Air Limbah Tak Terkelola, Krisis Air Bersih di Depan Mata 

Langkah pertama: cek tangki septikmu!

Saat berkeliling di sebuah kota, pernahkah kalian temui hunian padat penduduk di bantaran sungai, dengan pipa-pipa saluran yang menjulur di atas sungai? Pipa-pipa tersebut digunakan untuk menyalurkan air limbah rumah tangga langsung di sungai. Pemandangan seperti ini kerap ditemukan di beberapa kota di Indonesia.

Kebiasaan ini mungkin dianggap hal yang lumrah bagi mayoritas masyarakat, padahal sejatinya salah kaprah. Andaikan saja sungai bisa berbicara, umpatan apa kira-kira yang mau dilontarkan kepada manusia-manusia ini?

Persoalan pengelolaan air limbah di Indonesia masih menjadi masalah serius, yang perlu mendapat perhatian pemerintah, terutama pemerintah daerah. Permasalahan klasik ini tampaknya masih belum menunjukkan kemajuan positif, meskipun banyak program pemerintah yang dikerahkan.

Pengelolaan air limbah (sanitasi) erat kaitannya dengan penyediaan air bersih, pengolahan dan pembuangan kotoran manusia serta air limbah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi rumah tangga yang memiliki akses sanitasi yang layak tahun 2021 adalah 80,2 persen. Jumlah ini naik tipis dari tahun sebelumnya yang sebesar 79,5 persen.

Ini artinya hampir seluruh penduduk Indonesia telah memiliki akses sanitasi yang layak.  Tetapi sayangnya, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Widyarani, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan bahwa sekitar 83 persen tangki septik (septic tank) di Indonesia mengalami kebocoran, di samping juga tidak dipasang sesuai standar.

Standar yang dimaksud adalah kedalaman dan jarak dari sumber air bersih, sehingga tidak asal pasang saja. Jika standar tersebut diabaikan dan tangki mengalami kebocoran, dapat berpotensi mengkontaminasi air tanah dengan mikroba dan zat organic yang terkandung dalam air limbah. Tentunya hal ini memengaruhi kualitas air yang akan kita konsumsi.

Selain mikroba dan zat organik tersebut, kandungan lain juga tak kalah seramnya. Seperti deterjen, desinfektan, segala produk perawatan tubuh, obat-obatan dan sebagainya, yang tidak mudah terurai secara alami. Bayangkan kandungan produk-produk kimia yang tak mudah terurai tersebut menyusup ke dalam air tanah yang kita konsumsi, sudah pasti masalah kesehatan bakal mengintai tubuh kita.

Masalah ini sebenarnya bersumber pada 3 poin ini:

  1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan.
  2. Pencemaran air yang disebabkan oleh pertumbuhan pemukiman penduduk dan industri serta penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan.
  3. Minimnya anggaran yang dialokasikan untuk meningkatkan pengelolaan air bersih.

Masalah lain selain kebocoran dan standar pemasangan, masyarakat masih malas melakukan penyedotan tangki septik. Tangki septik baiknya disedot setiap tahun sekali. Perlu diwaspadai jika telah lebih dari setahun tangki septik tak kunjung penuh, kemungkinan tangki septik tersebut mengalami kebocoran, yang bakal mencemari air tanah.

Masyarakat memang tidak merasakan dampaknya secara langsung, karena biasanya limbah-limbah tersebut langsung disodorkan di sungai atau empang. Mungkin baru akan terasa dampaknya jika ketika kualitas air terus memburuk disertai kekeringan akibat perubahan iklim. Percaya atau tidak, krisis air bersih sudah di depan mata. Beberapa negara di Eropa sudah mengalami kondisi ini. Indonesia, jangan sampai terjadi.

Setiap hari kita sedot air dari dalam tanah, sudah sepatutnya kita kelola agar ketika kembali ke tanah, kondisi air sudah bebas kontaminan. Maka dari itulah, pemerintah memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) atau Instalasi Pengolahan Air Limbah. Fasilitas ini seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Apa yang bisa kita lakukan?

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Indonesia yang bakal digelar di Bali pada 15-16 November mendatang menjadi momen yang tepat untuk mengangkat persoalan ini. Sejalan dengan tema yang diusung, Recover Together, Recover Stronger.

Sudah saatnya kita memikirkan langkah-langkah tepat untuk menemukan solusi efektif, mengatasi persoalan klasik ini. Peran pemerintah dalam menjalankan fungsi regulasi sepatutnya mulai memberikan perhatian lebih terhadap masalah sanitasi di Indonesia.

Berkumpulnya para pemimpin dunia di Presidensi G20 nanti, bisa menjadi ajang diskusi dalam menangani isu ini. Karena masalah sanitasi bukan hanya masalah di Indonesia saja, tetapi beberapa negara lain juga mengalami problem yang serupa. 

Bersama dengan 1000 Aspirasi Indonesia Muda, tersemat harapan kepada pemerintah untuk berjuang bersama demi masa depan lingkungan yang lebih baik. Perubahan iklim yang bisa berdampak dengan krisis air bisa diatasi jika pemerintah dan masyarakat bergerak berdampingan. Sudah waktunya kita berubah untuk Recover Together, Recover Stronger.

Baca Juga: Sanitasi Air, Kebutuhan Vital yang Fatal jika Diabaikan

Refalution Photo Verified Writer Refalution

"Tidak harus jadi hebat untuk memulai, tetapi mulailah untuk menjadi hebat." - Zig Ziglar

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura

Berita Terkini Lainnya