Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
uakari botak dengan spesies Cacajao calvus rubicundus (commons.wikimedia.org/Evgenia Kononova)

Uakari botak dengan nama genus Cacajao ini merupakan primata kecil Amazon yang hidup di hutan hujan tropis Amerika Selatan. Spesies ini terkenal karena wajahnya yang berwarna merah dan tampak gundul. Mereka juga memiliki empat subspesies yang berbeda. Semua penampilannya sangat mirip, namun agak berbeda dalam warna bulu dan lokasinya.

Uakari botak tergolong ke dalam monyet Dunia Baru berukuran kecil, yang menghabiskan waktunya di pepohonan dengan tanah yang tergenang air. Untuk memahami lebih jauh mengenai uakari botak, mari kita bahas beberapa fakta uniknya berikut ini.

1. Lokasi, habitat, dan pola makan uakari botak

uakari botak dengan spesies Cacajao calvus (commons.wikimedia.org/Thiago Bicudu)

Uakari botak diketahui menghuni hutan hujan tropis lembap di Lembah Sungai Amazon yang berlokasi di seluruh Brasil, Peru, dan beberapa bagian selatan Kolombia. Spesies yang terpisah paling mudah dikenali berdasarkan lokasi yang berbeda, ini juga berlaku bagi subspesiesnya. Dilansir AZ Animals, uakari putih ditemukan di barat laut Brasil; golden uakari di perbatasan Brasil-Peru; uakari merah di perbatasan Brasil-Kolombia, dengan uakari merah punggung pucat ditemukan sedikit lebih jauh ke timur.

Dikarenakan hidup di hutan hujan tropis, uakari botak menyukai tempat tinggal yang berbatasan dengan sungai kecil dan danau. Mereka bahkan lebih memilih hutan yang sebagian tergenang air, baik secara musiman maupun permanen. Saat di musim hujan di mana air naik sangat tinggi, mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di pepohonan. Mereka baru bisa turun kembali ke tanah saat musim kemarau.

Selain itu, pola makan uakari botak sendiri yakni omnivora, sama seperti primata lainnya. Meski begitu, makanan utama mereka adalah buah-buahan yang didapat dari pepohonan di sekitarnya, pun demikian juga dengan biji-bijian dan dedaunan. Sesekali mereka memakan serangga untuk melengkapi asupan nutrisinya. Pola makan yang didominasi buah-buahan ini membuat uakari memainkan peran penting dalam ekosistemnya dengan menyebarkan benih ke seluruh hutan.

2. Penyebab wajah uakari botak berwarna merah

uakari botak dengan spesies Cacajao calvus ucayalii (commons.wikimedia.org/Doug DeNeve)

Hutan hujan tropis Amazon yang dihuni oleh primata satu ini sangat mempengaruhi penampilan wajahnya. Kemungkinan ada beberapa versi yang membahas tentang penyebab wajahnya yang merah ini. Salah satunya laman Animalia yang mengulas bahwa uakari botak diyakini telah mengembangkan pola warna unik pada wajahnya ini karena diakibatkan oleh penyakit malaria, yang merupakan penyakit umum di habitat hutan hujan Amazon.

Hal ini bukan berarti menunjukkan bahwa uakari selalu dijangkiti penyakit malaria. Sebaliknya, mereka yang memiliki wajah merah cerah justru menunjukkan kesehatan. Sedangkan uakari yang memiliki wajah lebih pucat atau tidak terlalu merah diindikasikan telah tertular malaria dan tidak memiliki kekebalan alami terhadap penyakit ini. Karena itu, jika ada uakari yang sakit karena hal tersebut biasanya dibiarkan tanpa pasangan.

3. Memiliki penampilan yang sangat khas

uakari botak dengan spesies Cacajao calvus novaesi (commons.wikimedia.org/Aaron Martin)

Wajahnya yang merah dan gundul bukanlah satu-satunya ciri khas yang dimiliki uakari. Mereka juga memiliki ekor yang sangat pendek jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Meskipun panjang tubuhnya sendiri hanya sekitar 45 cm dengan berat 3 kg. Meskipun wajahnya tidak berbulu, namun di sekujur tubuhnya dibaluti bulu yang cukup panjang dan kasar. Pun warnanya juga bervariasi, mulai dari merah, coklat, hitam, dan putih, tergantung spesiesnya.

Memiliki ekor yang pendek juga sebetulnya tidak membantu uakari menjaga keseimbangannya saat berayun di pepohonan. Tetapi, mereka memiliki tangan dan kaki yang kuat serta lincah, dan dengan ibu jari yang berlawanan memungkinkan uakari memegang dahan pohon dan makanannya secara erat.

4. Hidup berkelompok dan membentuk sub-kelompok

uakari botak dengan spesies Cacajao calvus (commons.wikimedia.org/Whaldener Endo)

Sama seperti spesies lainnya, uakari botak termasuk primata yang sangat sosial. Mereka kerap membentuk kelompok yang terdiri dari 10 hingga 30 individu--terkadang anggota kelompoknya bisa mencapai 100 individu. Menariknya, mereka bergerak hanya dengan menggunakan dua kaki saja saat berlari dan melompat. Namun menggunakan keempat kakinya saat berjalan di pohon dan tanah.

Saat mencari makan, uakari yang berkelompok terbagi lagi menjadi sub-kelompok yang lebih sedikit, yang terdiri dari 1 hingga 10 individu. Mereka berkomunikasi dan menandai wilayah jelajahnya dengan cara menjerit keras, kendati umumnya mereka pendiam. Mirip seperti simpanse, mereka juga primata yang cerdas, aktif dan suka bermain.

5. Sistem perkawinannya bersifat monogami

uakari botak dengan spesies Cacajao calvus rubicundus (commons.wikimedia.org/Evgenia Kononova)

Primata yang bersifat monogami atau kawin dengan satu pasangan ini memiliki sistem perkawinan musiman. Animal Spot mengulas bahwa musim kawin berlangsung dari bulan Oktober hingga Mei. Untuk pertama kalinya, betina kawin saat memasuki usia 3 tahun, sedangkan jantan mulai kawin pada usia 6 tahun.

Betina melahirkan satu bayi setelah 6 bulan masa kehamilan. Secara perlahan populasi uakari meningkat, karena satu bayi dilahirkan setiap dua tahun sekali. Meski demikian, tingkat pertumbuhan populasi uakari tidak terlalu cepat karena betinanya tidak dapat berkembang biak sebelum memasuki usia tiga tahun. Pun demikian juga dengan jantan yang siap kawin asalkan usianya sudah enam tahun.

Dari sekian banyaknya spesies primata, uakari botak adalah salah satu spesies dengan ciri khas yang sangat unik. Wajahnya yang merah dan ekornya yang pendek, serta bulunya yang panjang semakin menarik perhatian para pengamat hewan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team