Mendorong Stunting, Wasting dan Underweight Dibahas dalam KTT G20

Status gizi Indonesia masih jauh di bawah standar WHO  

Tahun ini Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa. Presidensi G20 Indonesia mengangkat tiga isu prioritas yang meliputi sistem kesehatan dunia, transformasi ekonomi dan digital, serta transisi energi. Ratusan pertemuan digelar selama setahun penuh sejak 1 Desember 2021 hingga hari puncak pada 15-16 November 2022 mendatang.

Kementrian Kesehatan selaku pemimpin Kelompok Kerja Bidang Kesehatan Presidensi G20 Indonesia telah memulai Health Working Group (HWG) bertajuk “Harmonizing Global Health Protocol Standards”. HWG 1 yang digelar di Yogyakarta pada 28-30 Maret lalu membahas harmonisasi standar protokol kesehatan global untuk perjalanan antar negara. Dilanjutkan dengan HWG 2 di Lombok pada 6-7 Juli yang membahas pembentukan mekanisme pembiayaan kesehatan global dalam menghadapi pandemi di masa yang akan datang. Sementara HWG 3 akan dilaksanakan pada 22-23 Agustus di Bali dengan agenda pembahasan pembangunan pusat studi serta manufaktur untuk Pencegahan, Persiapan, dan Respons (PPR) terhadap krisis kesehatan.

Pemulihan pasca pandemi COVID-19 menjadi isu utama pada KTT G20. Kita semua merasakan bagaimana krisis kesehatan berdampak pada seluruh aspek kehidupan manusia, terutama ekonomi. Lalu bagaimana dengan isu kesehatan lain seperti stunting, wasting dan underweight? Apakah perbaikan nutrisi dan gizi tidak bersifat urgensi untuk dibahas di forum diskusi internasional seperti pandemi COVID-19? Apakah rakyat Indonesia telah benar-benar lepas dari masalah malnutrisi?

Mengenal tiga masalah yang disebabkan malnutrisi  

Mendorong Stunting, Wasting dan Underweight Dibahas dalam KTT G20Sosialisasi pencegahan stunting di Nusa Tenggara Timur. (instagram.com/bkkbnofficial)

Ketidakseimbangan gizi atau malnutrisi bisa menyerang manusia di segala usia, namun anak-anak adalah kelompok yang paling rentan. Permasalahan keseimbangan gizi dapat menimbulkan masalah gizi kronis seperti stunting, wasting dan underweight. Mengacu pada Permenkes No. 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak, berikut penjelasan ketiganya:

  • Stunting

Stunting (pendek menurut umur) adalah gangguan pertumbuhan yang membuat tinggi badan seorang anak tidak mencapai angka ideal di usianya. Status ini menunjukkan indikasi masalah gizi kronis akibat kekurangan gizi maupun infeksi dalam jangka waktu yang lama.

  • Wasting

Wasting (kurus menurut tinggi badan) adalah kondisi seorang anak dengan berat badan rendah namun tinggi badannya cukup. Status ini menunjukkan indikasi masalah gizi akut yang sensitif terhadap perubahan secara cepat seperti wabah penyakit dan kelaparan.

  • Underweight

Underweight (berat badan kurang menurut umur) adalah kondisi berat badan seorang anak jauh di bawah angka ideal untuk usianya. Status ini menunjukkan indikasi masalah gizi secara umum.

Kabar buruknya, tiga masalah ini masih menjadi ancaman bagi anak-anak Indonesia. Fakta ini dibuktikan dengan bertenggernya Indonesia di dalam daftar lima besar negara dengan kasus stunting tertinggi di dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggara.

Lapor merah hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021  

Mendorong Stunting, Wasting dan Underweight Dibahas dalam KTT G20hasil Studi Status Gizi Indonesia 2021 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)

Desember 2021 lalu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan menerbitkan hasil Studi Status Gizi Indonesia. Survei yang dilakukan bersama Badan Pusat Statistik (BPS) ini menyasar 514 kabupaten dan kota se-Indonesia dengan jumlah blok sensus sebanyak 14.889 dan 153.228 jiwa balita yang sudah terintegrasi dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

Hasilnya, prevalensi balita stunted nasional pada 2021 menunjukkan angka 24,4% atau sebanyak 5,33 juta jiwa. Angka ini menurun dari 2019 yang mencapai 27,7%. Meski terdapat penurunan, prevalensi stunting masih jauh di bawah kategori baik sesuai standar WHO yaitu 20%. Dari 34 provinsi, hanya Bali yang memenuhi standar karena menunjukkan angka 10,9%. Sedangkan prevalensi tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur dengan 48,3%.

Prevalensi balita wasted juga mengalami penurunan dari 7,4% pada 2019 menjadi 7,1%. Namun tetap saja ini belum memenuhi kriteria baik versi WHO yang menetapkan angka prevalensi di bawah 5%. Lagi-lagi hanya Bali yang berada di posisi aman dengan prevalensi 3%.  Angka tertinggi kasus wasting masih dialami wilayah timur Indonesia, Maluku dengan prevalensi 12%.

Berbeda dengan kasus stunting dan wasting, masalah balita underweight Indonesia pada 2021 justru mengalami peningkatan dari 16,3% menjadi 17%. Nusa Tenggara berada di posisi pertama sebesar 29,3%, disusul Maluku 26,4% dan Kalimantan Selatan 24,3%.

Secara keseluruhan, hasil Studi Status Gizi Indonesia 2021 berdasarkan komposit tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan menunjukkan lapor merah. Sebagian besar provinsi berada di kondisi kronis-akut, terutama wilayah Indonesia Timur. Ini menunjukkan bahwa masih banyak balita di negeri ini tidak mendapat asupan gizi seimbang.

Keseriusan pemerintah menangani masalah stunting, wasting dan underweight

Mendorong Stunting, Wasting dan Underweight Dibahas dalam KTT G20Presiden Joko Widodo mengunjungi Desa Kesetnana, NTT, Kamis (24/3/2022). (instagram.com/jokowi)

Pemerintah Indonesia tidak tutup mata pada masalah malnutrisi. Stunting menjadi isu prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, pemerintah menargetkan angka prevalensi ditekan menjadi 14% pada tahun 2024 mendatang.

Target ini diimplementasikan dalam enam intervensi kepada perempuan sejak sebelum kehamilan hingga setelah kelahiran melalui Puskesmas dan Posyandu yang meliputi:

  1. Promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak
  2. Promosi dan konseling menyusui
  3. Pemantauan dan perkembangan anak
  4. Pemberian suplemen tablet tambah darah dan vitamin A bagi ibu hamil dan remaja
  5. Penanganan masalah gizi buruk dan pemberian makanan tambahan
  6. Tata laksana gizi buruk

Langkah intervensi di atas diiringi dengan program lain seperti penambahan alokasi dana bantuan operasional kesehatan untuk terapi gizi di Puskesmas,  revitalisasi proses rujukan balita weight faltering dan stunting, perubahan aturan BPJS agar pasien malnutrisi dapat dilayani di rumah sakit dan penambahan imunisasi dasar menjadi 14 jenis.

Selain perbaikan sistem kesehatan, edukasi gizi juga dilakukan kepada ibu hamil dan remaja perempuan. Upaya ini bersifat preventif karena faktor utama malnutrisi adalah kurangnya asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Nutrisi harus dipenuhi sejak 270 hari di dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun agar tumbuh kembangnya optimal. Selama periode ini, sel-sel otak berkembang dan saling membentuk koneksi. Asupan nutrisi adalah salah satu faktor penting dalam proses pembentukan otak, metabolisme, sistem pencernaan hingga sistem kekebalan tubuh. Itulah mengapa upaya penanggulangan malnutrisi bukan hanya menyasar balita dan anak-anak secara langsung, tetapi juga remaja perempuan dan ibu hamil.

Penanggulangan stunting, wasting dan underweight di tengah pandemi 

Mendorong Stunting, Wasting dan Underweight Dibahas dalam KTT G20Sosialisasi pencegahan stunting di Nusa Tenggara Timur. (instagram.com/bkkbnofficial)

Faktor ekonomi keluarga berimbas langsung pada asupan gizi yang diterima anak. Angka kemiskinan berbanding lurus dengan tingkat malnutrisi. Anak-anak di keluarga ekonomi rendah cenderung lebih sulit mendapatkan akses ke makanan bergizi seimbang. Jika akses ke makanan bergizi seimbang sebelum pandemi COVID-19 saja tidak merata, apalagi kondisi setelah pandemi melanda.

Dunia tidak baik-baik saja di masa pandemi. Upaya menurunkan prevalensi stunting Indonesia ke angka 14% di 2024 menghadapi tantangan besar. Ekonomi global yang melemah akibat pandemi COVID-19 membuat jutaan orang kehilangan pendapatan dan pekerjaan. Sementara keluarga menjadi lingkup yang paling rentan.

Belum lagi fasilitas kesehatan yang dipenuhi oleh pasien terinfeksi COVID-19 dan layanan Posyandu yang sempat dihentikan mengganggu jalannya upaya penanggulangan malnutrisi. Padahal Posyandu adalah fasilitas kesehatan yang berfungsi memantau tumbuh kembang balita di lingkup yang lebih kecil. Jika tidak ditangani dengan cepat, kondisi ini berpotensi meningkatkan angka kasus malnutrisi di masa depan.

Satu hal penting lain yang tidak boleh kita abaikan adalah virus COVID-19 menyerang sistem kekebalan tubuh. Penderita yang memiliki penyakit bawaan mengalami dampak infeksi yang lebih parah, bahkan beresiko pada kematian. Anak-anak penderita malnutrisi termasuk kelompok rentan karena memiliki sistem imun rendah akibat ketidakseimbangan asupan gizi yang diterimanya.

Membawa isu malnutrisi di KTT G20 sebagai rantai siklus yang harus segera diputus

Mendorong Stunting, Wasting dan Underweight Dibahas dalam KTT G20Pertemuan kedua Health Working Group (HWG) di Lombok pada 6-8 Juni 2022. (instagram.com/indonesia.g20)

Jika ditarik benang merah, malnutrisi membentuk sebuah lingkaran siklus. Ekonomi memengaruhi asupan gizi yang diterima anak, lalu anak yang terlahir malnutrisi akan tumbuh menjadi remaja kurang gizi. Setelah menikah, mereka berpotensi besar melahirkan anak-anak dengan kondisi yang sama. Mata rantai ini harus diputus agar tidak terjadi lagi pada generasi selanjutnya.

Tidak bisa dimungkiri, ekonomi dan kesehatan adalah masalah yang saling berkaitan. Taraf ekonomi memengaruhi tingkat kesehatan dan krisis kesehatan melumpuhkan perekonomian.

Sesuai tema “Recover Together, Recover Stronger”, upaya pemulihan pasca pandemi di sektor ekonomi dan kesehatan adalah isu prioritas dalam Presidensi G20 yang tengah berlangsung. Forum yang merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global dan 80% PDB dunia ini menyinergikan langkah penarikan stimulus agar pemulihan ekonomi negara anggota bisa terus berjalan. Sementara di bidang kesehatan, salah satu isu prioritas adalah Pencegahan, Persiapan, dan Respons (PPR) terhadap krisis kesehatan di masa depan.

Upaya penanggulangan malnutrisi harus menjadi sub pembahasan prioritas karena merupakan bentuk ancaman kesehatan secara langsung. Mau tidak mau kita harus bersiap dengan kemungkinan ancaman pandemi lain di masa yang akan datang. Sumber Daya Manusia (SDM) bergizi seimbang adalah salah satu persiapan untuk meminimalisir dampak pandemi.

Pemerintah Indonesia sebagai negara tuan rumah diharapkan dapat memanfaatkan momen KTT G20 untuk memperoleh pengetahuan mengenai kebijakan strategis yang diterapkan oleh negara-negara lain dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Apalagi forum ini sebagian besar berisi negara maju dengan tingkat SDM berkualitas. Semoga melalui KTT G20, Indonesia secepatnya keluar dari daftar negara dengan angka kasus stunting, wasting dan underweight tertinggi di dunia.

Baca Juga: Lewat Y20, Millennial-Gen Z Indonesia Sumbang Aspirasi buat G20

Ratumas Ovvy Photo Verified Writer Ratumas Ovvy

Find me on Instagram @ratumasovvy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dimas Bowo
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya