaimana kita beradaptasi,” demikian Iqbal membeberkan soal kondisi sosio-demografi Taiwan.

Sebagai informasi, hingga November 2022, ekspor nonmigas Indonesia ke Taiwan mencapai 7,4 miliar dolar AS. Neraca perdagangan keduanya mencapai 3,3 miliar dolar AS. 

Berdasarkan catatan Kementerian Investasi, sepanjang periode 2015-2022, total nilai investasi yang masuk dari Taiwan ke Indonesia mencapai 2.053 miliar dolar AS.

"Saya melihat fakta-fakta ini sebagai indikator positif. Saya percaya perdagangan antara Indonesia dan Taiwan tumbuh dan berkembang menuju perubahan yang positif. Saya juga sangat yakin, ini masih memiliki banyak ruang untuk perbaikan," katanya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya