Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
bendera India (pexels.com/Studio Art Smile)
bendera India (pexels.com/Studio Art Smile)

Jakarta, IDN Times - Warga Kashmir kini menjadi sasaran kemarahan di India usai serangan mematikan di Pahalgam pekan ini. Mereka melaporkan menerima ejekan, pelecehan, hingga ancaman dari kelompok Hindu sayap kanan.

Dilansir dari Al Jazeera, banyak warga Kashmir mengaku mengurung diri di dalam kamar mereka karena takut diserang. Mereka juga menghindari segala bentuk kontak dengan dunia luar, termasuk memesan taksi atau barang secara online.

“Ada ketidakpercayaan di mana pun saya memandang. Kami juga dikutuk karena wajah dan ciri fisik kami jelas menunjukkan etnisitas kami," kata Aasif Dar, bukan nama sebenarnya, seorang mahasiswa semester dua jurusan teknologi anestesi dan ruang bedah di Jalandhar, negara bagian utara Punjab.

Insiden di Pahalgam juga membuatnya cemas dan depresi. Ia mengatakan, semua orang melihatnya dengan tatapan negatif saat ia berada di luar. Pada Rabu (23/4/2025), saat ia hendak membeli susu, sejumlah pria melontarkan hinaan Islamofobia kepadanya dan menyalahkan warga Kashmir atas serangan tersebut.

"Orang lain melakukan serangan mematikan itu. Dan kami sekarang harus menanggung akibatnya,” ujar Dar.

1. Warga Kashmir yang beragama Islam menanggung beban paling berat

Sedikitnya 26 orang tewas dan belasan lainnya terluka ketika para pria bersenjata menembaki para wisatawan di kota wisata Pahalgam, wilayah Jammu and Kashmir yang dikelola India, pada pada Selasa (22/4/2025).

Gelombang kebencian terhadap warga Kashmir dan Muslim pun terjadi setelah sejumlah saksi mengatakan bahwa penyerang menargetkan non-Muslim. Sebanyak 25 korban tewas merupakan pria beragama Hindu.

“India saat ini sangat mengandalkan propaganda xenofobia dan hal tersebut telah dilakukan selama beberapa tahun; sebagian besarnya ditujukan terhadap umat Islam. Warga Kashmir mempunyai beban ganda: menjadi warga Kashmir, dan menjadi Muslim,” kata Sheikh Showkat, analis politik dan akademisi yang tinggal di Kashmir.

Kelompok bersenjata yang menamakan dirinya Front Perlawanan telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Para pejabat India mengatakan bahwa kelompok itu merupakan bagian dari militan Lashkar-e-Taiba yang berbasis di Pakistan atau kelompok serupa lainnya. Namun, Islamabad membantah terlibat dalam serangan itu.

Saat ini, pihak berwenang India terus melancarkan perburuan terhadap para penyerang di lembah Kashmir. Tiga tersangka dilaporkan terdiri satu warga negara India dan dua warga Pakistan, dilansir dari The Guardian.

2. Pemimpin kelompok sayap kanan Hindutva usir Muslim Kashmir

Di Dehradun, ibu kota negara bagian Uttarakhand, pemimpin kelompok sayap kanan Hindutva memperingatkan Muslim Kashmir untuk segera meninggalkan daerah tersebut.

“Kami tidak akan menunggu pemerintah mengambil tindakan. Muslim Kashmir, tinggalkan tempat ini sebelum pukul 10 pagi, atau kalian akan menghadapi konsekuensi yang tak bisa kalian bayangkan. Besok, semua anggota kami akan keluar dari rumah untuk memberikan pelajaran kepada Muslim Kashmir," kata Lalit Sharma, pemimpin Hindu Raksha Dal, dalam sebuah pernyataan video pada Selasa.

Mushtaq Wani, seorang mahasiswa Kashmir berusia 29 tahun, menanggapi ancaman tersebut dengan serius. Sejak peringatan itu beredar di media sosial, ia telah membantu 15 mahasiswa untuk kembali ke kampung halaman mereka.

Kekerasan terhadap warga Kashmir di wilayah tersebut bukanlah hal baru. Pada 2019, ketika serangan bom bunuh diri menewaskan sedikitnya 40 pasukan keamanan di Pulwama, para mahasiswa Kashmir di Dehradun diburu, dipukuli, dan dipaksa pulang ke kampung halaman.

“Seperti inilah hidup kami. Hal ini terjadi berulang kali, mengapa India tidak bisa menghabisi para militan dalam satu kesempatan? Mereka memiliki begitu banyak tentara dan (jumlah) militan sangat sedikit, seseorang membunuh seseorang dan hidup kami menjadi kacau," keluh Wani.

Namun, ia merasa sedikit lega setelah polisi menangkap Sharma dan meyakinkan mahasiswa Kashmir bahwa pihak berwenang akan menjamin keselamatan mereka.

3. Masyarakat India diimbau untuk tidak memusuhi warga Kashmir

Menanggapi laporan tentangan ancaman dan serangan terhadap warga Kashmir, kepala menteri Jammu dan Kashmir yang baru terpilih, Omar Abdullah, mendesak kepala negara bagian di seluruh India untuk menjamin keselamatan warganya.

“Saya memohon kepada rakyat India untuk tidak menganggap rakyat Kashmir sebagai musuh mereka. Apa yang terjadi bukanlah atas persetujuan kami. Kami bukan musuh," kata Abdullah.

Pada 2019, India secara sepihak mencabut status otonomi parsial di wilayah tersebut dan membagi bekas negara bagian itu menjadi dua wilayah persatuan, yaitu Jammu dan Kashmir dan Ladakh.

Pemerintah Jammu dan Kashmir saat ini memiliki kekuasaan yang jauh lebih terbatas dibandingkan pemerintahan provinsi lainnya, dengan sebagian besar kekuasaan dipegang oleh New Delhi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama