[OPINI] Mengintip Kehidupan Buruh Perempuan, Layakkah Mereka?

“Meski kita buruh, kerja di pabrik terus, tapi kita juga harus memiliki keahlian lain. Harus punya keterampilan lain. Harus punya wadah yang mendengar suara kita. Untuk itu kami ada”
Memperingati 1 Mei sebagai hari buruh tentu sudah menjadi pengetahuan umum untuk kita semua. Tidak hanya diperingati di Indonesia, Mayday juga diperingati secara internasional. Mendengarkan apa yang menjadi keluhan dan tuntutan buruh di tanggal 1 Mei sudah menjadi rutinitas yang seolah kita pun dapat menghafal apa isi tuntutannya. Sudah hal yang biasa.
Tapi pernahkah sejenak berpikir untuk melihat langsung bagaimana kehidupan buruh dalam keseharian mereka? Melihat dan menilai langsung apakah kehidupan mereka sudah memiliki kehidupan layak atau tidak. Menilai apakah tuntutan mereka sesuai dengan yang mereka butuhkan atau tidak. Pernahkah?
Adalah Semper, sebuah lokasi yang tidak terlalu besar berada di daerah Jakarta Utara. Di tempat ini terdapat beberapa pabrik engan berbagai jenis jasa dan barang yang diolah. Tempat ini menjadi kawasan tempat tinggal banyak buruh. Menjalani keseharian mereka sebagai masayrakat biasa dan sebagai pekerja.
Melihat sedikit ke arah serikat buruh yang ada di sana. Banya hal menarik yang dapat diamati di tempat ini. Para buruh umumnya memang masuk ke dalam satu serikat tertentu. Mencari wadah tempat aspirasi mereka supaya didengarkan. Mencari teman seperjuangan yang kemungkinan besar mau membantu ketika mereka dalam masalah maupun saat mengalami kekurangan.
Satu dari serikat buruh yang ada di sini juga menawarkan banyak aktivitas lain kepada para buruh yang mayoritas adalah perempuan sebagai anggota federasi/ serikatnya. Menyediakan radio komunitas sebagai media wadah buruh bukan sekadar untuk berkreasi tapi juga beraspirasi, menjadi satu contoh aktivitas bermakna yang disediakan oleh federasi ini.
Di balik seringnya turun ke lapangan untuk meneriakkan suara dan tuntutan bersama para anggotanya, federasi ini juga memberikan aktivitas lain seperti merajut kepada para anggotanya. Anggota federasi ini memang didominasi oleh perempuan.
Komnas Perlindungan Perempuan Indonesia memiliki lebih dari satu arti untuk mendefinisikan perempuan. Perempuan dapat dikategorikan secara biologis maupun secara sosial. Baik perempuan secara biologis dan secara sosial, keduanya dilindungi oleh Komnas Perlindungan Perempuan.
Menjadi menarik ketika mengetahui bahwa mereka yang merasa dirinya perempuan secara sosial juga dilindungi oleh Komnas Perlindungan Perempuan. Karena pada kenyataan yang terjadi pelecehan dan ketidaksetaraan gender terjadi tidak hanya untuk kaum perempuan secara biologis saja namun juga kepada kaum perempuan secara sosial.
Satu dari Serikat atau Federasi buruh yang ada di daerah tadi juga mengayomi dan beranggotakan perempuan baik secara biologis maupun sosial. Mereka berdiri dan mendukung perempuan-perempuan yang menjadi anggotanya untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Agar dapat didengarkan suaranya. Agar dapat setara kelasnya dalam kesertaran gender yang mereka perjuangkan. Baik perempuan secara biologis, juga secara sosial.
Kalau mau mendalami barang sehari dua hari hidup dan tinggal bersama mereka, akan sangat terasa bagaimana federasi ini tumbuh seolah menjadi keluarga. Tempat semua pihak yang mungkin justru oleh keluarga kandungnya ditolak karena keberadaan dan keputusan mereka menjadi diri mereka sendiri sampai saat ini, diterima dan dimanusiakan seperti manusia lainnya.
Sangat terasa mereka sudah terbuka satu sama lain. Bersikap apa adanya karena tidak akan ada yang menghina, melecehkan atau memandang mereka sebelah mata karena keputusan yang mereka ambil untuk menjadi diri mereka. Bahkan pasangan yang sedang merayakan hari jadi hubungan mereka tidak sungkan untuk merayakan bersama dengan orang-orang yang sudah mereka anggap sebagai keluarga.
Melihat kehidupan mereka bukan hanya sebagai seorang buruh atau pekerja saja. Tapi sedikit mengintip bagaimana mereka hidup dan berkehidupan sosial juga sebagai warga masyarakat biasa. Mengintip bagaimana kehidupan keras menekan mereka bahkan sampai pada keputusan krusial yang harus mereka ambil sebagai identitas diri mereka.
Bukan perkara yang mudah. Namun selalu menjadi lebih mudah ketika ada pihak-pihak yang mengayomi, merangkul dan mendukung. Atau minimal, akan terasa lebih mudah saat pihak-pihak lain tidak ikut campur, menggerutu dan menghakimi satu pihak, namun dapat menerima mereka dengan segala keputusan mereka.
Karena pada dasarnya, perempuan tetaplah perempuan. Secara biologis dan sosial. Perempuan tetap perempuan.