Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Helmeted Hornbill
Helmeted Hornbill (commons.wikimedia.org/Doug Janson)

Intinya sih...

  • Rangkong Gading memiliki gading terpadat di kepalanya, menjadi satu-satunya burung di dunia dengan ciri khas tersebut.

  • Dimorfisme seksual yang mencolok antara jantan dan betina, termasuk perbedaan pada gading dan kulit leher.

  • Rangkong Gading berebut makanan favoritnya dengan saling adu kepala di udara, serta memiliki nilai budaya di beberapa daerah di Indonesia.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Hiduplah seekor burung yang paling karismatik sekaligus tragis di Asia Tenggara, ialah Helmeted Hornbill atau Rangkong Gading (Rhinoplax vigil). Mereka menghuni hutan tropis yang lebat dengan pepohonan besar dan tinggi pada hutan dataran rendah dan hutan bawah pegunungan sampai pada ketinggian 50 hingga 1.000 mdpl. Mereka dapat ditemukan di kawasan hutan di Myanmar, Thailand selatan, Malaysia (meliputi Sabah, Sarawak, dan Semenanjung Malaysia), Indonesia (meliputi Kalimantan dan Sumatera), dan Brunei. Mereka dikenal oleh gadingnya yang berbentuk balok berwarna merah bergradasi kuning - yang merupakan ciri khas burung ini yang tidak dimiliki burung lain. Bahkan Rangkong Gading juga dikenal sebagai jenis burung Rangkong terbesar di dunia, karena ukurannya bisa mencapai 1,5 hingga 1,8 meter, dengan rentang panjang sayap 44-49 cm, dan panjang ekor bagian tengah 30-50 cm.

Namun sayangnya, keunikan ini menjadi sebuah kutukan bagi mereka. Karena pasalnya, tonjolan padat (casque) itu justru membuatnya menjadi target perburuan besar-besaran, bahkan perburuan ini membuatnya berada diujung kepunahan. Meski demikian, di beberapa daerah di Kalimantan dan Sumatera, Rangkong Gading menjadi beberapa simbol kebaikan dan juga nilai budaya. Namun, tidak hanya itu saja, masih banyak hal-hal yang unik dari burung ini. Berikut deretan fakta unik dari Rangkong Gading!

1. Satu-satunya Burung di Dunia yang Memiliki 'Gading' Padat di Kepala

Helmeted Hornbill (commons.wikimedia.org/Doug Janson)

Kata 'Helmeted' pada namanya ini merujuk pada tonjolan seperti helm di paruh atasnya. Paruhnya yang seperti gading ini memiliki bentuk balok padat yang sangat berbeda dengan paruh rangkong lainnya. Paruhnya ini berwarna merah yang bertransisi kuning hingga ke paruh runcingnya. Gading atau balung pada betina tidak begitu besar dan tidak se-mencolok milik jantan. Gading atau balung (casque) ini sangat padat, dan bahkan beratnya mencapai 13% dari berat tubuhnya. Sehingga tidak heran jika mereka memiliki gelar sebagai satu-satunya burung di dunia yang memiliki gading terpadat di kepalanya.

2. Dimorfisme Seksual yang Sangat Mencolok

Helmeted Hornbill Betina (commons.wikimedia.org/Nur Nafis Naim)

Jantan dan betina – keduanya memiliki bulu berwarna hitam kecokelatan pada dada, punggung dan sayap, sementara pada ujung sayapnya berwarna putih. Selain itu, pada bagian perut, pangkal kaki, dan tunggir berwarna putih kekuningan. Selain itu, bulu tengkuk dan jambulnya berwarna hitam serta merah lembayung yang hampir melingkari sebagian lingkar matanya. Selain itu, mereka memiliki ekor yang sangat panjang, apalagi di dukung dengan 2 helai bulu ekor tengah berwarna putih kusam, panjangnya sekitar sekitar 30-50 cm. Namun, sebagian besar bulu pada ekornya berwarna hitam dengan (hampir) ujung berwarna putih.

Walaupun keduanya memiliki bulu yang sama, tetapi keduanya memiliki perbedaan yang cukup mencolok - mulai dari gadingnya, yang di mana betina memiliki gading yang lebih kecil dibandingkan dengan gading milik jantan, bahkan gading jantan lebih besar dan juga padat. Selain itu, perbedaan ini juga terdapat pada kulit di bagian leher yang tidak berbulu. Jantan memiliki kulit leher berwarna merah, sementara leher sang betina berwarna putih kebiruan atau kehijauan. Selain itu, keduanya juga diketahui memiliki berat badan yang berbeda. Diketahui bahwa jantan memiliki massa tubuh yang lebih berat dibandingkan dengan betina – jantan memiliki berat sekitar 3 kg, sedangkan betina memiliki berat sekitar 2,6 hingga 2.8 kg.

3. Pejantan Saling Adu Kepala Untuk Memperebutkan Makanan Favorit

Helmeted Hornbill (commons.wikimedia.org/Ian Dugdale)

Dikutip dari laman Rangkong Indonesia, 99% makanan utamanya adalah berupa buah beringin atau buah ara. Dan 1% dari makanan utamanya ini berupa binatang-binatang kecil. Makanan favoritnya sudah pasti buah ara, tetapi dibalik ini semua ada perjuangan yang cukup unik untuk mendapatkan makanan favoritnya ini. Dilansir dari World Land Trustaerial jousting atau adu balung di udara telah diamati di dekat pohon ara yang sedang berbuah, menunjukkan bahwa burung-burung tersebut berebut akses ke buah ara. Mereka akan berkelahi dan bertabrakan di udara, gading mereka akan saling berbenturan, dan sering kali mengakibatkan salah satu atau keduanya terlempar atau terpental ke belakang. Hal ini dilakukan hanya untuk mendapatkan akses ke pohon ara untuk mendapatkan buahnya yang merupakan makanan favoritnya.

4. Betina 'Dikurung' Selama Berbulan-bulan di Dalam Sarang

Helmeted Hornbill Betina (commons.wikimedia.org/Nur Nafis Naim)

Ketika dewasa, mereka akan membentuk pasangan kawin yang akan berlaku seumur hidup (karena mereka bersifat monogami) dan akan membuat sarang. Namun, dalam kebiasaan bersarangnya ini, terdapat hal yang cukup unik – yang di mana mereka akan membangun sarang di pohon yang berlubang dan akan menutup lubang itu dengan lumpur, kotoran, dan sisa makanan. Walaupun sarangnya ditutupi dengan lumpur ataupun kotoran, mereka akan menyisakan lubang kecil yang berguna untuk menjaga suhu dalam sarang, menjaga kebersihan sarang, hingga untuk menyalurkan makanan ke dalam sarang - hal ini disebabkan karena betina akan berada di dalam sarang selama berbulan-bulan untuk mengerami telur, yang di mana masa inkubasi burung ini mencapai 150 hari atau kurang lebih 5 bulan.

5. Suaranya Bisa Terdengar Hingga Dua Kilometer!

Helmeted Hornbill (commons.wikimedia.org/Doug Janson)

Dilansir dari Wild Ambience, serangkaian nada 'toop' yang semakin cepat, yang terbentuk selama beberapa menit dan kemudian lama-kelamaan (puncaknya) akan mengeluarkan suara seperti orang tertawa terbahak-bahak atau terpingkal-pingkal. Suaranya yang keras ini bahkan bisa didengar dari jarak 2 km, lho!

6. Menjadi Simbol dan Nilai Budaya di Beberapa Daerah di Indonesia

Helmeted Hornbill (commons.wikimedia.org/Ian Dugdale)

Bagi masyarakat Dayak, Rangkong Gading atau bagi masyarakat Dayak yang lebih tepatnya suku Dayak Punan Aput yang bermukim di Desa Long Sule dan Long Pipa, menyebutnya dengan sebutan Tujaku, menjadikan burung ini sebagai lambang kesetiaan. Dilansir dari laman Restorasi Habitat Orangutan Indonesia, menurut cerita dari masyarakat setempat, ketika sang betina menghilang atau mati, sang jantan akan mencari pasangannya selama berbulan-bulan di lokasi terakhir mereka bersama. Walaupun begitu, sebelumnya masyarakat di sana memburunya untuk diambil kepala serta bulunya untuk dijadikan sebagai aksesoris kesenian dan pakaian adat. Namun kini, perburuan tersebut sudah lama ditinggalkan, dan juga masyarakat telah mempercayai tujaku sebagai simbol adat yang memiliki nilai yang sangat sakral dan tidak bisa digantikan dengan uang berapa pun. Selain menjadi simbol kesetiaan, dilansir dari laman Rangkong Indonesia, masyarakat Dayak juga percaya bahwa Rangkong Gading merupakan simbol keberanian, pelindung, dan juga jembatan antara roh leluhur dengan masyarakat dayak.

Selain itu, dilansir dari sumber yang sama, dalam budaya Kalimantan, burung ini menjadi simbol Alam Atas – yaitu alam kedewataan yang bersifat maskulin. Sementara di pulau Sumatera, khususnya di Provinsi Lampung, burung ini memiliki nilai budaya yang melambangkan keagungan dan kepemimpinan bagi masyarakat Lampung.

7. Statusnya Kini Sangat Amat Mengkhawatirkan

Helmeted Hornbill (commons.wikimedia.org/Doug Janson)

Sayangnya, kini keindahan gading balok ini sudah berada di ujung kepunahan. Kini mereka telah berstatus kritis terancam punah atau Critically Endangered menurut IUCN. Padahal sebelum dinyatakan sangat terancam punah, mereka berstatus Near Threatened atau hampir terancam pada tahun 2012. Lalu tiga tahun kemudian mereka telah dinyatakan sangat terancam punah. Semua hal ini terjadi akibat hilangnya habitat asli, kurangnya tindakan konservasi, dan banyaknya perburuan liar. Namun, perburuan liar masih menjadi ancaman terbesar dan sangat mengerikan bagi mereka. Dilansir dari laman Rangkong Indonesia, investigasi yang dilakukan oleh Rangkong Indonesia dan Yayasan Titian yang di dukung oleh Dana Konservasi Chester Zoo mencatat selama tahun 2013 sekitar 6.000 Rangkong Gading dewasa dibantai di Kalimantan Barat untuk diambil kepalanya, kemudian sepanjang tahun 2015 tercatat sebanyak 2.343 paruh Rangkong Gading berhasil disita dari perdagangan gelap. Namun, hal ini juga tidak hanya terjadi di Indonesia saja, di Malaysia dan Thailand juga burung ini mengalami ancaman yang serupa, sehingga populasi mereka terus-menerus menurun.

Rangkong Gading kini telah dilindungi oleh undang-undang pemerintah Indonesia, dan juga mereka telah terlampir dalam perjanjian CITES (Convention on Internasional Trade in Endangered Species), yang bertujuan untuk tidak melibatkan mereka dari segala macam perdagangan. Selain itu, tindakan konservasi terhadap burung ini telah dilakukan, yang di mana mereka kini hidup di beberapa kawasan lindung di Indonesia, Malaysia, hingga Thailand.

Kisah rangkong gading adalah cermin dari kondisi hutan tropis Asia Tenggara yang kian terdesak. Keunikan fisiknya menjadikannya spesies ikonik, tetapi juga membuka jalan bagi ancaman perburuan dan hilangnya habitat. Di balik suara tawa khasnya yang menggema di antara pepohonan, tersembunyi pesan penting tentang rapuhnya ekosistem yang kita miliki. Upaya konservasi menjadi harapan terakhir untuk memastikan burung megah ini tetap terbang di masa depan. Melindungi rangkong gading bukan hanya menyelamatkan satu jenis burung, tetapi menjaga keseimbangan hutan tropis yang menjadi paru-paru kehidupan di kawasan ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team