Pesan yang Kutulis untuk Diriku Sendiri 5 hingga 10 Tahun Mendatang

Artikel ini merupakan hasil karya peserta kompetisi menulis #WorthyStory yang diadakan oleh IDNtimes.com. Kalau kamu ingin artikelmu eksis seperti ini, yuk ikutan kompetisi menulis #WorthyStory sekarang juga. Informasi lebih lengkapnya, kamu bisa cek di sini.
Pada lima atau sepuluh tahun mendatang, jika kau masih anak negeri ini, maka semua tulisan ini berlaku padamu. Namun jika kau bukan lagi, biarlah surat ini bersatu dengan tumpukan kertas usangmu karena sejatinya pesan ini hanya kutulis untukmu.
Kau mungkin sudah bosan dengan puluhan bahkan ribuan cerita tentang negerimu ini. Ribuan pujian yang setiap hari terus dilayangkan karena keelokannya sebagai sebuah negeri. Bahkan pujian ini pun ditulis dalam bentuk lagu. Aku tak yakin, tapi mungkin kau pernah mendengarkannya.
“Orang bilang tanah kita, tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman...”

Bahkan lagu itu tergolong ‘jadul’ bagiku apalagi bagimu. Aku juga berpikir bahwa kau pasti lebih tahu dibandingkan aku tentang kehebatan negeri ini. Kehebatan alamnya, manusianya, dan masih banyak lagi. Aku yakin kau lebih tahu.
Ayolah, jamanmu lebih maju dibandingkan dengan jamanku. Jika dunia masih perlu kuota untuk kugenggam, maka aku yakin jamanmu sudah tidak memerlukannya lagi. Duniamu tanpa batas. Oleh karena itu aku tak ingin membuatmu semakin bosan dengan menjejalimu hal yang sama.
Aku hanya ingin membuat matamu terbuka dengan sejarah. Sejarah, ya, karena aku tak ingin menyuruhmu melakukan sesuatu, aku hanya ingin kau sadar dan menyadarkan teman-temanmu, cukup itu.
Pada jamanku, arus globalisasi dimulai. Seperti seseorang yang shock karena sesuatu yang mengagetkan, jamanku pun begitu. Pemuda Indonesia saat itu juga tengah shock dengan arus globalisasi yang begitu kencang sehingga mereka pun terombang-ambing.
Ada beberapa dari mereka yang bertahan, menyangkutkan diri pada dahan-dahan. Namun sayangnya mereka berpencar, satu di barat dan satu di timur sehingga mereka tak punya kekuatan. Arus terlalu kencang dan mereka harus bertahan sendirian.
Yah, ada beberapa pemuda baik di jamanku, tapi mereka sendirian. Mereka berpencar sehingga suara kebaikan mereka tak terdengar. Pemuda-pemuda ‘alim yang setiap harinya menghabiskan waktu di masjid.
Mereka mengerjakan dan mengajarkan kebaikan melalui serangkaian kajian. Namun sayang hanya beberapa yang datang, mereka tak punya kekuatan untuk menghimpun pasukan karena mereka berpencar dan sendirian.

Arus masih terus berlanjut. Beberapa pemuda lain ikut hanyut. Ada yang masih sadar dan berteriak meminta pertolongan tapi ada juga yang sudah pingsan. Mereka yang masih sadar tahu bahwa arus ini adalah kesalahan tapi apa daya, tetap juga mereka teruskan.
Ada yang seperti itu?
Ada dan itulah mereka. Para pemuda yang sadar bahwa cerita sinetron hanyalah bualan, novel adalah dunia khayalan tapi tetap mereka anggap sebagai dunia sungguhan. Tak jarang mereka membenci seseorang hanya karena peran yang dimainkan. Ada juga yang cintanya berlebihan, hingga bertemu dengan artis idolanya pun harus menangis tak karuan.
Mereka juga sadar bahwa facebook, twitter, instagram, line, whatsapp, dan serangkaian aplikasi lain justru menjauhkan tapi mereka tetap menggunakannya. Sebagian dari mereka lebih parah lagi. Sadar tentang bahaya NAPZA, seks bebas tapi tetap mendekatinya dengan alasan “sudah terlanjur ketagihan”.

Yang tidak sadar, bagaimana kondisi mereka?
Jangan tanya, jika yang sadar saja seperti itu apalagi yang tidak sadar. Mereka menikmati tanpa tahu bagaimana risikonya. Bagi mereka, asal itu menyenangkan maka tidak ada lagi yang perlu diperhatikan.
Pada akhirnya tidak ada yang selamat dari mereka. Yang baik hanya bisa bertahan sebentar, karena tak kuat menanggung beban sendirian. Yang terseret arus dan sadar pada akhirnya harus tenggelam. Yang terseret arus dan tak sadar, tak perlu kau tanya karena kondisinya mengenaskan.
Itulah jamanku, memprihatinkan bukan? Jika kau bercita-cita menjadi seperti mereka, serpihan yang berserakan karena arus, maka cukup kau teruskan apa yang sudah ada sekarang. Tapi jika tidak, kenapa tak kau hentikan? Tak perlu memikirkan aku dan teman-temanku, juga tak perlu kau pikirkan negeri ini, terlalu besar. Cukup kau dan teman-temanmu yang kau pikirkan.
Karena sejak arus itu ada, kata kami menjadi tiada dan sekarang aku harap kau melahirkannya kembali ke dunia. Cukup kau dan teman-temanmu, supaya kalian selamat dan menyelamatkan -- jika kau mau.
#WorthyStory
