Ilustrasi eksperimen Milgram (commons.wikimedia.org/Fred the Oyster)
Eksperimen Milgram dilakukan oleh psikolog Stanley Milgram pada tahun 1961. Eksperimen ini bertujuan untuk mempelajari sejauh mana seseorang mau menaati sebuah perintah dengan iming-iming kompensasi sejumlah 4,5 dolar untuk datang ke laboratorium. Prosedur eksperimen ini dilakukan dengan skenario, guru, murid, dan sebuah pelajaran mengingat kata. Seluruh peserta eksperimen bertugas menjadi guru, dan tanpa sepengetahuan mereka, sekumpulan 'aktor' berperan sebagai murid.
Jika para murid gagal untuk menjawab pertanyaan, para guru harus mengikuti sebuah instruksi untuk memberikan sengatan listrik pada murid-murid ini. Hasilnya begitu mengejutkan, sebagian besar guru yang notabenenya adalah peserta asli terus memberikan kejutan listrik hingga tingkat yang membahayakan. Meskipun sebenarnya, para murid atau aktor-aktor ini hanyalah berpura-pura kesakitan, seolah mereka memang benar-benar tersengat listrik. Ini membuktikan bahwa betapa mudahnya manusia tunduk pada sebuah perintah otoritas, meski sadar bahwa mereka harus menyakiti orang lain.
Meskipun berhasil mengungkap sisi gelap manusia, eksperimen Milgram menuai kecaman karena tekanan psikologis yang dialami peserta dan meninggalkan trauma untuk mereka. Banyak dari mereka yang merasa bersalah setelah mengetahui mereka sebenarnya tidak menyakiti siapa pun, tetapi tetap mau melakukan tindakan yang terbilang kejam. Peristiwa ini memicu perdebatan tentang etika dalam melakukan eksperimen sosial. Hingga kini, eksperimen Milgram menjadi referensi studi klasik yang dipelajari untuk memahami bahaya dari ketaatan buta.