Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret bendera Swedia dengan latar belakang kota Stockholm (pixabay.com/chiprida)

Swedia modern adalah salah satu negara paling makmur di dunia—terkenal dengan netralitasnya di dua perang dunia dan memiliki reputasi sebagai negara sosialis modern yang tenang dan berjalan dengan cukup baik. Akan tetapi, sejarah negara Swedia sebenarnya sama tegangnya seperti sejarah negara konflik lain.

Swedia pernah menjadi kerajaan yang kuat dan memiliki sejarah yang penuh dengan perang, revolusi, dan beberapa keputusan yang sangat buruk. Berikut adalah beberapa keputusan yang disesali oleh Swedia.

1. Pertumpahan darah Stockholm

Setelah pembantaian Stockholm, Gustav membuat poster pembantaian yang bertujuan sebagai propaganda politik. Ingin menggambarkan Christian II dari Denmark sebagai seorang tiran yang kejam. (commons.wikimedia.org/Dan Koehl)

Kembali di awal abad ke-16, Denmark, Norwegia, dan Swedia adalah bagian dari Persatuan Kalmar, yang menggabungkan tiga negara tersebut di bawah satu raja dalam persatuan pribadi. Sebagaimana dicatat oleh Britannica, Swedia mencoba melepaskan diri dari Persatuan Kalmar pada tahun 1519, tetapi Raja Christian II dari Denmark menyerbu Swedia, dan menangkap para pemberontak.

Lalu, Christian II dari Denmark berhasil menguasai Swedia dan menjadi raja Swedia pada tahun 1520. Ia mengadakan pesta mewah untuk merayakannya. Di akhir pesta, dia mengumpulkan sekitar 80 bangsawan Swedia dan pemimpin agama, lalu mengeksekusi mereka dalam bentuk pembantaian.

Raja Christian II ingin memperkuat kendalinya atas negara itu—tetapi justru sebaliknya. Seperti dicatat oleh The Local, pertumpahan darah tersebut membangkitkan kembali pemberontakan Swedia dan membuat bangsawannya sendiri merasa tidak nyaman, karena membunuh bangsawan dipandang sebagai preseden yang sangat buruk.

Pada 1522 Swedia telah memenangkan kemerdekaannya dan menjadi negara yang benar-benar merdeka. Pada 1523, Christian II diusir dari Denmark. Pada tahun 1531 dia ditangkap dan menghabiskan sisa hidupnya dalam penjara.

2. Raja Charles XII menginvasi Rusia

Charles XII di Pertempuran Poltava (dok. Project Runeberg/Carl Andreas Dahlström)

Citra geopolitik modern Swedia adalah netralitas. Negara tersebut menolak untuk memihak dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II dan menolak untuk bergabung dengan NATO pada tahun 1949, memilih untuk mengejar kebijakan 'non-blok'.

Akan tetapi, Swedia pernah menjadi salah satu negara yang paling suka berperang—dan pernah menjadi negara adidaya militer yang mendominasi Eropa. Sampai mereka membuat kesalahan dengan menginvasi Rusia.

Raja Charles XII naik takhta Swedia pada tahun 1697 di usia 15 tahun. Usia yang terlampau muda ini membuatnya di pandang sebelah mata. Sebaliknya, Charles ternyata adalah seorang jenius militer dan politik.

Seperti yang dilaporkan We Are the Mighty, selama enam tahun pertempuran, dia menjatuhkan setiap negara lain dari perang, sampai akhirnya Rusia menuntut perdamaian. Charles, yang terlalu percaya diri, menolak untuk berdamai. Sebaliknya, dia menginvasi Rusia. Itu adalah keputusan yang mengerikan.

Pertempuran Poltava adalah kekalahan yang menghancurkan bagi Swedia. Tentara menyerah, dan Charles melarikan diri. Kekalahan itu memicu serangkaian bencana militer yang akhirnya menghancurkan Swedia sebagai kekuatan utama pada masa itu.

3. Raja Gustav III mencoba untuk mereformasi Swedia

lukisan Gustav III dari Swedia (1746-1792) (King Gustav III of Sweden karya Lorens Pasch the Younger)

Swedia mungkin tampak tenang di zaman modern, tetapi sejarahnya dipenuhi dengan kekerasan dan revolusi. Kembali pada akhir abad ke-18, Swedia memiliki kekuatan militer yang diperhitungkan di Eropa, dan raja-rajanya memiliki kekuasaan besar. Hal ini membuat Raja Gustav III cukup yakin untuk mengubah masyarakat Swedia melalui perintah eksekutif.

Gustav telah merebut takhta pada tahun 1771 dengan bantuan tentara. Mahkota telah disubordinasikan ke Rikstag (badan legislatif) selama beberapa dekade, tetapi Gustav merebut kendali dari Rikstag. Dia terlibat dalam kebijakan sistematis untuk mengkonsolidasikan kekuatannya sendiri sambil memperkenalkan reformasi. Dia melucuti kekuasaan bangsawan, dan menggandeng kelas menengah ke bawah. Gustav mengira bahwa kebijakan ini akan menarik simpati rakyat dan memperkuat basis kekuatannya.

Gustav juga khawatir dengan Revolusi Prancis yang berkecamuk dan akhirnya membentuk liga pangeran untuk menentang revolusi populer semacam itu. Akan tetapi, seperti yang dicatat oleh Unofficial Royalty, dia mengambil keputusan yang keliru. Para bangsawan berkonspirasi untuk membunuhnya, dan Gustav ditembak pada tahun 1792. Tembakan itu tidak langsung membunuhnya, tetapi ia mengembangkan sepsis dan meninggal beberapa hari kemudian.

4. Swedia kembali berperang dengan Rusia

lukisan Gustav IV dari Swedia (Gustav IV Adolf of Sweden karya Per Krafft the Younger)

Pada awal 1800-an, Rusia menandatangani perjanjian dengan Napoleon Bonaparte. Napoleon telah melembagakan Sistem Kontinental, sebuah kebijakan ekonomi yang dirancang untuk mencekik kekuatan Inggris Raya. Sebagaimana yang dicatat oleh Russia Beyond, perjanjian yang ditandatangani Rusia mengharuskannya untuk menekan Swedia agar mematuhinya juga.

Namun, Raja Gustav IV dari Swedia membenci Napoleon. Jadi, dia mengabaikan ancaman Rusia dan justru bersekutu dengan Inggris. Rusia akhirnya menyatakan perang. Namun, pertahanan Swedia tidak direncanakan dengan baik. Alih-alih berdiri teguh melawan Napoleon dan menolak upaya Rusia untuk ikut campur dalam urusannya, Swedia kehilangan seluruh Finlandia, yang akhirnya menjadi kadipaten Rusia.

Kekalahan telak mengubah monarki Swedia menjadi pemerintahan yang jauh lebih lemah. Gustav digulingkan dalam kudeta militer, dan penggantinya dipaksa untuk menerima konstitusi baru yang membatasi kekuasaan mahkota. Alih-alih memoles otoritasnya sendiri, keputusan Gustav justru membuat Swedia menjadi lemah dan menjadikan mahkota sebagai boneka.

5. Kelaparan besar di Swedia

ilustrasi kelaparan di Swedia utara (Ett satans år: Norrland 1867 karya Olle Häger)

'Kelaparan', terkadang identik dengan negara miskin, bukan untuk Eropa. Namun, kelaparan pernah menjadi peristiwa yang cukup umum di sana, dan kelaparan besar terakhir yang terjadi di Eropa utara, dikenal sebagai Deprivasi Besar. Kelaparan yang melanda Swedia terjadi akibat musim dingin yang ekstrem dan kegagalan panen yang buruk.

Pemerintah mengumumkan program bantuan—tetapi bantuan hanya akan diberikan kepada orang Swedia yang mau bekerja atau kalangan atas. Hal ini menimbulkan kemarahan masyarakat miskin. Keputusan ini membuat sejumlah besar penduduk meninggalkan Swedia, antara tahun 1850 sampai 1950, sekitar 1,3 juta orang Swedia beremigrasi ke AS.

6. Kebijakan sensor Swedia

Dewan Asosiasi Film Swedia saat berkumpul tahun 1909 (commons.wikimedia.org/Statens Biografbyrå)

Meskipun Swedia adalah negara yang cukup progresif, sebenarnya ia memiliki nada konservatisme yang tertanam dalam budayanya. Hal ini terlihat jelas dalam Statens Biografbyrå—atau Dewan Film Swedia.

Sebagaimana dijelaskan oleh Sveriges Radio, Statens Biografbyrå didirikan pada tahun 1911 sebagai teknologi film yang pertama kali meledak ke panggung dunia. Dewan tersebut bertugas untuk meninjau setiap film yang akan dirilis di Swedia, dan kemudian mengeluarkan lisensi, apakah film tersebut layak tayang atau tidak.

Kebijakan ini berlaku hampir 100 tahun lamanya, dengan melarang film-film yang menurut kebanyakan orang tidak terlalu vulgar. Seperti yang dicatat oleh Den of Geek, pada tahun 1982, dewan melarang film ET: The Extra Terrestrial untuk anak-anak di bawah usia 11 tahun, karena filmnya dianggap mengancam dan menakutkan. Keputusan tersebut memicu protes dan perdebatan tentang kebijakan dewan. Statens Biografbyrå akhirnya dibubarkan pada tahun 2010.

7. Banyaknya kecelakaan fatal di jalanan Swedia

Kungsgatan, Stockholm pada peralihan dari lalu lintas kiri ke kanan, 3 September 1967 (commons.wikimedia.org/Så var det/Jan Collsiöö)

Pada tahun 1916, Swedia membuat kebijakan dengan menjadi negara yang mengemudi di sisi kiri, di tengah meningkatnya kepemilikan mobil. Kecelakaan lalu lintas yang fatal pun melonjak, begitu pula tabrakan di sepanjang perbatasan dengan Finlandia, Norwegia, dan Denmark, akibat kebingungan yang terjadi pada para pengemudi. Setiap mobil yang dikendarai di Swedia dirancang dengan pengemudi di sisi kanan, membuat masalah keselamatan semakin parah.

Lima puluh tahun setelah keputusan tersebut, seperti yang dilaporkan The Washington Post, tanggal 3 September 1967, ditetapkan sebagai Högertrafikomläggningen atau Dagen H (Dagen berarti "hari" dan "H" berarti Högertrafik, atau "lalu lintas kanan"). Ratusan ribu penanda jalan harus diubah, tetapi, pindah ke lajur kanan ini hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit, hingga menyebabkan kesemrawutan lalu lintas.

8. Mencoba modernisasi Stockholm, Swedia

Mullvaden Andra 35 (commons.wikimedia.org/I99pema)

Stockholm berasal dari abad ke-13. Selama berabad-abad, ia sering mengalami rekonstruksi. Pada 1970-an, otoritas perumahan kota merobohkan blok bangunan yang dikenal sebagai Mullvaden.

Namun, hal ini memicu protes besar. Ratusan orang berbondong-bondong ke apartemen Mullvaden agar pemerintah tidak merobohkannya. Mereka memprotes karena pemerintah kota terus menjual properti publik (dan perumahan) untuk kepentingan pribadi, terus mengurangi sewa tempat tinggal yang membuat orang-orang menengah ke bawah kesulitan untuk tinggal di kota.

Akibatnya, para penghuni liar tinggal di gedung-gedung tua selama 11 bulan. Polisi mengusir mereka, dan pembongkaran dilakukan hanya beberapa jam kemudian. Mullvaden menjadi empat perumahan terakhir yang dirobohkan di Stockholm selatan.

9. Menolak tawaran minyak Norwegia

potret anjungan minyak lepas pantai yang sedang dibangun di Norwegia (commons.wikimedia.org/Bluemoose)

Norwegia dan Swedia pernah menjadi bagian dari negara yang sama, dan mereka masih berbagi banyak aspek budaya. Dalam beberapa tahun terakhir, Norwegia lebih unggul daripada Swedia meskipun memiliki kesamaan, karena memiliki cadangan minyak lepas pantai yang besar.

Pada tahun 1970-an, sektor industri Norwegia tertinggal di belakang negara-negara Skandinavia lainnya, dan ekonominya sedang berjuang. Meskipun Norwegia tahu potensi minyak di Laut Utara, tetapi ia tidak memiliki cukup dana untuk melakukan pengeboran minyak. Jadi, Norwegia mengajukan kesepakatan—menawarkan Swedia beberapa ladang minyak dengan imbalan kayu dan 40 persen saham di Volvo.

Swedia menolak. Lebih khusus lagi, Volvo tidak setuju—dewan direksi membutuhkan 66 persen pemegang saham untuk menyetujui kesepakatan, tetapi hanya mendapat 60 persen, dan keputusan ini gagal.

Sementara itu, Volvo dijual ke Ford Motor Cars seharga 6,45 miliar dolar AS atau setara Rp93 triliun pada tahun 1999 — dan kepada investor China hanya dijual dengan harga 1,5 miliar dolar AS atau setara Rp21 triliun pada tahun 2010. Cadangan minyak yang besar di Laut Utara terbukti sangat berharga, dan Norwegia sekarang jauh lebih kaya daripada Swedia.

10. Swedia hampir mau perang gara-gara ikan

Sonar adalah seni sekaligus sains. Suara yang merambat di bawah air sangat berbeda dengan suara yang merambat di udara. Bahkan, ahli yang sangat terlatih saja terkadang masih bingung untuk mencari tahu apa sebenarnya suara itu. Teknologi memang dapat membantu, tetapi kesalahan pun bisa saja terjadi.

Kebingungan semacam inilah yang hampir membuat Swedia berperang dengan Rusia pada 1980-an. Sebuah kapal selam Rusia terdampar secara tidak sengaja di perairan Swedia pada tahun 1981. Swedia membantu Rusia memindahkan kapal, lalu Rusia meminta maaf dan melanjutkan perjalanan.

Namun, insiden itu membuat Swedia sedikit paranoid dengan menduga bahwa kapal selam Rusia sengaja bersembunyi di perairan mereka. Ketakutan ini didukung ketika militer Swedia mulai mendeteksi suara-suara misterius di dalam air yang disertai dengan semburan gelembung. Perdana menteri Swedia mengirim sebuah pesan kepada presiden Rusia dengan menuduh Rusia memata-matai dan melanggar hukum internasional, dan hubungan antara kedua negara pun memanas.

Namun, beberapa ilmuwan menemukan bahwa suara itu dibuat oleh seekor ikan yang disebut ikan haring Baltik, khususnya, ikan itu mengeluarkan gas hingga menghasilkan gelembung. Swedia mundur, dan semuanya kembali normal.

11. Krisis perumahan yang berkelanjutan di Swedia

potret Gamla stan, Stockholm, Sweden (unsplash.com/Catalina Johnson)

Sebagaimana dicatat oleh S&P Global Market Intelligence, setelah Perang Dunia II, Swedia memperkenalkan beberapa kebijakan terkait perumahan yang dirancang untuk mendorong kesetaraan bagi masyarakat. Hal ini termasuk peraturan yang melarang sewa apartemen jangka panjang dan peraturan sewa yang ketat.

Kebijakan-kebijakan ini telah berkontribusi pada krisis perumahan yang terus memburuk. Pada saat yang sama, persyaratan untuk mengajukan pinjaman atau kredit sangatlah sulit, jadi hampir tidak mungkin bagi orang biasa untuk membeli properti. Akibatnya, banyak apartemen kosong karena tidak ada yang mampu membelinya.

Pemerintah juga gagal membangun perumahan umum yang cukup untuk menampung populasi yang tumbuh semakin tinggi. Karena semakin banyak orang yang pindah ke Stockholm dan daerah lain di negara itu, harga properti terus meningkat.

Swedia memiliki banyak kebijakan yang kontroversial. Bahkan, beberapa kebijakan dan keputusan yang diambil justru merugikan Swedia itu sendiri. Jadi, kalian sudah tahu, kan, negara Skandinavia ini tidak selalu dibayangi hal-hal yang memesona.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team