Faktor-faktor psikososial berkontribusi terhadap problem perilaku pada remaja, misalnya level pendidikan, urbanisasi, akses terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan orang tua tentang kesehatan jiwa, yang kesemuanya dapat memicu problem emosional dan problem perilaku pada remaja urban.
Ditangani atau tidak, remaja-remaja yang bermasalah akan tetap berangkat ke sekolah. Akhirnya masalah kejiwaan yang mungkin telah dimiliki akan bermanifestasi dalam berbagai problem terkait sekolah, misalnya sering bolos, prestasi akademik yang rendah, perilaku kacau, dan bahkan dropout (DO).
Para ahli mengatakan bahwa sekolah dapat berperan untuk mengidentifikasi pelajar bermasalah dan membantu mereka berhasil. Namun peran inilah yang banyak pihak sekolah tidak menyanggupinya sehingga akhirnya pelajar pun menjadi korban dari gap tersebut.
Sekolah sebagai gatekeeper utama untuk remaja harus dibantu pemerintah untuk mengembangkan school-based mental health dengan memberdayakan guru bimbingan dan konseling serta guru-guru lainnya yang terintegrasi usaha kesehatan sekolah. Orangtua pun perlu dilibatkan. Orangtua seringkali tertinggal dalam hal memahami kondisi pergaulan remaja seperti yang ditampilkan oleh serial Netflix, 13 Reasons Why. Sang ibu akhirnya menguak tabir rahasia yang dipendam sang anak semasa hidupnya justru setelah anak mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Hal ini wajar mengingat pada fase remaja teman sebaya adalah pihak yang bermakna dalam kehidupannya.
Kita menanti rencana pemerintah –melalui Direktorat P2MKJN Kementerian Kesehatan, yang telah mengagendakan penyusunan Nota Kesepahaman dengan pihak Kementerian Pendidikan Nasional tentang Kesehatan Jiwa Remaja untuk masa depan generasi penerus Indonesia. Selain dilakukan screening kesehatan jiwa remaja secara berkala, semoga juga ditindaklanjuti dengan upaya intervensi yang sesuai untuk kondisi Indonesia.
Melalui artikel ini, dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ mengajak kamu untuk berpartisipasi dalam sebuah survei. Silakan isi jawaban kamu di kolom komentar, ya...
- Apakah kamu mau menemui guru bimbingan dan konseling di sekolah jika sedang menghadapi masalah dalam kehidupan kamu sebagai seorang remaja? Ya atau Tidak?
- Jika kamu menjawab Tidak, apakah alasannya?
- Siapakah yang akan kamu ajak berbicara tentang masalah-masalah kamu jika kamu tidak bersedia menemui guru bimbingan dan konseling?
- Apakah kira-kira kamu akan merasa lega jika telah berbicara kepada seseorang tentang masalah yang kamu hadapi? Ya atau Tidak
- Jika kamu menjawab Tidak, apakah alasanya?