potret of Elizabeth II (1926–2022) (commons.wikimedia.org/Unknown photographer for Government of Canada)
Elizabeth baru berusia pertengahan 20-an ketika ayahnya, George VI, meninggal setelah menderita penyakit, meninggalkannya untuk memerintah monarki. Dia harus melepaskan masa mudanya dan menjalankan tugas pewaris takhta selama sisa hidupnya. Meskipun begitu, Elizabeth membuktikan bahwa dirinya adalah tangan diplomatik yang kokoh yang memang dibutuhkan mahkota.
Selama Perang Dunia II, Elizabeth membuktikan kemampuannya saat bergabung dengan Auxiliary Territorial Service (ATS), yang merupakan cabang perempuan Angkatan Darat Inggris. Dia menjadi pengemudi truk tentara dan bahkan belajar mekanik mobil.
Meskipun memiliki kebebasan untuk membuat pilihannya sendiri, Elizabeth tumbuh sebagai perempuan yang mengagumkan, ia memahami pentingnya hubungan baik di masyarakat. Dia membiarkan penobatannya disiarkan di televisi, yang membuat Winston Churchill dan banyak pihak lainnya kecewa, karena menganggap bahwa upacara itu tidak sakral.
Namun, pemerintahannya penuh dengan kontroversi. Elizabeth sempat bersikap dingin terhadap pernikahan putranya, Pangeran Charles, dan Lady Diana. Elizabeth juga dikritik karena tidak simpatik terhadap kematian menantunya, Diana. Terlepas dari banyak rintangan yang menantang pemerintahannya, Ratu Elizabeth II terbukti membuat pemerintahannya tetap stabil dan berkelanjutan.