ilustrasi bayi (unsplash.com/@senjuti)
Yunani mengumumkan serangkaian langkah pekan lalu sebagai respons atas posisinya sebagai salah satu negara dengan tingkat kesuburan terendah di Eropa. Masalah ini dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk krisis keuangan berkepanjangan yang membuat banyak orang tidak mampu memiliki anak, mahalnya biaya perumahan, tingginya tingkat emigrasi, serta perubahan sikap di kalangan anak muda yang lebih memilih mengejar karier dan peluang lain sebelum memutuskan untuk memiliki anak.
Yunani adalah negara termiskin kedua di Uni Eropa dalam hal PDB per kapita setelah Bulgaria, namun saat ini menghabiskan sekitar 1 miliar euro per tahun (Rp16,5 triliun) untuk langkah-langkah pro-anak. Meski begitu, Yunani tetap mencatat jumlah kelahiran terendahnya pada 2022, menurut kantor berita Reuters.
Langkah-langkah yang diuraikan pada Kamis oleh kementerian keluarga, dalam negeri, keuangan, dan kesehatan termasuk keringanan pajak untuk orang tua baru, voucer penitipan anak, kenaikan upah minimum mulai 2025, peningkatan pensiun, dan pengurangan kontribusi sosial.
Namun demikian, para ahli tidak terlalu optimis dengan rencana tersebut. Langkah-langkah ini "tidak akan memberikan dampak dramatis pada angka kelahiran," kata Byron Kotzamanis, seorang peneliti demografi terkemuka di Yunani. "Diperlukan kebijakan yang berbeda untuk menangani masalah ini dari akarnya," tambahnya, dengan alasan bahwa anak muda harus diberi insentif untuk tetap tinggal di Yunani, sementara mereka yang sudah pergi harus diberi daya tarik untuk kembali.
Wakil Menteri Keuangan Thanos Petralias mengakui bahwa tidak mungkin memecahkan masalah hanya dengan menghamburkan uang. Ia menyarankan bahwa perbaikan harus dilakukan pada sistem perawatan kesehatan dan pendidikan, serta menciptakan keseimbangan kerja-kehidupan yang lebih baik agar orang dapat membesarkan keluarga.