TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Memutus Rantai Kekerasan Suporter Sepak Bola Indonesia, Mungkinkah?

Rantai kekerasan antar suporter harus diakhiri segera

football-tribe.com

Saya bersama kawan @efriaditia dalam perjalanan dari Bogor menuju Jakarta saat laga klasik Persib vs Persija tengah berlangsung (Ahad, 23/9/2018). Arloji di tangan saya menunjukkan pukul 17.00 WIB. Saya heran mengapa laga baru memasuki masa turun minum. Sepertinya ada sesuatu yang tak beres sebelum laga. Batin saya.

Baru belakangan saya mengetahui kalau laga sempat ditunda 30 menit. Rupanya terjadi sedikit kericuhan sebelum pertandingan. Wajar, pikir saya. Laga Persib vs Persija memang selalu menyedot animo besar penonton datang ke stadion.

Esok paginya, saya luar biasa terkejut ketika menyigi linimasa Twitter pada Subuh di hari Senin. Tagar #RIPHaringga menjadi tren teratas. Sebuah akun bahkan memberikan tautan video di YouTube.

Jujur, melihat video itu membuat kepala saya pening. Saya mual sekaligus geram. Belakangan video juga ikut menyebar di grup-grup WhatsApp yang membuat saya bersitegang dengan seorang teman mengapa ikut menyebarkannya.

Memang benar, bukan kali ini terdengar kabar suporter tewas. Namun pengeroyokan terhadap Haringga Sirla (23) yang tertangkap kamera benar-benar mendobrak nalar sehat dan nurani siapa pun. Dalam tayangan video yang viral berdurasi sekira 1:40 detik tampak jelas anak seusia SD ikut menyiksa korban.

Betapa beringasnya para penyiksa menggunakan benda tumpul seadanya dan apa saja yang ada di sekelilingnya untuk mendera korban. Makin kesal suporter lain dalam video hanya diam selama penyiksaan berlangsung.

Pencinta sepak bola sampai orang awam di mana pun tentu bertanya-tanya, bahan bakar apa sesungguhnya yang membuat sekelompok suporter berlaku beringas? Seperti apa rivalitas suporter klub di Indonesia? Mungkinkah mengakhiri kekerasan di antara suporter?

Lingkar Kekerasan Suporter

Harus diakui lingkar kekerasan di antara suporter klub di Indonesia terbilang kelam. Save Our Soccer (SOS) yang digawangi @akmalmarhali mencatat Haringga sebagai korban suporter tewas yang ke-70 sejak kompetisi era perserikatan berakhir di musim 1994/1995. Ketujupuluh korban tewas tercatat berasal dari 23 klub di Indonesia.

Liga kasta tertinggi di Indonesia terdiri atas 18 klub. Artinya, korban tewas suporter juga berasal dari klub di kasta rendah. Oktober tahun lalu, Banu Rusman (17) yang merupakan suporter Persita Tangerang meninggal dunia di rumah sakit, Kamis (12/10/2017), setelah bentrok dengan suporter PSMS Medan “berseragam” dalam babak 16 besar Liga 2 di Stadion mini Persikabo Bogor.

Ketua Umum PSSI Letjen (Purn.) Edy Rahmayadi, juga pembina PSMS Medan, dan kini Gubernur Sumatra Utara, sempat berjanji akan mengusut tuntas kasus kematian Banu. Namun sudah setahun berselang kasus tersebut tak juga menemui titik terang.

Dari 70 kasus kematian suporter, tiga penyebab terbesar melibatkan antar elemen suporter. Yakni karena pengeroyokan (21), tusukan benda tajam (14), dan pukulan benda keras (11). Tingginya angka fatalitas ini disebut-sebut karena tingginya rivalitas di antara beberapa klub.

Pencinta sepak bola nasional paham betul kalau Bobotoh-Viking (Persib) punya rivalitas yang tinggi dengan the Jak Mania (Persija), Bonek (Persebaya) dengan Aremania (Arema), Pasoepati (PSIS Semarang), LA Mania (Persela Lamongan), dan Panser Biru (PSIS Semarang) dengan Banaspati (Persijap). Yang unik, meski sama-sama mendukung PSIS Semarang, Panser Biru juga kerap bentrok dengan Snex (Suporter Semarang Ektrem). Di luar itu, umumnya setiap elemen suporter dapat membaur.

Rivalitas tinggi tersebut dirawat secara turun-temurun, baik oleh asosiasi suporter resmi maupun patron suporter yang “dituakan” di akar rumput. Terkadang kultur keras memang sengaja diciptakan untuk membangun solidaritas kelompok.

Viking sempat memberlakukan syarat bagi yang ingin bergabung harus pernah bentrok fisik terlebih dahulu dengan suporter lawan. Aturan ini belakangan tidak lagi diberlakukan dalam proses perekrutan anggota.

Namun, apa yang pernah berlaku di Viking seolah menjadi kelaziman dalam komunitas suporter lainnya. Terutama jika mereka mendaku sebagai ultras atau pendukung klub garis keras secara semantis. Kelompok ini biasanya mempunyai yel-yel yang khas. Di dalam stadion, kreativitas ultras dituangkan dalam koreografi, nyanyian, dan sebagainya. Secara sederhana mereka adalah loyalis hanya kepada satu klub.

Para ultras gigih mengekpresikan kecintaan kepada klub baik di media social maupun di lapangan. Bagi mereka, cinta klub sampai mati sering kali dimaknai secara harfiah. Artinya, mencintai klub telah menjadi “agama” bagi mereka.

Pada dasarnya budaya ultras yang asli tidak hendak menyerang suporter lawan. Ultras di Eropa mempunyai semacam kode etik tak tertulis, jika terjadi bentrok harus dilakukan dengan tangan kosong dan jumlah yang setara. Selain itu, duel tidak sampai bermaksud membunuh lawan. Kode etik yang tak tertulis ini tampaknya tak ikut terbawa dalam budaya ultras di Indonesia.

Pembunuhan di kalangan suporter Indonesia tampaknya juga terkait dengan patologi sosial masyarakat Indonesia dewasa ini. Hal ini tampaknya ada terkait dengan gejala amok dan kebiasaan main hakim sendiri yang masif di masyarakat pasca reformasi (Nur Ismanto, 2000).

Penyebab-penyebab kematian suporter sebelum dan sesudah reformasi setidaknya menguatkan asumsi itu. Korban tewas antar suporter pertama kali terjadi terhadap anggota Panser Biru bernama Imam Iswanto (17). Ia dikeroyok di Stasiun Manggarai, Jakarta, pada 27 Mei 2001, mengiringi laga Persija Jakarta melawan PSIS Semarang.

Baca Juga: [Opini] Thanos, Genosida, dan Politik Upah Murah

Writer

reformPSSI

reformPSSI adalah suara reformasi dari Pencinta Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI); bermimpi mempunyai federasi sepakbola yang profesional, berintegritas, dan maju; bermimpi bahwa suatu saat Indonesia dapat mempunyai liga sepakbola nasional yang profesional dan berkelas dunia; bermimpi Indonesia mempunyai tim nasional sepakbola yang tangguh dan berprestasi di level Asia Tenggara, Asia, bahkan dunia. Semua tulisan di laman ini berusaha memotret segala dinamika dan proses terwujudnya semua mimpi-mimpi tersebut.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya