Setiap manusia, tidak terkecuali perempuan dan laki-laki membutuhkan air setiap hari untuk berbagai kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan air di setiap keluarga khususnya di pedesaan, perempuan mempunyai peran dominan mulai dari mengambil air, memasak, memandikan anak, mencuci dan kebutuhan lain. Namun demikian, kenyataan laki-lakilah yang memegang kendali dalam pengambilan keputusan terkait penyediaan air dan sanitasi.
Kondisi ini kemudian menyebabkan timbulnya ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam penyediaan air minum dan sanitasi. Fasilitas yang dibangun sebagian besar tidak sesuai dengan kebutuhan terkait dengan kebutuhan perempuan yang merupakan pengguna air dominan baik dari segi proporsi jumlah penduduk maupun peran penggunaan air.
Untuk menjawab hal tersebut maka pembangunan yang inklusif dapat menjembatani ketimpangan agar partisipasi perempuan terwujud pada pembangunan yang berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat. Pembangunan inklusif adalah pembangunan yang memastikan semua kelompok masyarakat baik laki-laki dan perempuan terlibat dalam proses pembangunan.
Pembangunan inklusif terdiri atas tiga prinsip utama, yaitu partisipasi, nondiskriminasi, dan aksesibilitas. Pembangunan yang inklusif gender dimaksudkan untuk memastikan seluruh fase dalam siklus pembangunan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi memasukkan dimensi kebutuhan kelompok perempuan.
Pelibatan dan partisipasi perempuan menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan yang inklusif. Program pembangunan yang inklusif dimulai dengan proses penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan yang partisipatif dengan melibatkan semua lapisan masyarakat, baik laki-laki dan perempuan agar program yang disusun lebih terarah dan efektif.
Pada kenyataannya, hasil pembangunan belum secara merata dapat dinikmati. Antara lain, pembangunan belum memberi manfaat secara adil kepada perempuan dan laki-laki. Pembangunan yang semula dianggap “netral” dan akan memberi efek manfaat yang sama kepada setiap warga, sering kali memberikan dampak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Disadari, bahwa isu gender merupakan isu yang sudah lama pada berbagai program pembangunan di Indonesia. Namun demikian sampai saat ini partisipasi masyarakat perempuan dalam pembangunan masih rendah khususnya program atau kegiatan pembangunan di tingkat masyarakat. Oleh sebab itu, perlu adanya bahan informasi yang memuat konsep dasar tentang gender dan pemberdayaan masyarakat perempuan dan laki-laki. Informasi tersebut diharapkan dapat membuka wawasan berkenaan dengan kebijakan gender yang terkait dengan kebijakan pembangunan melalui Program Pamsimas.
Program Pamsimas dilaksanakan dengan pendekatan berbasis pada masyarakat melalui pelibatan seluruh masyarakat (perempuan dan laki-laki, kaya dan miskin, dsb.) dan pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Kedua pendekatan tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan prakarsa, inisiatif, dan partisipasi aktif masyarakat dalam memutuskan, merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, mengoperasionalkan dan memelihara sarana yang telah dibangun, serta melanjutkan kegiatan peningkatan derajat kesehatan di masyarakat dan lingkungan sekolah.
Proses pemberdayaan yang dimaksud adalah melibatkan semua lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Semua lapisan masyarakat mendapatkan kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam setiap kegiatan, dalam pengambilan keputusan, menerima manfaat dan melakukan kontrol. Namun, sayangnya hingga saat ini ketidaksetaraan partisipasi antara laki-laki dan perempuan masih belum terjadi. Atau dengan kata lain masih terjadi kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan.