Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sejarah Pisahnya Taiwan dari China, Akar Konflik Kedua Negara

Ilustrasi Militer Taiwan memantau pergerakan kapal perang China di Selat Taiwan. (Cnbc.com/linjian)
Ilustrasi Militer Taiwan memantau pergerakan kapal perang China di Selat Taiwan. (Cnbc.com/linjian)

Kamu mungkin pernah merasa keheranan, apakah China daratan yang luas itu dan Taiwan yang terpisah dari China daratan merupakan negara yang satu? Sejak proklamasi kemerdekaan Republik Rakyat China (RRC) yang mendiami wilayah China Daratan pada 1949,  kita mengenal setidaknya ada dua China, yakni China Daratan yang terkenal dengan TikToknya dan Taiwan yang terkenal dengan teknologi chipnya.

Nah, untuk lebih memahami sejarah dari terciptanya dua saudara yang kurang akur tersebut, kamu bisa membaca artikel berikut ini. Kamu bisa membaca bagaimana konflik antara China dan Taiwan berkembang.

1. Revolusi China

Tembok besar China (pexels.com/mackenziryder)
Tembok besar China (pexels.com/mackenziryder)

Kekalahan Dinasti Manchu atau bisa disebut juga dinasti Qing pada Perang Candu menyebabkan beberapa wilayah di China dikuasai oleh bangsa barat. Bangsa barat yang berkuasa di China bertindak sewenang-wenang dan tidak mematuhi hukum-hukum yang berlaku di China. Hal ini menimbulkan perasaan tidak senang bagi masyarakat China kepada bangsa barat dan Dinasti Manchu. Dinasti Manchu yang aslinya bukan keturunan asli Tionghoa dinilai membuat China mengalami kesengsaraan. 

Puncak rasa tidak senang tersebut terjadi pada awal abad ke-19. Kaum terpelajar China yang dipimpin oleh Sun Yat Sen, seorang tokoh Nasionalis melakukan kudeta untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Perjuangan mereka berhasil, Dinasti Manchu yang telah memerintah China sejak abad ke-16 sukses ditaklukkan. Mereka akhirnya memproklamirkan berdirinya Republik China yang berhaluan Nasionalis pada tahun 1912 dengan Sun Yat Sen yang menjadi presiden pertamanya. Sun Yat Sen bercita-cita untuk mengubah China menjadi negara yang nasionalis, demokratis, dan sosialis.

Pada tahun 1921, Chen Duxui bersama dengan Henk Sneevliet mendirikan Partai Komunis Tiongkok (PKT). PKT saat itu hanya memiliki sedikit anggota dari kalangan terpelajar. Mereka akhirnya melobi Sun Yat Sen agar dapat bergabung ke dalam birokasi China yang saat itu di bawah kendali Partai Nasionalis Kuomintang. Sun Yat Sen menyetujui permintaan PKT dengan harapan PKT dapat membantunya untuk menyatukan seluruh China. Komunis yang mendapat tempat di pemerintahan memanfaatkannya untuk menyebarkan paham Komunis yang semakin lama semakin kuat dan memperoleh banyak simpatisan. 

2. Perang saudara China

Ilustrasi pasukan China yang sedang berangkat berperang. (Pixabay.com/if11ok)
Ilustrasi pasukan China yang sedang berangkat berperang. (Pixabay.com/if11ok)

Setelah wafatnya Sun Yat Sen pada tahun 1925. Perjuangannya diteruskan oleh Chiang Kai Shek, Tokoh Nasionalis Kuomintang. Chiang Kai Shek membentuk front persatuan antara Nasionalis dan Komunis untuk melakukan penyerbuan ke China Utara memerangi para Jenderal yang membangkang. Chiang Kai Shek menghendaki persatuan China dibawah Kuomintang yang berhaluan Nasionalis. 

Di tengah-tengah penyerbuan ini, perselisihan antara kaum Nasionalis dan kaum Komunis semakin terlihat. Chiang Kai Shek curiga PKT diam-diam berkhianat dan akan menjadikan China sebagai negara Komunis. Hal ini tidak dapat diterima olehnya, sehingga ia mengusir Komunis dari birokrasi dan menindasnya. 

Tindakan Chiang Kai Shek ini memicu perang saudara antara Komunis dengan Nasionalis. Kuomintang menyewa sebuah geng untuk membantai orang-orang Komunis di Shanghai. PKT dibawah kepemimpinan Mao Zedong membentuk Tentara Merah untuk membalas perbuatan Kuomintang. Pemberontakan-pemberontakan PKT dilancarkan di berbagai daerah, tetapi pada akhirnya semuanya berhasil dipatahkan oleh Kuomintang. PKT kehilangan banyak sekali anggota sehingga PKT hampir hancur.

3. Kejatuhan kaum Nasionalis

Bendera Republik of China atau yang lebih dikenal Taiwan yang memuat logo Partai Nasionalis Kuomintang. (Pixabay.com/chickenonline)
Bendera Republik of China atau yang lebih dikenal Taiwan yang memuat logo Partai Nasionalis Kuomintang. (Pixabay.com/chickenonline)

Ditengah-tengah perang saudara yang sedang terjadi, pada tahun 1931 Jepang datang memanfaatkan keadaan dan menyerang China. Daerah-daerah demi daerah-daerah berhasil dikuasai Jepang. Merasa semakin terancam oleh Jepang, Akhirnya pada tahun 1936 Chiang Kai Shek melakukan gencatan senjata terhadap kaum Komunis dan membentuk persatuan kaum Nasionalis dan Komunis untuk melawan Jepang. Kerja sama Komunis dan Nasionalis melawan Jepang terus terjadi hingga akhirnya pada tahun 1945 Jepang kalah dalam Perang Dunia II. 

Berakhirnya perang melawan Jepang menjadi penanda berakhirnya gencatan senjata kaum Nasionalis dan Komunis. Partai Komunis Tiongkok (PKT) dibawah komando Mao Zedong menduduki wilayah bekas jajahan Jepang di Manchukuo dan menjadikannya sebagai basis kekuatan Komunis di China. Disana PKT semakin kuat karena mendapatkan bantuan suplai senjata dan pelatihan militer dari Uni Soviet. 

Akhirnya pada tahun 1949 kaum Nasionalis Kuomintang berhasil dikalahkan oleh Komunis. Chiang Kai Shek bersama sisa-sisa pasukannya melarikan diri ke Pulau Formosa atau yang kini lebih dikenal Taiwan. Ia memindahkan pusat pemerintahan Republik China ke pulau tersebut. Kaum Komunis menganggap pelarian diri Chiang Kai Shek dan pasukannya ini sebagai kehancuran Republik China yang berhaluan Nasionalis. Atas dasar ini, Mao Zedong mengumumkan kemerdekaan Republik Rakyat China yang berhaluan Komunis pada tanggal 1 Oktober 1949 di wilayah China daratan dan Mao juga menganggap Pulau Taiwan sebagai bagian dari kekuasaannya. 

4. Berdirinya dua China

Ilustrasi bangunan khas China(pexels.com/feiwang)
Ilustrasi bangunan khas China(pexels.com/feiwang)

Sejak pelarian diri Chiang Kai Shek selaku Presiden Republik China ke Taiwan, terdapat dua pemerintahan yang berdiri di wilayah China. Republik Rakyat China(RRC) yang berhaluan Komunis yang menduduki China daratan dengan ibukota di Beijing dan Republik China yang berhaluan Nasionalis yang berkedudukan di Pulau Taiwan dengan ibukota di Taipei. 

Mao Zedong selaku Presiden RRC menganggap hanya ada satu pemerintahan China yang sah yakni pemerintahannya. Ia beranggapan bahwa Pulau Taiwan juga merupakan bagian dari wilayah kekuasaannya. Chiang Kai Shek sendiri selaku pemimpin Republik China membantah Taiwan sebagai bagian dari RRC dan dari Taiwan ia terus melancarkan usaha-usaha untuk merebut kembali wilayah China daratan dari tangan Komunis. 

Konflik antara China dan Taiwan ini tak lepas dari perbedaan ideologi dan keyakinan masing-masing negara. Ketegangan yang kian memanas ini menciptakan kekhawatiran internasional akan terjadinya perang antar negara tersebut. PBB selaku organisasi global di atas negara-negara perlu mengupayakan terlaksananya dialog dan perundingan guna mencari jalan tengah dan solusi yang akan saling menguntungkan masing-masing negara dan mendorong stabilitas keamanan di wilayah tersebut. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us