Dari dua contoh yang saya jelaskan di atas, pastinya sudah ada salah satu benang merah yang bias kita Tarik. Dari kedua sikap tersebut, bias dibilang para perokok termasuk orang yang egois.
Bapak dan tetangga saya atas adalah contoh orang-orang egois, karena hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak melihat hal-hal lain yang lebih penting, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga dan lingkungannya. Seperti pendidikan atau gizi anak-anak mereka.
Menurut teman saya sendiri yang bekerja di industri rokok, pernah mengatakan jika merokok itu merupakan tindakan yang sangat tidak rasional. Sudah tahu merugikan, baik untuk diri sendiri dan orang lain, tapi tetap saja dilakukan.
Memberlakukan kebijakan pembatasan konsumsi rokok ini merupakan langkah kecil yang sangat ingin saya lakukan jika saya punya kesempatan menggantikan Presiden Jokowi meski hanya sehari saja. Meski langkah ini termasuk kecil, namun efeknya bisa begitu besar.
Langkah ini bisa dimulai dengan membatasi usia perokok. Sudah sepatutnya izin menrokok ini baru bisa dikantungi oleh mereka yang sudah berusia 18 tahun ke atas. Kita tak bisa lagi menutup mata bahwa pada faktanya, saat ini banyak sekali anak-anak di bawah umur sudah pandai sekali menikmati rokok tanpa rasa canggung. Bahkan fenomena ini sudah menjadi sorotan dunia luar.
Setiap pembeli rokok wajib menunjukkan KTP, agar anak-anak di bawah umur tak bisa lagi membeli rokok. Rokok juga seharusnya dijual di outlet-outlet tertentu yang berijin. Rokok tidak lagi diperjual-belikan secara bebas, supaya anak-anak di bawah umur tidak terkontaminasi oleh rokok yang sangat berbahaya bagi tubuhnya.
Sudah sepatutnya pemerintah melindungi warganya dari hal-hal yang membahayakan, salah satunya adalah rokok. Rokok adalah salah satu penyebab timbulnya penyakit. Berawal dari sector kesehatan inilah, kemungkinan kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat berangsur-angsur membaik.