lukisan yang menggambarkan situasi sebelum Marie Antoinette dieksekusi (commons.wikimedia.org/Ephraim33)
Sebenarnya, kala Revolusi Prancis sedang memuncak dan anggota keluarga kerajaan terus didesak oleh masyarakat Prancis, Marie Antoinette tampil sebagai ratu yang lebih tegas dan berani ketimbang Louis XVI sebagai raja. Meski begitu, reputasi yang sudah telanjur buruk membuat masyarakat pro revolusi mendesak pasangan kerajaan ini untuk menyerahkan kekuasaannya kepada rakyat. Desakan itu ditambah dengan beberapa upaya penyerangan/pembunuhan terhadap keduanya yang memaksa pasangan kerajaan ini untuk mengambil satu keputusan ekstrem, yakni kabur dari Prancis.
Peristiwa itu terjadi pada 20—21 Juni 1791 dengan tujuan pergi ke Montmédy, sebuah daerah di Belanda yang kala itu ada pada kontrol Kekaisaran Austria. Adapun, rencana pelarian ini dibantu oleh Axel von Fersen dan Baron de Breteuil beserta beberapa pasukan loyalis Kerajaan Prancis. Tentunya, pihak dari Kekaisaran Austria dan Swedia juga terlibat dalam membantu pasangan kerajaan ini kabur.
Dilansir Smithsonian Magazine, rencana awal dari pelarian tersebut sebenarnya akan dilakukan dengan dua kereta kuda biasa yang ringan dan cepat. Adapun, pasangan kerajaan akan menyamar sebagai pelayan yang hendak menyeberang ke perbatasan. Akan tetapi, entah apa alasan yang dipikirkannya, Marie Antoinette memaksa untuk menggunakan satu kereta kuda berukuran besar dan lamban dengan segala alat serta bahan makanan yang mewah. Perjalanan itu dimulai pada malam hari dan sebenarnya berjalan cukup lancar pada awalnya.
Sayangnya, pelarian itu harus berakhir dengan kegagalan. Di daerah Varennes yang berjarak sekitar 210 km dari Paris, kereta kuda keluarga kerajaan ini dikenali oleh masyarakat setempat yang sudah bersenjata. Alhasil, kereta itu diberhentikan. Keluarga kerajaan terkonfirmasi ada di dalamnya dan ketegangan sempat terjadi di sana. Sebab, sebagian kecil pasukan loyalis Raja Louis XVI sebenarnya berada dekat dengan lokasi penangkapan. Namun, sang raja tak ingin masalah semakin membesar hingga melibatkan kontak senjata.
Karena itu, Louis XVI lebih memilih menunggu bantuan Jenderal Francois-Claude Bouillé di sana. Namun, bukannya bantuan yang datang, justru anggota pro revolusi yang tiba lebih dulu di Varennes. Akibatnya, keluarga kerajaan itu dibawa kembali menuju Paris. Lantas, masyarakat yang sebelumnya sudah muak malah menjadi murka akibat percobaan melarikan diri dari Louis XVI dan Marie Antoinette.
Bagi raja dan ratu, percobaan melarikan diri pada 20 Juni 1791 itu jadi kesempatan terakhir bagi mereka untuk mempertahankan kekuasaan serta nyawa. Sebab, setelah kejadian itu, Revolusi Prancis justru semakin meledak dengan puncaknya penghapusan sistem monarki absolut di sana. Hidup Louis XVI dan Marie Antoinette pun harus berakhir karena tebasan mata pisau guillotine. Louis XVI dieksekusi terlebih dahulu pada 21 Januari 1793, kemudian disusul Marie Antoinette pada 16 Oktober 1793.
Kalau dilihat secara menyeluruh, Revolusi Prancis jelas tak hanya meledak karena sejumlah kontroversi yang dimiliki Marie Antoinette. Sebelum dirinya dan Louis XVI menjabat, kondisi Kerajaan Prancis memang sedang berada pada posisi terburuknya dalam berbagai sektor. Masalah pangan yang buruk akibat iklim, pemborosan anggaran untuk keperluan pribadi anggota kerajaan atau luar negeri, dan penarikan pajak yang sewenang-wenang terhadap kalangan bawah sudah jadi bom waktu saat Louis XVI serta Marie Antoinette menjabat.
Apa yang dilakukan oleh Marie Antoinette itu ibarat menabur garam ke luka yang sudah menganga. Sekalipun ada kontroversi yang tak melibatkan dirinya secara langsung, gaya hidup bermewah-mewah Marie Antoinette di tengah-tengah krisis tetap membuatnya jadi salah satu antagonis bagi masyarakat yang pro revolusi di Prancis. Kalau menurutmu, apakah Marie Antoinette pantas jadi sasaran amarah masyarakat Prancis kala itu?