[WANSUS] Sepak Terjang Nahdlatul Ulama di Taiwan

PCINU Taiwan jadi mitra pemerintah untuk kebijakan halal

Taipei, IDN Times - Beberapa minggu setelah tiba di Taiwan, saya mendapat undangan dari Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan untuk menghadiri tablig akbar Gus Miftah di Changhua. 

Karena bukan di Indonesia, saya mengira suasana tablig akbar bakal intens. Mungkin lebih banyak dialog dua arah antara Gus Miftah dengan para hadirin. Sebab, sebanyak-banyaknya warga Indonesia di Taiwan, tentu akan lebih banyak yang menghadiri ceramah dai kondang itu jika dilakukan di Tanah Air.

Setibanya di lokasi acara, saya benar-benar dibuat takjub. Ada banyak Banser yang mengawal kegiatan tersebut. Mereka bahkan ikut mengatur lalu lintas. Kepadatan massa tidak bisa dihindarkan karena puluhan ribu warga NU datang untuk menghadiri tablig akbar. Mereka datang dari berbagai daerah di Taiwan, dari yang utara hingga selatan. 

Untuk sesaat, saya berpikir bahwa ini adalah Jawa, bukan Taiwan! Dan begitu pula kelakar Gus Miftah saat saya temui setelah acara, bahwa dia tidak merasakan vibes Taiwan.

Kali kedua saya dibuat terkejut dengan PCINU Taiwan adalah ketika saya ingin mewawancarai Ketua PCINU Taiwan Didik Purwanto. Kami membuat janji untuk bertemu di kantor PCINU Taiwan yang berada di bilangan Zhongshan. 

Sebagai informasi, Zhongshan berada di jantung Taipei. Letaknya strategis. Pusat industri dan perbelanjaan. Semula saya agak skeptis bahwa PCINU Taiwan bisa memiliki kantor di kawasan mahal seperti ini. Benar saja, ternyata PCINU Taiwan harus merogoh kocek besar untuk menyewa kantor di kawasan ini. 

"Sewa kantor dengan pajak dan operasional lainnya kira-kira 50 ribu NTD per bulan (sekitar Rp250 juta). Kantor ini sudah disewa sejak 2014," kata Didik ketika ditanya harga sewa kantor. 

Dengan kata lain, sejak delapan tahun silam, PCINU Taiwan mampu mengumpulkan dan mengelola uang paling minimal Rp250 juta per bulan. 

Tidak kalah hebat, ternyata PCINU Taiwan telah diakui oleh pemerintah setempat. Mereka telah mengantongi legalitas sebagai organisasi Islam, bahkan menjadi mitra pemerintah. Kenapa hal itu hebat? Karena untuk memperoleh izin, mereka harus mampu mengelola keuangan secara akuntabel dan transparan. 

Didik pun kemudian memperlihatkan kepada saya betapa detailnya laporan keuangan yang dibuat PCINU Taiwan. 

"Bahkan pengeluaran 1 NTD pun tercatat dan ada buktinya. Karena yang kami jaga adalah trust," ungkapnya.   

Ada banyak hal yang membuat PCINU Taiwan unik dan menarik untuk diceritakan. Ingin tahu lebih banyak? Simak selengkapnya wawancara IDN Times dengan Ketua PCINU Taiwan Didik Purwanto.

Bagaimana sejarah NU di Taiwan?

[WANSUS] Sepak Terjang Nahdlatul Ulama di TaiwanTabligh akbar NU di Taiwan mengundang Gus Miftah (IDN Times/Vanny El Rahman)

Perlu diketahui kalau ada dua NU, yaitu kultural dan struktural. Kultural itu sudah habitnya NU, tahlilan, yasinan. Kalau struktural itu sudah ada organisasi yang disahkan oleh Pengurus Besar NU (PBNU).

NU kultural sudah ada sebelum tahun 2000, lewat majelis taklim yang ada di sini. Dari majelis, muncul keinginan untuk mendirikan organisasi yang bersanad langsung ke mbah Hasyim Asyari, artinya di bawah Surat Keputusan (SK) PBNU.

Kemudian, tanggal 5 Oktober 2008 kami meresmikan PCINU Taiwan yang langsung dilantik oleh PBNU. Baru pada tahun 2017 kami mendapatkan legalitas dari pemerintah Taiwan. Jadi kami diakui kalau bukan sekadar kumpul-kumpul saja, tapi terdaftar ya sejenis ormas (organisasi masyarakat).

Baca Juga: [WANSUS] Jejak Muhammadiyah di Taiwan

Ada berapa warga NU di Taiwan?

Untuk warga NU kalau kultural mungkin puluhan ribu, hampir 100 ribulah. Kalau struktural ada sekitar 10 ribuan, yang terdata dengan kartu anggota NU. Tapi banyak juga yang belum punya kartu anggota.

Jadi kalau bicara pendirian PCINU Taiwan, memang awalnya gara-gara (kegiatan) teman-teman pekerja migran Indonesia (PMI), yang kemudian inisiasi pendiriannya seacara resmi kolaborasi antara mahasiswa dengan PMI.

PCINU Taiwan sekarang punya 12 ranting, ada di Keelung, Taoyuan, Hualien, Kaohsiung, Chiayi, Changhua, Taichung, Penghu, Taitung, Yilan, Guanyin, dan Dongkang.

Kami sepakat bahwa satu ranting dengan ranting lainnya adalah saudara. Jadi kalau ada yang bermasalah finansial misalnya, ranting lain akan membantu. Dulu ada musala kapal di Penghu, yang kemudian kapalnya difungsikan lagi, akhirnya mereka gak ada tempat salat. Akhirnya kami iuran supaya setiap ranting minimal punya musala.

Bagaimana proses PCINU Taiwan mendapatkan legalitas?

[WANSUS] Sepak Terjang Nahdlatul Ulama di TaiwanIlustrasi kegiatan PCINU Taiwan (Dok. IDN Times/Istimewa)

Sebelum kami mengajukan legalitas, NU sudah sering berkolaborasi dengan pemerintah Taiwan. Setiap Taiwan ada kegiatan, kami selalu mendukung. Misalnya, kegiatan Idul Fitri karena di sini banyak PMI yang Islam, itu kami digandeng.

Dari segi politik, mereka juga ada keinginan untuk menjadikan Taiwan itu muslim friendly, jadi kami selalu koordinasi seputar makanan, wisata, dan hotel halal.

Untuk mendapat legalitas itu memang harus profesional. Pengeluaran dan pemasukan harus teraudit dan transparan. Bahkan pengeluaran 1 NTD sekalipun harus tercatat, karena kami harus menjaga trust yang sudah diberikan. Kami juga bayar pajak. Akhirnya kami hiring konsultan keuangan untuk masalah itu, karena keterbatasan bahasa untuk urus dokumen-dokumennya.

Organisasi juga harus terstruktur, massa harus banyak. Kami juga harus membuktikan kalau kami punya kegiatan. Mungkin sekitar enam bulan untuk urus legalitas itu. Dan memang tidak mudah mengurus itu.

Bagaimana sumber pendanaan PCINU Taiwan?

Macam-macam ya sumber keuangan. Ada bisnis, pengelolaan halal, sponsor dari KDEI (Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia) atau perusahaan Taiwan, dari CSR (corporate social responsibility). Ada juga iuran dan swadaya dari teman-teman, ini yang paling besar. Tapi kami gak matok angka pasti ya, terserah. 

Dari tabungan masjid sampai transaksi jual beli kami selalu update laporannya. Semua orang bisa melihat laporan keuangan. Itu semua bisa diakses. Untuk sewa kantor misalnya kami per bulan kira-kira bayar 50 ribu NTD (sekitar Rp25 juta), belum operasional, listrik, pajak, dan lain-lain. Seperti itu supaya orang percaya dan tetap mau menyumbang, makanya kami menjaga trust warga NU.

Pengurus sama sekali tidak digaji. Uang NU tidak ada yang masuk ke kantong pengurus. Makanya kasus di Taiwan itu gak bisa dihitung secara matematika, karena banyak yang min haitsu la yahtasib (rezeki dari arah yang tidak disangka). Contoh teman-teman PMI gajinya berapa sih? Tapi nyatanya dari iuran mereka bisa sampai mendirikan masjid. Itu memang di luar nalar ya. Tapi walaupun sumbangan seikhlasnya, kami tetap mengelola keuangannya secara profesional.

Apa saja kegiatan PCINU Taiwan?

Wah kegiatan ada banyak sekali. Di luar kajian atau taklim-mutaklim, seperti ngaji kitab, kami juga ada tabligh akbar. Kalau dulu sebelum COVID-19 tabligh akbar bisa satu bulan sekali.

Terbaru, kami undang kiyai dari Indonesia untuk safari Ramadan ke kota-kota di Taiwan. Kami minta kiyai itu untuk menjelaskan tentang fiqih minoritas kepada PMI, karena banyak permasalahan mereka gak diizinkan oleh majikan atau bosnya untuk break salat. Nah ternyata ada lho solusinya dalam fiqih, yang salatnya bahkan gak sampai lima menit. Itu kami minta kiyai yang punya sanad keilmuan yang jelas untuk menyampaikan, sehingga para PMI bisa tenang dan tidak gelisah.

Di bidang sosial, kami ada NU Care-Lazisnu. Ketika Indonesia ada bencana, kami support. Misalnya gempa Cianjur kemarin, kami kolektif kumpulkan dana kemudian kirim hampir 400 ribu NTD (sekitar Rp200 juta). Kalau ada yang sakit di sini kami juga beri sumbangan. Ketika COVID-19 kemarin, kami support dokter-dokter di Taiwan. Jadi bantuan gak hanya menyasar warga Indonesia.

Kami ada juga Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) yang salah satu fungsinya memualafkan dan membimbing mereka. Jadi kami kerja sama dengan kyai lokal yang Mandarinnya bagus, nanti mereka (mualaf) ikut kelas-kelas, seminar-seminar. Jadi gak cuma sekadar diislamkan. Kami cari kyai yang moderat keilmuannya, yang kalau ngomog nyambung.

Untuk menaungi riset-riset mahasiswa misalnya kami punya Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakspendam). Di bidang perkaderan ada Fatayat, Muslimat, Ansor, Banser.

Baca Juga: [WANSUS] Kisah Gus Miftah Sebarkan Islam yang Fun di Berbagai Negara

Setelah diakui eksistensinya, adakah kegiatan PCINU dengan pemerintah Taiwan?

Kalau ada isu-isu tertentu, kami selalu dilibatkan. Mereka preventif terhadap radikalisme tapi tetap terbuka. Katakanlah di Indonesia ada ustaz yang keras, mereka akan mencoba menutup aksesnya ke Taiwan. Nah itu mereka minta second thought ke kami. Kalau ada demo besar di Indonesia, mereka bertanya apakah ini ada kaitannya dengan NU?

Lainnya adalah pemulasaraan jenazah. Dulu, orang Indonesia kalau mati di sini, itu mereka dipakaikan jas, karena mereka (orang Taiwan) gak tahu ada namanya kain kafan. Akhirnya kami edukasi, sehingga sampai sekarang NU bekerja sama dengan KDEI untuk pemulasaraan jenazah. Jadi kalau ada orang Indonesia yang meninggal, dari mandinya, kafaninya, sampai disalatkan itu pasti lewat PCINU.

Perlu diketahui juga kalau ada orang Indonesia meninggal di sini itu pasti gak normal, biasanya kecelakaan kerja. Ada yang meninggal di laut dan kami harus membersihkan kulitnya. Dan itu ngurusnya sulit sekali. 

Jadi ya sebenarnya mereka (pemerintah Taiwan) niatnya baik, makanya diberi jas. Tapi mereka tetap terbuka. Makanya setelah kami kasih tahu caranya begini, akhirnya sekarang kami yang take over pemulasaraan jenazah.

Untuk urusan halal, pada 2017 kami pernah menghadirkan Kyai Ma’ruf Amin saat menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Waktu itu kami kerja sama untuk expo perusahaan Taiwan yang mau ekspor ke Indonesia. Akhirnya, mereka gak perlu lagi lewat (lembaga halal) Malaysia, bisa langsung lewat MUI. Kami waktu itu juga bertemu dengan wakil presiden untuk minta supaya PMI dipermudah makanan halalnya. Kami juga bersama-sama mendirikan rumah penyembelihan halal.

Bagaimana kerja sama PCINU Taiwan dengan KDEI?

[WANSUS] Sepak Terjang Nahdlatul Ulama di TaiwanPCINU Taiwan menggelar salat Idul Adha (Dok. IDN Times/Istimewa)

Tentu ada, salah satunya advokasi ke bos dan majikan soal ibadah. Di KDEI itu ada satgas yang membantu problem PMI. Nah, kebanyakan itu orang-orang NU, cuma platformnya KDEI supaya resmi. Di sana ada ada program seleksi dan kami taruh kader-kader di sana, kalau pantas ya silakan bergabung. Alhamdulillah 80 persen dari satgas adalah kader NU.

Bagaimana PCINU menjelaskan Islam kepada warga Taiwan?

Dulu kami pernah survei sama anak-anak kecil di SD soal apa itu Islam. Ternyata mereka menganggap kami itu ISIS yang baik. Jadi kami nangkepnya Islam yang dipandang Taiwan itu Islamnya ISIS. Kalau pemikiran anak-anak begitu, itu kan pasti dari pemikiran orang tuanya. Kemudian kami kenalkan Islam model Indonesia. Makanya tabligh akbar, atau salat Idul Fitri dan Idul Adha bukan di masjid. Dalam rangka apa? Dalam rangka syiar, supaya mereka melihat kalau sebegitu rapinya orang-orang beribadah.

Orang Taiwan itu respek sama beribadah. Gampang sekali menjelaskan kepada mereka soal ibadah. Orang-orang ini (PMI) kalau mau main ke kantor PCINU bilangnya mau pai-pai (istilah untuk orang yang beribadah di kuil). Majikannya itu anggap kantor NU ini tempat ibadah. Kalau begitu mereka didukung. Kecuali dangdutan yang nantinya ngerokok, minum, dan ahirnya berkelahi.

Kami selama ini banyak menjelaskannya bil akhlak. Kalau ada acara, ada Banser yang ikut membantu, kalau orang Taiwan bilangnya NU Police. Jadi kami gak usah menjelaskan lewat kata-kata, cukup dengan perbuatan. Dengan sendirinya nanti mereka akan curious sendiri.

Nah indikatornya apa? Lihat saja jumlah mualaf di Taiwan, yang kami baru data itu satu tahun terakhir ada 90 orang mualaf difasilitasi oleh PCINU dan 80 persennya adalah orang Taiwan. Itu kan artinya Islam diterima.

Bagaimana relasi PMI dengan mahasiswa di PCINU Taiwan?

Jumlah PMI di sini sekitar 250 ribuan, sekitar 100 ribunya orang NU kultural. Kenapa sebanyak itu? Karena kebanyakan mereka berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah yang merupakan basis NU. Nah, mereka juga banyak dari kaum-kaum pesantren. Ada juga kiyai-kiyai lokal yang bisa merangkul para PMI ini.

Kalau mahasiswa NU, jumlahnya itu ratusan dan banyak yang S2-S3. Mahasiswa dengan ilmunya bisa meng-upgrade organisasi agar lebih baik dan teman-teman PMI yang bertugas merangkul di grass root. Ini saya kira kelebihan ya, kombinasi yang membuat NU melesat di Taiwan. Jadi gak ada gap antara mahasiswa dengan PMI. Wong marbot yang tinggal di kantor dan masjid itu mahasiswa.

Teman-teman PMI itu sangat loyal bahkan. Kalau mereka disuruh iuran seribu NTD (sekitar Rp500 ribu), mereka gak masalah. Coba kalau mahasiswa, dimintain 500 NTD (sekitar Rp250 ribu) ribet, mereka nanya pertanggungjawaban, penyalurannya bagaimana, banyak teorinya. Kalau PMI, sudah ngasih seribu mereka malah nanya lagi, kurang gak? Nah, sekali lagi, kelebihan antara kelompok intelektual dan PMI inilah yang jadi kelebihan kami.

Bagaimana relasi NU dengan organisasi Islam lainnya di Taiwan?

Di sini ada banyak majelis taklim, mungkin sekitar 50 lebih. Di dunia pesantren itu ada namanya sanad, nah mereka pas di Indonesia sudah belajar betapa pentingnya sanad. Akhirnya secara organisasi walaupun majelis taklim itu bukan lembaga NU, tapi mereka bernaung di bawah NU. Ada contoh Majelis Khazanah online yang ibu-ibunya ngaji online setiap malam. Lambang majelis taklimnya bahkan pakai logo NU. 

Yang justru menarik adalah ternyata banyak PMI akirnya mengenal Islam di sini. Karena di Indonesia itu Islam sudah melebur ke budaya. Sampai di sini mereka belajar kitab kuning dan bisa bacanya. Di Indonesia padahal gak tahu apa itu kitab kuning.

Dulu NU juga pernah berkantor di Taipei Grand Mosque (TGM). Kami ya saling mendukung dengan Chinese Muslim Association. Perbedaan mazhab gak jadi masalah, karena kami mengakui empat mahzab.

Menurut Anda, apa yang membedakan PCINU Taiwan dengan PCINU lainnya?

[WANSUS] Sepak Terjang Nahdlatul Ulama di TaiwanIlustrasi kegiatan PCINU Taiwan (Dok. IDN Times/Istimewa)

Saya ambil case PCINU Mesir ya. Itu kebanyakan mahasiswa, maka scoop-nya ya kampus saja. Kalau Taiwan scoop-nya seluruh masyarakat, karena NU ada di kampus sampai seluruh masyarakat. Problemnya juga gak hanya yang sifatnya kajian, tapi juga problem yang harus ditangani segera, misalnya problem keagamaan di masyarakat. Dari segi massa juga jumlahnya ratusan ribu.

Kalau PCINU Jepang, karna di sana gak banyak WNI, akhirnya program PCINU ya hanya ngaji online. Kalau di sini kami langsung ngaji langsung kan (offline).

Yang menurut saya kurang adalah PCINU Taiwan ini kadang dipandang sebelah mata, termasuk di PBNU juga seperti itu, karena jumlah PMI yang besar. Mindset-nya NU di Eropa itu orangnya pintar-pintar, karena di sana ada ratusan pelajar. Padahal kalau dibandingkan berdasarkan data, jumlah mahasiswa NU di Taiwan juga ratusan. Hanya saja ada PMI yang sampai ratusan ribu, sehingga mahasiswa akhirnya ketutup.

Kelebihan lainnya adalah integrasi PMI dengan mahasiswa, yang mahasiswnya pun bukan hanya S1, banyak juga S2 dan S3. Akhirnya lebih padu dan membantu mengelola legalisasi atau masalah keuangan organisasi.

Terakhir, apa harapan PCINU Taiwan ke depannya?

Kami mau punya Islamic Center. Indonesia itu kan jumlah warganya banyak. Kami ada masjid tapi ini milik taiwan, itu TGM. Kalau di Kaohsiung kami diajak untuk meramaikan masjid di sana. Tapi kan seenak-enaknya jadi tamu, tetap lebih enak jadi “tuan rumah” walaupun tempatnya gak begitu bagus.

Tapi kendalanya adalah harga tanah mahal sekali kalau di Taipei. Di Guanyin contoh, kami bisa beli masjid dari galangan dana 4 juta NTD (sekitar Rp1,9 miliar). Kalau di Taipei harganya bisa puluhan juta NTD. Kalaupun ada tanah kosong, sulit sekali ada yang mau melepasnya. Seperti kantor ini, bagi mereka tanah investasi karena harganya naik terus. Ini mereka gak mau menjual tanahnya, apalagi ini di tengah kota, tempatnya sangat strategis. 

Makanya kami sekarang punya tabungan yang selalu diisi dan gak dipakai, karena barang kali ada tanah yang bisa dibeli di masa depan.

Islamic Center ini gak cuma masjid. Semua kegiatan keislaman di sana, ada pesantren, kajian. Ini untuk menyebarkan perspektif Islam yang kadang masih identik dengan Arab, tapi di sini gak relate karena kebanyakan pekerja migran tidak berasal dari Arab. Sedangkan yang komunikasi langsung dengan orang Taiwan adalah model Islam Indonesia yang luwes. Itu yang mau kami perkenalkan.

Kami juga ingin pemerintah Taiwan dan Indonesia terus meningkatkan kerja sama dengan NU demi masyarakat yang kondusif. Dan semoga juga PCINU Taiwan gak lagi dipandang sebelah mata. Bukan hanya isinya orang-orang yang kerja di pabrik, pekerja kasar, tapi mereka adalah orang yang berjasa menyebarkan Islam yang moderat di Taiwan. Sehingga orang Taiwan nantinya gak kaget lagi melihat Islam, bahkan bisa menjadi partner.

Baca Juga: [WANSUS] Hubungan Indonesia-Taiwan Saling Melengkapi dan Menguntungkan

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya