Telaah Kondisi Sanitasi Air Demi Kualitas Hidup yang Lebih Baik

Air berperan sebagai salah satu sumber kehidupan

Ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, manusia sudah mempunyai banyak gagasan untuk pembuangan limbah kotorannya sendiri. Kesadaran manusia yang semakin berkembang membuat mereka sadar akan kebutuhan sistem sanitasi yang berpengaruh pada kebersihan dan kondisi kesehatan mereka.

Ditilik dari sejarahnya, sistem sanitasi pertama kali dipelopori oleh peradaban lembah Sungai Indus yang mencakup Pakistan, India, dan Afganistan. Sebagai salah satu peradaban tercanggih pada zamannya, masyarakat mereka telah mengenal sistem sanitasi melalui pipa-pipa rumit yang terbuat dari tanah liat. Hal itu membuat perencanaan kota mereka lebih baik daripada peradaban-peradaban lainnya.

Kemudian sistem sanitasi tersebut dikembangkan dengan lebih memerhatikan estetika oleh peradaban-peradaban lain seperti peradaban Romawi Kuno dan peradaban Aztec. Meskipun saat itu sanitasi yang baik hanya bisa dinikmati masyarakat kelas atas, hal ini membuktikan bahwa kebudayaan manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Topik tentang sistem kesehatan dunia yang mencakup sanitasi air ini merupakan salah satu agenda yang dibahas pada KTT G-20 yang akan diselenggarakan di Bali, pada 15--16 November mendatang. Melalui slogan yang diusung Presidensi G20 Indonesia yaitu"Recover Together, Recover Stronger", anak muda dituntut untuk berpikir kritis mengenai isu yang ada dan menjadi bagian dari 1000 Aspirasi Muda Indonesia.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan sanitasi terburuk di dunia

Sebagai negara dengan populasi terbanyak keempat di dunia, kondisi sanitasi di Indonesia masih tergolong tidak layak. Menurut catatan World Health Organization (WHO) pada tahun 2017, Indonesia menempati urutan ketiga dengan sanitasi terburuk setelah India dan Cina. Sanitasi yang layak ditandai dengan tersedianya air bersih yang cukup dan fasilitas pembuangan limbah kotoran manusia yang sistematis.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak di daerah perkotaan dan pedesaan meningkat menjadi 83,66 persen dan 74,27 persen.

Namun, angka itu masih jauh jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita dan berakibat pada penyebaran berbagai penyakit di masyarakat. Menurut Soebagyo dalam Diare Akut Pada Anak pada tahun 2008, satu dari empat anak balita di Indonesia menderita diare. Hal ini dikarenakan kualitas air yang rendah karena terkontaminasi oleh bakteri.

Pada G20, pemerintah berniat melanjutkan program untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat sesuai dengan tujuan keenam Suistanable Development Goals (SDGs), yaitu menjamin ketersediaan dan pengelolaan air bersih dan sanitasi berkelanjutan untuk semua.

Sanitasi air yang buruk berdampak ke segala aspek

Dikutip dari situs Borgen Project, sekitar 2,3 persen dari PDB (pendapatan domestik bruto) Indonesia hilang akibat masalah kesehatan dan air. Sanitasi yang buruk juga mengakibatkan setidaknya 120 juta kasus penyakit dan 50 ribu kematian dini. Kerugian ekonomi akibat air yang tercemar juga melebihi 22 miliar rupiah per tahun.

Namun, apakah hanya pemerintah yang bertanggungjawab atas permasalahan ini? Tentu tidak. Kita sebagai masyarakat juga harus ikut berperan mendukung program-program pemerintah beserta lembaga seperti IUWASH PLUS demi mewujudkan Indonesia Sehat 2030.

Dalam laporan akhirnya, IUWASH PLUS selama 5 tahun mampu memenuhi targetnya dengan memberikan akses air minum layak kepada lebih dari 1,6 juta orang, sementara itu sebanyak 367 ribu orang mendapatkan akses sanitasi yang layak.

Tak hanya berdampak pada sektor ekonomi, bahkan sanitasi yang tidak fungsional juga menjadi tantangan untuk para remaja putri yang sedang mengalami menstruasi. Sanitasi yang buruk seringkali kita jumpai di sekolah-sekolah, yang menyebabkan para remaja putri enggan untuk mengganti pembalut karena sarana sanitasi yang tidak mencukupi.

Menurut catatan UNICEF pada tahun 2020, sekitar 79 persen sekolah di Indonesia kekurangan akses air bersih yang memadai, lebih dari 44 persen kekurangan sarana toilet, dan lebih dari 50 persen tidak memiliki sarana mencuci tangan. Data di atas sudah sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi bukti yang cukup kuat tentang kondisi sanitasi air di Indonesia.

Butuh kerja sama dari banyak pihak untuk mengatasi kondisi sanitasi air saat ini

Bukan hanya pemerintah, bukan hanya masyarakat juga, namun semua pihak bertanggung jawab dalam mengatasi kondisi sanitasi di negara kita saat ini. Berbagai kondisi yang sudah dipaparkan di atas menjelaskan bahwa beberapa permasalahan perlu segera ditangani.

Sebagai contoh, Sungai Citarum yang membentang sepanjang 300 kilometer adalah pusat kehidupan bagi masyarakat yang tinggal di area Bandung dan Jabodetabek untuk sumber air, irigasi, maupun listrik. Namun, dari tahun ke tahun, fungsi Sungai Citarum sebagai sumber kehidupan masyarakat semakin menurun akibat pencemaran air yang parah.

Akhirnya, pemerintah dengan bantuan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Pembangunan Inter-Amerika bekerja sama dalam program pembersihan sungai selama tujuh tahun, dan berkomitmen untuk menjadikan air Sungai Citarum dapat diminum pada 2025 mendatang.

Contoh di atas membuktikan perlunya kerja sama dari berbagai pihak untuk mewujudkan Indonesia memiliki sanitasi air yang berkualitas. Karena dengan sanitasi yang berkualitas, maka penyebaran penyakit bisa ditekan dan taraf hidup masyarakat akan meningkat.

Mari kita jadikan momentum Presidensi G20 Indonesia ini sebagai ajang untuk menyadari betapa pentingnya kualitas sanitasi air sebagai salah satu cerminan kualitas sebuah negara.

Baca Juga: 5 Upaya Menciptakan Sanitasi Air yang Baik bagi Masyarakat

Yuki Kristina Lase Photo Verified Writer Yuki Kristina Lase

Suka nulis. Nulis apa aja.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura

Berita Terkini Lainnya