Menlu China Kunjungi Sri Lanka yang Berpotensi Gagal Bayar Utang

Inflasi Sri Lanka meningkat 12,1 persen pada akhir Desember

Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri (Menlu) China, Wang Yi, dilaporkan berada di Sri Lanka pada Minggu (9/1/2022). Kunjungannya tersebut dalam rangka untuk memajukan inisiatif Belt and Road di tengah krisis ekonomi Sri Lanka karena infrastruktur yang dibangun dengan utang dari China tidak menghasilkan pemasukan.

Wang tiba di Sri Lanka pada Sabtu setelah bertandang ke Eritrea, Kenya, dan Komoro di Afrika. Di Sri Lanka, Wang bertemu dengan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa. 

Kemudian, Wang dan perdana menteri berbicara di Kota Kolombo, sebuah pulau reklamasi yang dikembangkan dengan investasi China, seperti yang dilaporkan AP News.

1. Krisis ekonomi Sri Lanka 

Kunjungan Wang Yi tersebut digelar saat Sri Lanka sedang mengalami krisis ekonomi terburuk di mana cadangan devisa turun menjadi 1,6 milliar dolar AS (Rp 22,9 Trilliun), hampir tidak cukup untuk impor dalam beberapa minggu.

Negara tersebut juga memiliki utang luar negeri sebanyak lebih dari 7 milliar dolar AS pada tahun 2022 termasuk pembayaran obligasi senilai 500 juta dolar AS pada Januari dan 1 milliar dolar AS pada Juli.

China meminjamkan uang untuk membangun pelabuhan dan bandara di distrik Hambantota selatan, di samping jaringan jalan yang luas. Namun, proyek-proyek tersebut gagal menghasilkan pemasukan bagi Sri Lanka.

Data dari Bank Sentral menunjukkan bahwa pinjaman China saat ini ke Sri Lanka berjumlah sekitar 3,38 miliar dolar AS. Jumlah itu tidak termasuk pinjaman kepada badan usaha milik negara yang dihitung secara terpisah.

“Secara teknis kami dapat mengklaim bahwa kami bangkrut sekarang. Ketika Anda memiliki cadangan devisa merah, itu berarti Anda secara teknis bangkrut,” kata Muttukrishna Sarvananthan, peneliti utama di Point Pedro Institute of Development.

2. Harga bahan pokok meningkat 

Menlu China Kunjungi Sri Lanka yang Berpotensi Gagal Bayar UtangIlustrasi pertumbuhan (pixabay.com/Mohamed Hassan)

Situasi tersebut juga dirasakan oleh masyarakat Sri Lanka pada umumnya dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok di pasar. Masyarakat kini harus menunggu dalam antrean panjang untuk membeli barang-barang seperti susu bubuk, gas untuk memasak, dan minyak tanah.

Bank Sentral mengatakan, inflasi naik menjadi 12,1 persen pada akhir Desember di mana sebelumnya berada pada angka 9,9 persen pada bulan November. Sementara itu, inflasi pangan juga meningkat 22 persen pada periode yang sama.

Karena kekurangan uang, importir kebutuhan pokok kesulitan melakukan aktivitas impor dan sektor manufaktur tidak menghasilkan produk karena tidak bisa membeli bahan mentah dari luar negeri.

Pengiriman uang asing juga turun setelah pemerintah memerintahkan konversi wajib mata uang asing dan kontrol atas nilai tukar. Penurunan peringkat Sri Lanka dalam lembaga pemeringkat kredit internasional Fitch membuat sebagian besar kekuatan pinjaman negara tersebut berkurang.

Bank Sentral telah menambahkan pertukaran mata uang dalam mata uang China senilai 1,5 miliar dolar AS ke dalam cadangan namun para ekonom tidak setuju apakah itu dapat menjadi bagian dari cadangan devisa atau tidak.

Baca Juga: China Tembaki Kapal Filipina dengan Meriam Air di Laut China Selatan

3. Kunjungan China juga disebut untuk berebut hegemoni dengan India

Menlu China Kunjungi Sri Lanka yang Berpotensi Gagal Bayar UtangIlustrasi bendera China (unsplash.com/Ezreal Zhang)

Dilansir South China Morning Post, kunjungan Wang juga memiliki signifikansi regional karena China dan India yang merupakan tetangga terdekat Sri Lanka bersaing satu sama lain untuk mendapatkan pengaruh di negara tersebut. Sri Lanka saat ini membutuhkan uang tunai dan pemimpinnya berusaha mendapatkan bantuan dari kedua pihak.

“Kita dapat melihat Sri Lanka diperebutkan antara India dan China untuk paket bailout potensial. India menyeret kakinya untuk beberapa waktu sementara China mencoba memanipulasi situasi secara maksimal,” kata Ranga Kalansooriya, analis politik.

India telah mewaspadai peningkatan investasi dan pinjaman China di Sri Lanka sejak perang saudara berakhir pada 2009. India menganggap Sri Lanka sebagai bagian dari wilayah pengaruhnya. Sementara, China menganggap Sri Lanka sebagai penghubung penting dalam inisiatif infrastruktur Belt and Roadnya.

Kalansooriya mengatakan, Wang mungkin juga ingin memperbaiki hubungan dengan Sri Lanka setelah perseteruan baru-baru ini terkait pengiriman pupuk yang diduga mengandung bakteri berbahaya. Selain itu, perjanjian bisnis yang ditandatangani dengan saingan China, Amerika Serikat dan India, juga memicu tensi di kedua negara tersebut.

Namun dia mengatakan bahwa China tidak mungkin menyelamatkan Sri Lanka dari krisis ekonominya.

“Mereka akan mencari lebih banyak peluang bisnis, mencari keuntungan dalam kelesuan ekonomi di negara ini,” tuturnya.

Baca Juga: Ditolak Jadi Pengungsi, 8 WN Sri Lanka di Makassar Dideportasi

Zidan Patrio Photo Verified Writer Zidan Patrio

patrio.zidan@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya