Setelah mengalahkan Kekaisaran Ottoman dalam Perang Dunia I, Inggris tidak serta merta membebaskan wilayah bekas kerajaan tersebut. Sebaliknya, mereka malah menjajah wilayah Arab, di mana saat itu Inggris menerima Palestina, Yordania, dan Irak.
Setelah berabad-abad diasingkan dan mendapatkan perlakuan buruk dari bangsa Eropa, banyak orang Yahudi mulai bermigrasi ke "tanah yang dijanjikan" (Judea kuno yang saat itu menjadi wilayah Palestina), dan setelah Perang Dunia II, migrasi ini semakin meningkat.
Banyak pejabat Inggris, beberapa di antaranya anti-Semit, ingin mendirikan negara Yahudi di Timur Tengah untuk mengusir orang-orang Yahudi keluar dari Eropa. Pada tahun 1947, Inggris memberi tahu niat mereka untuk menarik diri dari Palestina pada tahun 1948.
Pada November 1947, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan sebuah rencana untuk memecah-belah Palestina menjadi dua negara yang terpisah — satu Arab dan satu Yahudi. Orang-orang Yahudi menerima, tetapi orang-orang Arab menolak pembagian tersebut.
Pada 14 Mei 1948, Inggris secara resmi pergi dari Palestina tanpa memberikan resolusi untuk situasi tersebut. Pada hari yang sama, orang-orang Yahudi memproklamirkan negara Israel di tanah Palestina.
Negara-negara Arab yang marah segera menyerang negara Yahudi tersebut, tetapi Israel berhasil mengalahkan mereka dan justru semakin memperluas wilayahnya. Sekitar sembilan ratus ribu pengungsi Arab melarikan diri atau diusir dari wilayah bekas Palestina.
Perang ini meninggalkan sentimen Arab terhadap Israel dan sekutu politiknya, Inggris dan Amerika Serikat. Konflik Arab-Palestina telah memberikan kesenjangan yang mendalam antara Timur dan Barat, dan antara Kristen-Yahudi di satu sisi dan Islam di sisi lain.
Istilah "Perang Melawan Teror" modern berasal dari dukungan Amerika dan Barat terhadap Israel. Selain itu, Israel telah dituduh melakukan kejahatan mulai dari membuldozer rumah-rumah penduduk Palestina, hingga tindakan teror yang dilakukan oleh pasukan Mossad mereka.