Jakarta, IDN Times - Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun yang berada di Kabupaten Indramayu dalam beberapa minggu ini menjadi sorotan di kalangan masyarakat muslim Indonesia.
Perhatian publik terhadap Ponpes ini dimulai sejak Juni 2023 saat video perempuan menjadi khatib salat Jumat beredar. Tak hanya itu, Ponpes Al-Zaytun juga memperbolehkan saf jemaah perempuan sejajar dengan jemaah laki-laki, dan tidak perlu rapat barisan salatnya. Berawal dari situ, pendiri Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang, dituduh melakukan penistaan agama hingga yang terbaru dugaan penyalahgunaan zakat.
Dari banyaknya berita yang tersebar di internet, dari awal kasus ini naik ke permukaan, secara umum media-media dianggap lebih banyak memberitakan dari unsur pemerintah atau aparat, tidak banyak yang melakukan kllarifikasi dari pihak Al-Zaytun. Terlebih saat awal mula kasus, yang menjadi narasumber pada kebanyakan artikel adalah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Oleh karena itu beberapa media dianggap tidak seimbang dalam pemberitaan Al-Zaytun.
Salah satunya Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang mempertanyakan sikap media terkait pemberitaan Ponpes Al-Zaytun karena dianggap kurang berimbang.
"Media sebagai sumber informasi memiliki tanggung jawab atas pemberitaan yang diberikan untuk masyrakat. Media harus memberikan ruang terhadap narasumber yang berkaitan secara langsung dengan pemberitaan untuk merespon informasi yang telah beredar," tulis SEJUK melalui akun Instagramnya.