Produk Ramah Lingkungan Membantu Bumi, Bukan Merusaknya

Darurat sampah, Indonesia OTW jadi kerajaan plastik? 

Salah satu prioritas isu yang diusung Indonesia dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 adalah mendorong transisi energi bagi keberlanjutan ekosistem global. G20 diyakini bisa menjadi momentum memantapkan komitmen bersama dalam penguatan kerja sama dan sinergi antarpemerintah, akademisi, dan industri untuk menciptakan ekosistem transisi energi yang optimal.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah melakukan percepatan pelaksanaan peningkatan infrastruktur di Provinsi Bali dalam rangka mendukung Presidensi Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 bulan Oktober 2022.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, “Bali yang akan menjadi pusat lokasi penyelenggaraan KTT G20 dengan tema Recover Together, Recover Stronger, akan dibuat lebih ramah lingkungan melalui kegiatan pembenahan infrastuktur kawasan yang didukung dengan penghijauan yang masif”. 

Task Force Energy, Sustainable & Climate Business 20 (B20), melalui agenda The 2nd Call Meeting Task force Energy, Sustainable, and Climate (ESC) B20 mendorong perusahaan global membuat kebijakan yang akan ditindaklanjuti pada kepemimpinan G20. Utamanya yang bertujuan untuk menekan perubahan iklim, penggunaan energi bersih, dan penurunan emisi karbon.

Oke, sekarang mari kita bahas satu hal yang menurut penulis paling inti dan mendasar untuk dijadikan acuan perbaikan selanjutnya. Yakni penggunaan plastik.

Sebenarnya ada banyak alasan mengapa plastik menjadi salah satu bagian yang tidak bisa terpisahkan dari peradaban manusia modern. Yang pertama karena plastik murah, kedua tahan lama, dan ketiga praktis. Segala macam alasan mendukung diciptakannya plastik, karena saat itu penggunaan kantong kertas dianggap membahayakan lingkungan. Semakin banyak kantong kertas, semakin banyak pohon yang ditebang. Namun seiring waktu, plastik menjadi polutan bagi bumi dan mendominasi jenis sampah di masyarakat, mulai dari kantong plastik, gelas plastik, kemasan produk, kemasan sachet, dan masih banyak lagi.

Dikutip dari Kementrian Kelautan dan Perikanan, Indonesia masuk urutan kedua penyumbang sampah plastik sejagat pada tahun 2019 dengan 3,21 Juta metrik ton/tahun, sedangkan di urutan pertama China dengan 8,81 juta metrik ton/tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun dan sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sementara berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta selama periode Oktober hingga Desember 2021, volume sampah yang diangkut dari sungai di Jakarta itu setara 2,5 kali bangunan Monas.

Tanpa sadar, manusia menimbun plastik berukuran mikroskopik di dalam sistem pencernaan mereka. Berita tentang mikroplastik semakin menakutkan setiap harinya. Dari gambar burung camar mati dengan perut penuh dengan serpihan plastik dan tutup botol plastik, hingga penemuan mikroplastik di dalam ikan yang sering kita makan, dan fakta bahwa seseorang telah menemukan bahan anorganik mikroskopis plastik di plasenta bayi manusia. Bahkan parahnya lagi, dikatakan bahwa mikroplastik telah ditemukan di paru-paru manusia. Ini berarti kita juga bisa menghirup mikroplastik tanpa menyadarinya. Bisa dibayangkan seberapa bahayanya plastik bagi kehidupan manusia dan ekosistem?

Melihat kondisi ini, sepertinya Indonesia harus belajar dari Jerman. Kenapa Jerman? Negara di Eropa Barat ini merupakan negara dengan tingkat daur ulang terbaik di dunia berdasarkan data dari Eunomia, yang dikutip oleh World Economic Forumpersentase. Di Jerman, sampah yang diolah kembali sudah di atas 50%. Padahal sebenarnya, Jerman negara yang hidup dari plastik karena salah satu penghasil devisa negara Jerman adalah plastik, dan saat ini Jerman menjadi produsen plastik terbesar di Eropa dengan jumlah 13 ton setiap tahun. Jadi, apa yang menyebabkan Jerman dapat memiliki tingkat daur ulang terbaik di dunia? Jawabannya adalah kebijakan pemerintah dan pengaplikasiannya.

Indonesia juga sudah memiliki kebijakan tentang sampah plastik ini. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri seperti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang mengamanatkan pemilahan dan pewadahan sejak dari sumber. Peraturan Daerah (Perda) tentang pengeloaan sampah juga sudah dimiliki oleh beberapa daerah.

Alasan mengapa pengelolaan sampah plastik di Indonesia belum optimal seperti Jerman adalah karena realisasinya masih belum banyak diperhatikan. Walaupun sudah ada peraturan daerah yang dibuat, namun sosialisasi terkait Perda tersebut masih belum semua dilakukan, sehingga implementasi regulasi tersebut belum optimal. Misalnya sanksi bagi pelanggaran dan penegakan hukum yang telah ditetapkan di Perda belum dapat dijalankan sepenuhnya.

Kita tidak pernah bermaksud memasukkan plastik dalam perjalanan evolusi, tetapi tampaknya peristiwa itu tidak dapat dihindari – kecuali jika kita bergerak cepat untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang masuk ke lautan kita dan mencemari lingkungan kita.

1000 aspirasi Indonesia muda sekiranya dapat membantu bangsa ini dalam usaha pengurangan limbah plastik, yang salah satunya dapat dikembangkan melalui pemerataan regulasi 'tolak plastik' di seluruh provinsi di Indonesia. Hal-hal yang bisa dilakukan oleh seluruh civitas, yakni hendaknya dapat mengurangi konsumsi plastik terutama yang sekali pakai. Bisa juga dengan mencari bahan pengganti yang memiliki sifat sama atau setidaknya mirip dengan plastik, tetapi tetap mengemban prinsip ramah lingkungan. Alternatif lainnya yaitu mengikuti jejak Jerman, dengan mendaur ulang plastik dan menghasilkan cuan untuk negara.

Baca Juga: [OPINI] Sampah Laut: Saat Buang Sampah Sembarangan Jadi Kebiasaan

Putu Winda Photo Writer Putu Winda

"Sastra adalah sebuah kemewahan, fiksi adalah sebuah kebutuhan" - Gilbert Keith Chesterton

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dimas Bowo

Berita Terkini Lainnya