Ilustrasi Cafeshop (pexels.com/Alesia Talkachova)
Masyarakat kekinian suka hal yang estetik. Tapi sayangnya, estetika kadang menipu. Restoran yang tampil bersih belum tentu bersih secara operasional. Apalagi kalau menunya lebih sering dijadikan properti konten ketimbang dijual sungguhan.
Tidak semua bisnis kuliner punya sisi gelap. Banyak pelaku usaha yang jujur, bekerja keras, dan merintis usaha dari bawah dengan dedikasi. Tapi, bukan berarti publik harus menutup mata terhadap praktik-praktik yang menyimpang.
Keberlanjutan bisnis kuliner bisa menjadi tanda strategi yang matang, manajemen yang rapi, dan adaptasi yang baik terhadap pasar. Hal yang sah-sah saja dan patut diapresiasi. Apalagi dengan pasang surutnya pasar yang tidak menentu dan kesulitan ekonomi saat ini membuat para pelaku bisnis mampu menghalalkan segala cara untuk mempertahankan bisnis dan usahanya. Ini menjadi bukti nyata bahwa, kita perlu membuka mata jika tidak ada bisnis yang benar-benar bersih. Semua itu hanya karena mau atau tidaknya kita memanfaatkan segala peluang dan kesempatan yang ada.
Menjadi konsumen yang sadar bukan berarti menjadi skeptis terhadap semua restoran. Tapi penting untuk memahami bahwa apa yang tampak sukses di permukaan, tidak selalu dibangun dari hal-hal yang baik. Kembali lagi, baik atau tidaknya itu hanyalah sebuah perspektif. Karena ini juga tentang membangun, mempertahankan dan memanfaatkan kesempatan yang ada.
Dan ingat, yang paling bersinar belum tentu bintang… bisa jadi lampu sorot dari sidang pengadilan.