Melalui G20, Wujudkan Iklim Investasi Kriptokurensi yang Kondusif 

Yuk, dukung regulasi kriptokurensi di Indonesia!

Kriptokurensi saat ini tengah menjadi salah satu isu hangat yang sedang diperbincangkan di tengah masyarakat, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Pada dasarnya kriptokurensi diartikan sebagai mata uang digital yang dapat digunakan untuk membeli barang dan jasa. Aset ini juga dianggap sebagai salah satu instrumen investasi yang dapat memberikan hasil yang besar dan dalam waktu yang relatif singkat. 

Meskipun demikian, bukan berarti tren investasi ini hadir tanpa masalah sedikit pun. Salah satu perdebatan yang terjadi di tengah masyarakat adalah terkait apakah investasi ini aman dilakukan oleh masyarakat, khususnya masyarakat awam yang sekadar mengikuti tren tanpa menguasai ilmu dasar dalam berinvestasi.

Mengingat faktanya hingga detik ini, aset kriptokurensi tergolong sangat fluktuatif. Contohnya saja pada bulan Juni 2022, berdasarkan data dari Coindesk,  harga bitcoin turun 5 persen dari sekitar US$ 22 ribu pekan lalu menjadi sekitar US$ 20 ribu. Awalnya, harganya bahkan sempat menyentuh US$ 46.208 pada awal tahun. Padahal bitcoin tergolong sebagai salah satu aset kriptokurensi dengan fundamental yang terbaik.

Selain tingkat fluktuatif tinggi yang berisiko terhadap kerugian finansial bagi investor yang tidak cermat, risiko lain yang dihadapi adalah kejahatan cyber, seperti misalnya kasus pencurian mata uang digital, pencucian uang ilegal dengan mata uang digital (cyber-laundering), pencurian data pribadi konsumen, dan penambangan kriptokurensi ilegal (cryptojacking) juga semakin membuat iklim investasi berbasis kriptokurensi tidak kondusif.

Langkah pemerintah untuk meregulasi kriptokurensi di Indonesia hingga saat ini

Berdasarkan berbagai risiko yang ada terhadap perekonomian negara, Bank Indonesia sebagai bank sentral telah mengeluarkan pernyataan bahwa belum memberikan izin penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran yang sah, jika dipaksakan maka akan melanggar UU No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang masih menempatkan Rupiah sebagai satu-satunya mata uang yang sah.

Selain undang-undang banyak juga peraturan yang meregulasi, seperti misalnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor  18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan  PBI No 19 /12/PBI tentang penyelenggaraan Teknologi Finansial yang juga menegaskan bahwa kriptokurensi bukanlah alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Namun demikian, bukan berarti aset kriptokurensi adalah barang ilegal di Indonesia. Merujuk dari Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) No 5 Tahun 2019, tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto. Aset ini tetap bisa diperdagangkan di Indonesia. Adapun Bappebti ditunjuk sebagai badan yang mengawasi kegiatan perdagangan kriptokurensi.

KTT G20 sebagai jembatan untuk mengembangkan kriptokurensi di Indonesia

Meskipun hanya dianggap sebagai komoditi, perkembangan kriptokurensi di Indonesia tak bisa dimungkiri sangatlah pesat. Banyak juga dampak positif dari keberadaan kriptokurensi yang perlu diperhatikan, misalnya mulai menjamurnya berbagai perusahaan rintisan digital yang memberikan layanan perdagangan aset kripto dan akhirnya memunculkan banyak lapangan pekerjaan baru bagi yang membutuhkan.

Selain itu, tentunya fenomena perkembangan kriptokurensi juga akan diikuti peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena pemanfaatan teknologi rantai blok sangat membutuhkan akselerasi penguasaan teknologi. Teknologi ini nantinya juga dapat diadaptasi pemerintah ke dalam sistem pemerintahan Indonesia untuk lebih memudahkan pemberian layanan kepada masyarakat.

Sehingga sudah saatnya kita bersama memikirkan langkah-langkah yang sekiranya perlu untuk meregulasi lebih dalam lagi penggunaan kriptokurensi. Jangan sampai regulasi yang ada justru mematikan inovasi kriptokurensi. Pemerintah bisa berkaca dari negara-negara lain yang telah mengembangkan kriptokurensi lebih jauh.

Adapun beberapa kebijakan yang diharapkan hadir di Indonesia misalnya kebijakan terkait bursa kriptokurensi yang dapat meningkatkan kepercayaan investor. Lalu kebijakan terkait pengenaan pajak pada aset kriptokurensi agar dapat bermanfaat bagi pembangunan negara, serta yang tak kalah penting adalah edukasi kepada masyarakat agar tidak hanya ikut-ikutan namun benar-benar paham sebelum terjun ke dunia kriptokurensi.

Pemerintah bisa memulai langkahnya dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang pada bulan November 2022 akan diadakan di Bali, Indonesia. Momentum ini bisa dimanfaatkan pemerintah untuk memperoleh ilmu baru dari negara-negara G20 serta bertukar pikiran terkait cara untuk memfasilitasi, melindungi, serta ikut mendorong pertumbuhan aset kriptokurensi serta blockchain melalui regulasi yang matang. Sehingga Presidensi G-20 yang mengangkat tema “Recover Together, Recover Stronger” ini bisa berdampak signifikan, tidak hanya sekadar diadakan di Indonesia saja.

Bukannya tanpa alasan, banyak negara anggota KTT G20 ini yang sudah lebih mahir dalam meregulasi kriptokurensi, misalnya Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, yang telah mengeluarkan perintah eksekutif terkait aset digital termasuk mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currencies/CBDC).

Selain itu, tidak hanya berpangku tangan dengan pemerintah, generasi muda juga bisa kok ambil bagian dalam memanfaatkan momentum penyelenggaraan KTT G20 di Indonesia, misalnya dengan menuangkan aspirasi melalui karya tulisan, lho! Yuk, tuangkan ide terbaikmu dalam program 1000 Aspirasi Indonesia Muda, ditunggu, ya!

Baca Juga: 3 Isu Dibahas di Pertemuan Pertama Menteri Kesehatan G20 Jogja   

Gede Photo Writer Gede

Writing Everything

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya