Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
macan tutul jawa (commons.wikimedia.org/ Adam Šťastnýýi)

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan taman nasional yang mencakup wilayah hutan hujan tropis terluas di Pulau Jawa. TNGHS diresmikan sebagai taman nasional pada tahun 2003. Sebelumnya, kawasan ini berstatus Taman Nasional Gunung Halimun yang berdiri sejak tahun 1992, tapi kemudian diperbesar cakupannya hingga area hutan Gunung Salak. TNGHS saat ini tercatat memiliki luas 113.357 hektare.

Wilayah TNGHS meliputi dua gunung yang populer sebagai tempat pendakian, yaitu Gunung Halimun dan Gunung Salak. Di ekosistem hutan pegunungan ini, hidup ratusan jenis hewan. Tercatat setidaknya ada 61 spesies mamalia, 244 spesies burung juga ratusan spesies serangga. Puluhan spesies fauna di sini bersifat endemik dan sudah berstatus langka!

Apa saja hewan langka yang bisa kamu temui saat menyambangi Taman Nasional Gunung Halimun Salak? Yuk, simak beberapa ulasannya berikut.

1. Macan tutul jawa

macan tutul jawa yang dilepasliarkan di tahun 2023 (Dok. KLHK)

Kawasan Gunung Halimun dan Salak merupakan habitat bagi satu-satunya kucing besar yang tersisa di Pulau Jawa, Panthera pardus melas. Karnivor yang dikenal dengan nama macan tutul jawa ini memiliki ukuran yang lebih kecil daripada subspesies macan tutul yang lain. Panjang tubuhnya antara 90–160 sentimeter dengan bobot antara 50–70 kilogram. 

Macan tutul jawa merupakan predator puncak yang memangsa beragam hewan. Di TNGHS, hewan nokturnal ini biasa memakan babi hutan, pelanduk kancil, anjing, kucing hutan, burung elang, serta mamalia kecil lain. Mereka akan mengawasi calon mangsa dari atas pohon sebelum menyergapnya dengan cekatan.

Menurut IUCN, hewan yang memiliki pendengaran tajam ini berstatus kritis (critically endangered). Populasinya diperkirakan hanya 350 individu dewasa saja. KLHK sendiri menginformasikan bahwa jumlah macan tutul jawa di TNGHS diperkirakan berjumlah 8–52 ekor, dengan kepadatan populasi sekitar 11,2 individu per 100 kilometer persegi. Tak jarang macan tutul jawa terdeteksi melalui kamera jebak atau dilihat oleh individu yang berada di kawasan TNGHS. 

2. Kukang jawa

kukang jawa (commons.wikimedia.org/ Dr. K.A.I. Nekaris)

Nycticebus javanicus merupakan primata endemik Jawa Barat dan Jawa Tengah yang bisa ditemukan di wilayah Gunung Halimun dan Gunung Salak. Hewan yang identik dengan mata besarnya ini ialah mamalia kecil dengan ukuran rata-rata 29 sentimeter dengan berat 570 hingga 690 gram saja. Mungil, bukan?

Kukang jawa merupakan omnivor pemakan buah, telur, dan serangga kecil. Mereka juga mengonsumsi getah pohon. Hidupnya di atas pohon dan soliter atau membentuk keluarga kecil.

Karena rupanya yang imut, hewan ini populer dijadikan peliharaan. Hal ini memicu perburuan besar-besaran dan penurunan populasinya di alam. Dalam 2 dekade terakhir, jumlahnya diperkirakan berkurang sebanyak 80 persen. Hingga akhirnya, kukang jawa berstatus kritis (critically endangered).

Kondisi hutan TNGHS sendiri dinilai cukup baik untuk jadi habitat kukang jawa serta lokasi pelepasliaran kukang hasil rehabilitasi. Di awal tahun 2024 ini saja, ada 30 ekor kukang yang dilepaskan di TNGHS. Jadi, jangan kaget kalau kamu bertemu dengan salah satu dengannya saat mendaki di TNGHS ya!

3. Surili

surili jawa (commons.wikimedia.org/ Tony King)

Kukang jawa bukan satu-satunya primata yang bisa kamu lihat di TNGHS. Di kawasan ini, ada juga monyet surili yang memiliki nama ilmiah Presbytis comata. Monyet endemik Pulau Jawa ini punya bulu berwarna abu hingga hitam, namun bagian perut, dada dan lengan bagian dalamnya putih. Wajahnya berwarna hitam dengan tampilan imut yang menggemaskan.

Surili jawa dikenal sebagai hewan folivor alias pemakan daun. Sebagian besar makanannya memang terdiri dari dedaunan muda yang berasal dari pohon fikus. Mereka juga bisa mengonsumsi bunga dan buah, namun tidak menyukai buah terlalu manis yang bisa mengganggu keseimbangan asam di perutnya.

Monyet dunia lama ini punya peran penting di hutan. Dengan memakan dedaunan berlebih, mereka membantu perkembangan tanaman. Biji buah yang "ditebar" dari kotorannya pun akan tumbuh jadi pohon-pohon baru di hutan. Sayang, deforestasi dan perburuan membuat surili juga terancam punah.

4. Owa jawa

owa jawa (commons.wikimedia.org/ Petr Hamerník)

Primata langka lain yang juga berhabitat di TNGHS ialah owa jawa. Hewan bernama ilmiah Hylobates moloch ini bisa kamu kenali dari ketiadaan ekor di tubuhnya. Tubuhnya berwarna abu kebiruan yang gelap dengan bulu kepala warna hitam. Bobotnya sekitar 8 kilogram.

Owa jawa menghabiskan banyak waktunya di atas pohon. Mereka pandai berayun dari satu pohon ke pohon lainnya dengan cekatan. Dalam sekali berayun, jarak 15 meter antarpohon bisa terlewati. Hebat, bukan?

Hewan yang aktif di siang hari ini sayangnya terancam akibat deforestasi dan perburuan. Menurut IUCN, jumlah owa jawa kini kurang dari 2.500 ekor. Mereka biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil yang terdiri dari orang tua dan anak-anaknya. Di TNGHS sendiri mereka tercatat keberadaannya di daerah Cikaniki, Gunung Luhur, serta Ciptagelar.

5. Trenggiling

trenggiling (commons.wikimedia.org/ Frendi Apen Irawan)

TNGHS juga menjadi rumah bagi hewan paling diperdagangkan ilegal sedunia, yaitu trenggiling. Trenggiling sunda (Manis javanica) identik dengan tubuhnya yang ditutupi sisik tebal. Sisik ini terbuat dari keratin dan berguna untuk melindunginya dari predator. Mereka ialah mamalia bersisik satu-satunya dalam ordo Pholidota.

Di TNGHS, trenggiling sunda cenderung memilih hutan sekunder dengan kemiringan lahan yang curam. Kenapa demikian? Rupanya kemiringan lahan tersebut bisa berguna baginya ketika melarikan diri dari predatornya, macan tutul. Jika lahannya miring, mereka bisa menggulung badannya jadi berbentuk bola dan menggelinding. Kecepatannya bisa mencapai 3 meter per detik, lho!

Sayang sekali, kini trenggiling berstatus kritis (critically endangered). Perburuan besar-besaran telah menurunkan populasinya secara drastis. Sisik mereka dipercaya berkhasiat sehingga kerap dijadikan bahan baku obat tradisional Tiongkok, bahkan narkoba. Selain itu, daging dan lidahnya juga jadi sumber protein.

6. Elang jawa

elang jawa (commons.wikimedia.org/ Eko Prastyo)

Burung endemik Pulau Jawa, Nisaetus bartelsi juga tercatat keberadaannya di TNGHS. Burung yang lebih dikenal dengan nama elang jawa ini merupakan salah satu predator utama di kawasan ini. Mereka memangsa reptil dan mamalia kecil seperti bajing dan tikus. Terkadang mereka juga memburu burung atau anak monyet.

Elang jawa biasa bersarang di pohon tinggi di lereng bukit. Mereka bisa membangun sarang di ketinggian 30 meter, lho! Hal ini dilakukan untuk melindungi anak-anaknya dari burung pemangsa atau predator lain.

Populasi elang jawa secara keseluruhan dinilai mengkhawatirkan dan tergolong langka. Di TNGHS, KLHK mencatat bahwa setidaknya terdapat 10 sarang elang jawa yang aktif yang tersebar sebanyak 7 sarang di area Gunung Salak dan sisanya di Gunung Halimun. Di tahun 2023 dan 2024 terdata ada masing-masing satu bayi elang jawa yang menetas. Reproduksinya memang cukup lambat. Elang jawa cuma akan bertelur satu kali saja dalam 2 tahun. Jumlah telur yang dihasilkan pun hanya satu butir saja!

7. Ajag

ajag (commons.wikimedia.org/ davidraju)

Pernahkah kamu mendengar tentang ajag? Hewan bernama ilmiah Cuon alpinus ini sering dikira sebagai serigala atau anjing. Padahal mereka ialah spesies anjing liar asia yang berhabitat di kawasan hutan seantero Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Jawa, selain di TNGHS, mereka  bisa ditemukan di TN Gunung Gede Pangrango juga TN Baluran. 

Ajag, atau dhole dalam bahasa Inggris, bisa dikenali dari tubuhnya yang ramping dengan bulu berwarna cokelat kemerahan. Ekornya tebal bak ekor rubah dan berwarna gelap. Panjang kepala hingga badannya bisa mencapai 107 sentimeter dengan bobot sekitar 17 hingga 21 kilogram.

Mamalia yang hidup dalam kelompok ini dikenal sebagai pemburu babi hutan atau rusa. Namun, mereka juga bisa memangsa mamalia kecil seperti tikus atau kelinci. Mereka mengendalikan jumlah mangsa agar tidak berlebihan dan mengganggu ekosistem. Saat ini populasi mereka mengalami penurunan sehingga masuk ke dalam kategori hewan langka yang dilindungi.

Selain ketujuh hewan langka di atas, masih ada ratusan spesies hewan lain yang menggantungkan hidupnya dengan alam TNGHS. Kamu bisa turut bantu melestarikan keberadaan mereka, lho! Caranya dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tidak mengusik keberadaan mereka bila kamu sedang hiking atau camping di kawasan TNGHS. Yuk, jaga hewan-hewan unik ini!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team