[WANSUS] Kisah Gus Miftah Sebarkan Islam yang Fun di Berbagai Negara

Ini pesan Gus Miftah kepada para diaspora Indonesia

Changhua, IDN Times – Kedatangan mubalig Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah ke Taiwan, mengubah Changhua menjadi lautan manusia. Sekitar 5 ribu diaspora Indonesia dari berbagai kota di Taiwan hadir untuk mendengar ceramahnya.

Sosok yang dikenal karena mengislamkan Deddy Corbuzier ini diundang Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan ranting Changhua, dalam rangka merayakan ulang tahun keenamnya pada Minggu (15/1/2023). Sejak pagi, para jemaah berebut posisi paling depan, agar bisa sedekat mungkin dengan Gus Miftah.

Gemuruh hadroh dengan lantunan syair Thola’al Badru ‘Alaina menyambut kedatangan Gus Miftah. Berbalut pakaian serba hitam, tentu dengan blangkon khasnya, para diaspora menyambut antusiasme pendakwah kelahiran 5 Agustus 1981 itu.

Gus Miftah mengungkapkan betapa Taiwan sangat membekas baginya. Sebab, Taiwan adalah negara pertamanya berdakwah di luar negeri, bahkan sebelum namanya kerap menjadi trending topic di media sosial. Setidaknya sudah enam kali Gus Miftah berdakwah di Taiwan.

“Terakhir ke Taiwan itu sebelum COVID-19. Sekarang pas awal-awal dibuka (perbatasan) dari COVID-19, saya lagi yang pertama ke sini,” kata Gus Miftah kepada IDN Times.

Sebelum ke Taiwan, Gus Miftah juga sempat mengunjungi Prancis dan Belanda. Dia telah melalang buana ke berbagai negara untuk menyiarkan Islam.

"Karena banyak orang yang suka dengan cara Gus Miftah ber-Islam, yang enjoy dan fun. Dan dari situ, sudah ratusan orang yang Gus Miftah Islamkan, ada juga orang asing," tuturnya. 

Berikut selengkapnya wawancara khusus IDN Times dengan Gus Miftah terkait pengalamannya berdakwa di luar negeri!

Baca Juga: Gus Miftah Ceramah di Taiwan, 5 Orang Jadi Mualaf!

Dakwah di luar negeri pertamanya di mana?

[WANSUS] Kisah Gus Miftah Sebarkan Islam yang Fun di Berbagai NegaraGus Miftah ceramah di Taiwan (IDN Times/Vanny El Rahman)

Ini sudah kesekian kalinya masuk Taiwan. Saya pertama kali dakwah ke luar negeri juga ke Taiwan, ke Kaohsiung. Waktu itu 2015 saya belum terkenal. Dibanding nama-nama lain, ada yang lebih terkenal. Waktu itu satu gedung full.

Tapi teori saya adalah kalau diundang dakwah itu bukan karena mereka mengundang, tapi karena Allah yang ingin ngundang.  

Apa kesan setelah berdakwah di Taiwan?

Alhamdulillah dari waktu ke waktu antusiasnya tambah luar biasa. Yang menarik dari dakwah saat ini adalah dulu pas terakhir sebelum COVID-19, saya yang (kasih) pengajian. Sekarang pas awal-awal dibuka dari COVID-19 saya lagi. Jadi terakhir itu 2019 di Tainan, pernah ke Taipei dua kali, pertama ke Kaohsiung.

Apakah selalu ada mualaf ketika berdakwah di luar negeri?

[WANSUS] Kisah Gus Miftah Sebarkan Islam yang Fun di Berbagai NegaraGus Miftah saat memimpin syahadat kepada lima mualaf (IDN Times/Vanny El Rahman)

Alhamdulillah setiap dakwah (di luar negeri) pasti ada yang masuk Islam. Di Hong Kong juga di setiap ngaji juga ada yang syahadat.

Dulu ada orang Canberra, sebelumnya Kristan. Datang ke Yogya, tiga bulan kemudian masuk Islam. Ada juga orang Islandia, kenal saya 10 menit masuk Islam. Dia memang sudah tertarik dengan pembawaan Islam, sudah mempelajari Islam, lihat saya di Instagram. Ada juga yang hampir dua tahun prosesnya karena memang jarang ketemu.

Di luar negeri, pernah berdakwah di mana saja? Dan adakah kesan menarik?

Sudah pernah ke Korea, Belanda, Aljazair, Inggris, Belanda, Suriname, Hong Kong, Mesir, Lebanon, Tunisia, Taiwan ya.

Nah, kalau di Taiwan karena gak begitu dibatasi sama aturan pemerintah, jadi bisa loss (dihadiri hingga ribuan orang di lapangan terbuka) kayak tadi. Dulu paling banyak di Stasiun Taipei (Taipei Main Station) pas lebaran, itu sampai halaman dan stasiun penuh.

Kalau di Hong Kong terbatas, (pengunjung) kapasitas gedung dan mereka jualan tiket karena untuk nyewa gedung. Mereka bayar sekitar 100-180 dolar Hong Kong. Kalau dirupiahin sekitar Rp180 ribu atau Rp190 ribu. Nah, penjualan tiket saya itu yang paling mahal, karena panitia jual tiket tergantung antusias jemaah terhadap siapa yang diundang. Jadi sama seperti konser. Itu kadang-kadang tiga bulan sebelum acara, gak lama setelah diumumin Gus Miftah mau ceramah, itu langsung sold out.

Bagaimana kesan setelah berinteraksi dengan muslim Indonesia di luar negeri?

Hampir sama (dengan berdakwah di dalam negeri) kesannya, karena memang rata-rata yang datang di sini adalah basis ngaji. Nah, kultur itulah yang dibawa ke sini. Dan saya yakin yang bisa buat pengajan itu cuma orang-orang NU (Nahdlatul Ulama). Gak mungkin bukan NU bisa bawa orang sebanyak itu.

Bayangannya gini, di Brebes itu mobil saya ke luar bisa setengah jam, itu bahkan mereka yang sering ketemu. Apalagi di luar negeri yang jarang ketemu. Pasti lebih kesannya.

Pernah ada hambatan ketika ingin berdakwah di luar negeri?

Beberapa ustaz ada yang dicekal, ditolak, alhamdulillah saya gak pernh ada penolakan. Singapura malah minta kita kunjungi, saat beberapa ustaz kita dicekal. Biasanya yang ngundang itu kalau gak NU di sana, ya kedutaan Indoensia.

Penting gak sih diaspora Indonesia untuk mengikuti pengajian seperti ini?

Jadi gini, ternyata anak-anak di luar negeri, tenaga kerja Indonesia (TKI), itu kalau gak dibina dengan benar, banyak yang kasusnya sampai kirim uang ke ISIS. Terus ada juga ustaz yang datang ke sana (luar negeri) malah memacari mbak-mbaknya, kemudian cari donasi untuk bikin pesantren. Bahkan, sampai ada yang hamil. Itu cerita-cerita di Hong Kong.

Yang juga menarik adalah fenomena lesbi dan mereka yang orientasi (seksualnya) lain. Mereka sering kumpul di klub Hong Kong. Mereka minta saya datang walau masih susah jadwalnya. Jadi mereka gak berani kalau berbaur dengan jemaah umum. Mereka itu anak-anak nakal yang ngajinya mau privat.

Artinya, kalau tidak diarahkan dengan baik atau sanad ngajinya tidak pas, saya khawatir kemudian dimasuki sama ustaz radikal, ekstrem, intoleran, kan gak sesuai dengan kultur Indonesia..

Apakah kelompok Wahabi semakin terasingkan saat Gus Miftah makin sering berdakwah di luar negeri?

[WANSUS] Kisah Gus Miftah Sebarkan Islam yang Fun di Berbagai NegaraGus Miftah ceramah di Taiwan (IDN Times/Vanny El Rahman)

Ya otomatis. Jadi kadang-kenapa kenapa harus bikin syiar besar, supaya mereka tahu kelompok-kelompok ahlussunnah dan NKRI itu besar. Pentingnya di situ. Bukan untuk show off. Sebenarnya mereka akan terus ada, tapi tidak sebesar teman-teman ini (NU).

Nah, karena itu, sering juga setelah kita bikin pengajian, itu kelompok sebelah bikin ngaji juga. Tapi gak ramai. Jadi kalau mereka buat ngaji (tandingan) ya itu sudah biasa.

Apa kesan yang Gus Miftah dapati saat jadwal ceramah di luar negeri semakin sering?

Ini tren yang baik. Kalau dulu di 2000-an, teman-teman pekerja migran Indonesia (PMI) itu sukanya ngundang artis, band, dangdut. Tapi sekarang mereka suka ngundang ustaz dan kiai. Itu bagus. Sekarang konser malah jarang. Dulu pas di Taipei pernah ada konser dangdut di sebelah panggung saya, tapi malah lebih ramai pengajian saya.

Bagaimana dukungan perwakilan Indonesia di luar negeri terhadap komunitas Islam dan kegiatan dakwah seperti ini?

Di Taiwan, harusnya Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) atau pemerintah (Indonesia) harusnya memberikan perhatian lebih. Kalau saya melihat selama ini hanya asal-asalan saja. Seperti di PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama)  Changhua, ini kan belum diakui organisasinya gak seperti PCINU Taipei yang sudah diakui, kalau ada dukungan atau intervensi KDEI pasti lebih cepat.

Bahasa saya adalah Indonesia-China itu menikah tapi sering gelut. Hubungan diplomatiknya sah, tapi sering kelahi. Nah kalau Indonesia-Taiwan itu kayak selingkuh tapi rukun, karena gak ada hubungan diplomatiknya.

Ada juga yang memberi dukungan seperti di Arab Saudi. Saya beberapa kali ke Jeddah itu support mereka luar biasa. Padahal bikin acara (dakwah) di Saudi lebih susah dari Taiwan karena mereka Wahabi.

Baca Juga: Gus Miftah Dakwah Bersama Lora dan Bhidereh Bahas Problematika Madura

Apa yang membuat banyak masyarakat Indonesia menyukai dakwah seorang Gus Miftah?

[WANSUS] Kisah Gus Miftah Sebarkan Islam yang Fun di Berbagai NegaraGus Miftah ceramah di Taiwan (IDN Times/Vanny El Rahman)

Kalau materi dakwah semuanya sama ya sumbernya. Tapi lebih ke gaya komunikasinya sih. Salah satu kegagalan dakwah adalah banyak orang alim tapi gak bisa berkomunikasi dengan enak. Padahal simpel, tapi jadi susah.

Kita juga mau ngasi kajian seserius apa sih? Wong mereka di sini sudah punya problemnya masing-masing. Ngaji itu bagi mereka lebih baik daripada konser, daripada di club, cafe. Jadi ya dibikin santai ngajinya, ada nyanyi, ada shalawat. Sebab itulah mereka tertarik. Jangan sampai mereka saat dapat tekanan dari bos, eh tambah lagi dapat ceramah yang berat. Mental malah jadinya (materi ceramahnya).

Pengajian itu harus edukatif dan rekreatif, sehingga mereka asik dan enjoy. Banyak di antara jemaah yang ikut (pengajian di Changhua) pasti suka mabuk-mabukan, tapi kalau di pengajian saya mereka mau datang. Coba kalau (pendakwah) yang lain, belum tentu mau datang. Karena mereka takut dihakimi.

Terakhir, apa yang Gus Miftah harapkan saat menyampaikan ceramah kepada diaspora Indonesia di luar negeri?

Sebagai pengingat bahwa di mana pun kita berada, minimal konsep innalillahi wa inna ilahi raajii’un bukan hanya konsep kematian. Tapi juga konsep orang hidup. Kalau saya mendapati di beberapa tempat, itu mereka jadi TKI niatnya apa? Pas sampai di sini malah niatnya apa. Karena banyak juga teman-teman yang gak pulang ke Indonesia, gak menyapa keluarganya, atau kemudian istri dan suaminya pisah. Itu problem-problem sosial yang harus mendapatkan pemahaman agama.

Dan juga gini, semua orang harus menjadi agen dakwah. Bahwa ketika kita menempatkan diri sebagai umat Nabi Muhammad SAW, ya mau gak mau kita harus dakwah sekecil apapun. Bahkan, membersihkan sampah setelah pengajian adalah bagian dari dakwah. Jadi orang Taiwan akan melihat, “oh Islam itu bersih”.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya