Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
foto seorang ilmuwan meneliti di laboratorium pada tahun 1965 (https://unsplash.com/@cdc)
foto seorang ilmuwan meneliti di laboratorium pada tahun 1965 (https://unsplash.com/@cdc)

Sains memang seharusnya bertujuan untuk kemaslahatan bagi umat manusia dan alam. Tetapi sepanjang sejarah, pada prakteknya tak jarang eksperimen sains yang dilakukan dengan melanggar kode etik dan moral. Di balik kemajuan dan inovasi yang selalu dikedepankan dari sebuah ilmu pengetahuan, banyak cerita-cerita gelap di balik eksperimen yang dilakukan.

Tak jarang eksperimen ini juga menuai kontroversi karena mengakibatkan penderitaan manusia, hewan, dan bahkan melanggar hukum. Mari kita mengenal empat eksperimen sains paling kontroversial yang hingga kini masih menjadi bahan perbincangan.

1. Eksperimen Milgram, ketaatan yang berujung pada sisi gelap manusia

Ilustrasi eksperimen Milgram (commons.wikimedia.org/Fred the Oyster)

Eksperimen Milgram dilakukan oleh psikolog Stanley Milgram pada tahun 1961. Eksperimen ini bertujuan untuk mempelajari sejauh mana seseorang mau menaati sebuah perintah dengan iming-iming kompensasi sejumlah 4,5 dolar untuk datang ke laboratorium. Prosedur eksperimen ini dilakukan dengan skenario, guru, murid, dan sebuah pelajaran mengingat kata. Seluruh peserta eksperimen bertugas menjadi guru, dan tanpa sepengetahuan mereka, sekumpulan 'aktor' berperan sebagai murid. 

Jika para murid gagal untuk menjawab pertanyaan, para guru harus mengikuti sebuah instruksi untuk memberikan sengatan listrik pada murid-murid ini. Hasilnya begitu mengejutkan, sebagian besar guru yang notabenenya adalah peserta asli terus memberikan kejutan listrik hingga tingkat yang membahayakan. Meskipun sebenarnya, para murid atau aktor-aktor ini hanyalah berpura-pura kesakitan, seolah mereka memang benar-benar tersengat listrik. Ini membuktikan bahwa betapa mudahnya manusia tunduk pada sebuah perintah otoritas, meski sadar bahwa mereka harus menyakiti orang lain. 

Meskipun berhasil mengungkap sisi gelap manusia, eksperimen Milgram menuai kecaman karena tekanan psikologis yang dialami peserta dan meninggalkan trauma untuk mereka. Banyak dari mereka yang merasa bersalah setelah mengetahui mereka sebenarnya tidak menyakiti siapa pun, tetapi tetap mau melakukan tindakan yang terbilang kejam. Peristiwa ini memicu perdebatan tentang etika dalam melakukan eksperimen sosial. Hingga kini, eksperimen Milgram menjadi referensi studi klasik yang dipelajari untuk memahami bahaya dari ketaatan buta.

2. Proyek MK-Ultra, kontrol pikiran yang mengerikan

Gambar otak (unsplash.com/@fakurian)

MK-Ultra adalah program rahasia CIA yang digagas oleh Sidney Gottlieb pada tahun 1953. untuk mengembangkan kemampuan mengontrol pikiran. Jurnalis Stephen Kinzer mengungkapkan bagaimana CIA bekerja antara tahun 50-an sampai awal tahun 60-an untuk mengembangkan obat pengendali pikiran dan racun mematikan yang dapat digunakan untuk melawan musuh. Program ini melibatkan berbagai eksperimen pada manusia tanpa sepengetahuan mereka, termasuk hipnosis, penyiksaan psikologis, manipulasi mental, termasuk penggunaan obat-obatan. Beberapa korban bahkan mengalami gangguan mental seumur hidup akibat eksperimen ini.

Fenomena mengerikan ini baru terungkap pada tahun 1970-an, dan sebagian besar dokumen MK-Ultra sudah dihancurkan sebelum sempat diketahui oleh publik. Pemerintah Amerika Serikat akhirnya mengakui keberadaan proyek ini, meski sebagian besar korban tidak pernah mendapatkan keadilan. Tanpa adanya batas-batas moral dan etika keilmuwan, kontroversi MK-Ultra membuktikan bagaimana sains dan kekuasaan bisa menjadi kombinasi yang berbahaya. Hingga hari ini, kasus MK-Ultra masih sering dibahas dalam kajian etika, hukum, dan teori konspirasi.

3. Eksperimen rasial Tuskegee

foto eksperimen Tuskegee (commons.wikimedia.or/Taco325)

Eksperimen Tuskegee adalah studi yang dilakukan di Amerika Serikat antara tahun 1932 hingga 1972 untuk meneliti perkembangan penyakit sifilis. Dalam penelitian ini, sekitar 600 pria kulit hitam miskin yang terinfeksi sifilis tidak diberi pengobatan dan dibiarkan sakit demi melihat dampak sifilis secara alami. Para peneliti sengaja tidak memberitahu para pasien bahwa aktivitas ini bertujuan untuk sebuah eksperimen. Eksperimen ini mengungkap ketidakadilan rasial dalam dunia medis dan menjadi pelajaran pahit tentang pentingnya etika penelitian.

Akhirnya pada tahun 1972, seorang jurnalis investigasi membongkar eksperimen yang telah berjalan 40 tahun ini. Hal memicu kemarahan publik dan reformasi besar dalam aturan etika penelitian medis. Pada tahun 1997 pemerintah Amerika Serikat akhirnya meminta maaf secara resmi kepada para korban dan keluarganya. Eksperimen Tuskegee kini menjadi simbol pelanggaran hak asasi manusia dalam sains dan sering dikaji dalam pendidikan bioetika. Dari sini, lahirlah aturan ketat tentang persetujuan atau informed consent dalam setiap penelitian dan eksperimen. Meski begitu, hingga hari ini peristiwa kelam dan kejam tersebut memberikan dampak yang masih terasa hingga hari ini. Akibatnya adalah ketidakpercayaan komunitas kulit hitam terhadap layanan kesehatan di Amerika Serikat. 

 

4. Eksperimen monster, mengubah gagap dengan trauma psikologis

Seorang anak berteriak di depan mikrofon (unsplash.com/@jasonrosewell)

Pada tahun 1939 sebuah eksperimen monster dilakukan oleh Wendell Johnson di Universitas Iowa untuk meneliti asal-usul gagap. Dalam eksperimen ini, sekelompok anak yatim piatu berumur 5-15 tahun dibagi menjadi dua kelompok berjumlang 11 orang. Satu kelompok diberi pujian saat berbicara, sementara kelompok lain dikritik keras hingga mengalami tekanan berat. Hasilnya, anak-anak yang sering dikritik mulai bicara dengan gagap, padahal sebelumnya mereka dapat berbicara dengan normal. Eksperimen ini menunjukkan bahwa tekanan dalam lingkungan tertentu bisa menciptakan gangguan bicara, tetapi dengan bayaran psikologis yang mahal.

Eksperimen monster menjadi salah satu eksperimen psikologi paling kejam karena menyebabkan kerusakan mental jangka panjang pada anak-anak. Meskipun bertujuan untuk penelitian dan perkembangan ilmu pengetahuan, metode yang digunakan justru mengabaikan hak asasi dan kesejahteraan subjek. Hingga kini, eksperimen ini dikutuk oleh publik dan menjadi bahan pembelajaran penting dalam etika penelitian. Dari eksperimen ini, lahirlah sebuah kesadaran bahwa subjek penelitian manusia harus selalu dihormati dan dilindungi hak-hak dasarnya. Kini, dengan aturan etika yang lebih ketat, eksperimen sains diharapkan bisa terus berkembang tanpa melupakan nilai-nilai kemanusiaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team