Di sinilah kekuatan cerita fiksi — bagaimana ia bisa berperan menyembuhkan segala luka atas fakta-fakta yang terjadi. Di saat banyak orang lebih percaya cerita fantasi ketimbang kisah nyata, maka menuliskan kasus-kasus bullying dalam bentuk cerita pendek adalah salah satu langkah preventif yang efisien.
IDN Times dengan semangatnya menjadi the voice of Millennials and Gen Z memiliki pilar-pilar yang menjadi dasar setiap konten yang diproduksi, di antaranya adalah anti-bullying. Pilar ini menjadi semangat untuk memerangi perilaku perundungan, baik di ranah siber maupun dunia nyata, agar anak-anak muda Indonesia berani berdikari dan percaya diri, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang terpandang.
Tak mudah menggerakkan hati orang-orang untuk berempati terhadap kasus perundungan ini. Salah satu jalan terbaik adalah dengan mengungkapkan lewat cerita pendek. Atas inisiatif tersebut lah IDN Times Community mengajak Community Writers untuk berkontribusi memerangi perilaku bullying.
Terdapat ratusan cerita yang kami terima dan terpilih 20 cerita terbaik yang diterbitkan secara online dalam Antologi Cerpen IDN Times Community: Jangan Panggil Aku Lemot di platform Storial.co.
Yang kita pikirkan selama ini, bentuk perundungan hanya terbatas pada kekerasan fisik. Padahal, lebih jauh dari itu, bentuk perundungan verbal pun membekaskan luka dalam benak orang-orang yang mengalaminya. Potret semacam ini barangkali sulit kita temui, namun lewat penuturan para penulis dalam cerpen-cerpen ini setidaknya bisa membuat kita sadar, bullying tidak serta merta tampak dampaknya dari luar, melainkan juga apa yang ada dalam pikiran para penyintas.
Cerpen-cerpen terpilih dalam antologi ini diedit Arifina Budi Aswati dan Novaya Siantita, keduanya adalah editor komunitas penulis IDN Times. Tulisan yang dipilih tidak sekadar menyajikan kisah dari sudut pandang mereka yang mengalami perundungan, melainkan sudut pandang lain yang lebih luas. Mulai dari sudut pandang si perundung itu sendiri, active bully, hingga witness atau orang yang menyaksikan bullying dan mencoba membantu korban.
Dari 20 cerpen tersebut, semoga saja dapat semakin membuka mata hati pembaca bahwa kasus bullying atau perundungan — sesepele apa pun — bukan lah kasus yang main-main. Kasus ini begitu kompleks, sehingga perlu langkah-langkah strategis untuk menguranginya.
Kisah yang dituliskan para Community Writers tersebut diharapkan dapat menjadi penguat bagi kawan-kawan yang mengalami perundungan. Ya, amat sulit untuk jujur mengungkapkannya. Bagaimana pun, diri sendiri adalah pahlawan paling besar untuk melawan bullying. Maka, jangan takut untuk bicara.
Jika sulit mengungkapkannya, coba tuliskan. Semoga lukamu luruh lebih cepat dengan begitu. Karena setiap manusia terlahir spesial, jangan beri ruang bagi setan-setan di kepala maupun orang-orang di luar sana meruntuhkan tembok kepercayaan diri yang sudah lama kamu bangun.
Kamu bisa baca kisah-kisah perjuangan melawan bullying selengkapnya di sini storial.co/book/jangan-panggil-aku-lemot