Pemakaian Panel Surya Skala Rumah Tangga, Kurangi Efek Rumah Kaca

Perubahan iklim sudah di depan mata, yuk lawan!

Di kehidupan sehari-hari kita tidak dapat lepas dari listrik. Selain menerangi di malam hari, di daerah urban listrik menjadi kebutuhan utama bahkan menjadi kebutuhan primer yang tidak dapat di lepaskan. Mulai dari menyimpan makanan, mencuci baju, hiburan, menyalakan internet hingga menyejukkan ruangan. Berjuta kemudahaan dapat dirasakan dari listrik. 

Namun kita juga dibuat pusing dengan berita kenaikan listrik yang tiada akhir. Hampir tiap tahun ada saja kenaikan listrik yang bikin ketar-ketir. Lonjakan ini tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan akibat bahan bakar utama dan dampak keberlanjutannya. Masyarakat di Indonesia umumnya memakai energi listrik yang berasal dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar fosil. Dampak dari pembakaran energi listrik dari bahan bakar fosil yang digunakan secara terus-menerus akan menghasilkan gas rumah kaca. Penambahan konsentrasi gas rumah kaca ini menyebabkan peningkatan suhu bumi dan pemanasan global sebagai salah satu penyumbang terjadinya perubahan iklim.

Selain industri, rumah tangga menyerap konsumsi listrik cukup besar. Bahkan terus mengalami peningkatan. Mengutip Kompas, General Manager PLN UID Jakarta Raya Ikhsan Asaad mengatakan, pemakaian listrik rumah tangga di Jakarta meningkat enam persen pada April 2020 dibandingkan konsumsi listrik pada April 2019. Sayang sekali, letak Indonesia berada di garis khatuliswa memberikan keuntungan untuk memanfaatkan energi surya dalam pemakaian listrik sehari-hari. Di beberapa kota sudah terlihat penggunaan tenaga panas matahari diterapkan dalam penggunaan lampu jalan. Energi surya dapat menjadi angin segar untuk pemanfaatan listrik berkelanjutan skala rumah tangga. Listrik rumah tangga yang menyerap tenaga cukup banyak dapat beralih dengan tenaga surya yang lebih ramah lingkungan.

Tingkat efektivitas penggunaan tenaga surya

Penggunaan tenaga surya memiliki kelebihan dari penggunaan tenaga fosil. Baik dalam biaya maupun dampak pada lingkungan. Memang kita tidak langsung serta merta menggantikan listrik PLN dengan listrik yang berasal dari energi surya. Menggunakannya berbarengan dengan listrik dari PLN merupakan langkah awal sebuah pembaharuan. Panel surya dapat membantu mengurangi tagihan listrik bulanan dari PLN. Mengutip Tirto, penghitungan pemotongan biaya disesuaikan dengan jumlah watt listrik yang dihasilkan panel surya. Bahkan tagihan listrik bisa berkurang sampai dengan 50 persen dengan menggunakan perpaduan teknologi panel surya dan sumber listrik PLN.

Ketergantungan pada energi fosil tidak dapat dihilangkan begitu saja. Dengan memasang panel surya setidaknya dapat memanfaatkan energi terbarukan yang tidak akan pernah habis yakni panas matahari. Memasang panel surya berkontribusi menjaga iklim dan melawan pemanasan global. Sebab, panel surya dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan ramah lingkungan.

Biaya pemeliharaan pun dapat dikatakan minim karena tidak memerlukan perawatan yang rumit dan berlebihan. Dengan dibersihkan secara rutin dan berkala setiap bulan, perangkat panel surya tetap bisa terjaga dengan baik. Bahkan diperkirakan dapat berdaya pakai hingga puluhan hingga belasan tahun. Sayangnya hal ini tidak diberengi dengan terjangkaunya pemasangan awal panel surya yang membutuhkan biaya cukup mahal dalam pasar Indonesia.

Apakah sudah saatnya berahli ke tenaga surya?

Bumi tidak baik-baik saja mungkin benar adanya. Mengutip BBC, pada tahun 2015, suhu rata-rata dunia untuk pertama kali naik 1 derajat Celsius. Kenaikan itu berada di atas tingkat peningkatan suhu setelah pra-era industri. Salah satu penyebabnya ialah peningkatan efek rumah kaca mengakibatkan panas matahari terjebak di atmosfer bumi dan meningkatkan suhu bumi menjadi hangat.

Efek rumah kaca sejatinya dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi. Penggunaan berbagai energi alternatif dapat berkontribusi mengurangi efek rumah kaca. Sudah saatnya menggunakan energi terbarukan dalam ruang lingkup paling bawah yakni rumah tangga. Hal ini juga bukan perkara mudah sebab kurangnya pemahaman dalam penggunaan energi ini. Oleh sebab itu, suara 1000 Aspirasi Indonesia Muda ini perlu didengar lebih luas terutama saat Presidensi G20 yang akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022. Salah satu topik dalam KTT G20 kali ini ialah energi terbarukan sesuai dengan tema Recover Together, Recover Stronger.

Secara bertahap perlu ditanamamkan pemahaman kuat mengenai penggunaan energi surya dan gentingnya perubahan iklim agar masyarakat dapat beralih ke energi terbarukan. Salah satu hambatan tidak cepatnya pertumbuhan energi ini dalam masyarakat ialah pemasangan awal yang menguras kantong. Ada baiknya pemerintah memberikan subsidi dalam penggunaan energi surya sama halnya dengan energi listrik dari PLN. Peninjau kembali penggunaan tenaga surya skala rumah tangga secara massal dapat dengan fokus dilakukan sebagai wujud memegang komitnen bersama pada perubahan iklim.

Dina Stevany Photo Verified Writer Dina Stevany

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dimas Bowo
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya