London Blitz terjadi ketika Inggris dengan berani menentang Nazi, dan sebagai gantinya Luftwaffe — angkatan udara Jerman Nazi — memborbardir kota London dan seluruh Britania Raya sampai hancur. Keadaan saat itu sudah sangat buruk, dan kehadiran sosok psikopat di kota London saat itu semakin membuatnya lebih buruk.
Dari balik kegelapan, Gordon Frederick Cummins — yang telah mendaftar di Angkatan Udara Kerajaan, dan ditempatkan di Pusat Penerimaan Pesawat di London utara — meneror London dengan melakukan pembunuhan dan penyerangan selama enam hari. Sebanyak tujuh wanita diserang, empat dari mereka meninggal dunia.
Kebanyakan korban Cummins adalah seorang pelacur, dan korban pertamanya adalah Evelyn Hamilton, yang diserang secara seksual, dirampok, dicekik, dan dibuang ke dalam selokan. Hampir dua puluh empat jam kemudian, tubuh Evelyn yang terpotong-potong ditemukan bersama dengan pembuka kaleng.
Keesokan harinya, tubuh wanita lain, Margaret Florence Lowe, ditemukan dengan isi perut yang berhamburan. Kemudian di hari keempat, polisi menemukan seorang pelacur lainnya yang menjadi korban keganasan Cummins, yaitu Doris Jouannet.
Seperti yang dikutip dari laman Old Police Cells Museum, agar menjadi seperti sebuah "kisah horor" Cummins sengaja menunggu satu hari untuk menyerang wanita lain pada hari Jumat tanggal 13. Namun tidak seperti Jason Voorhees, Cummins tidak berhasil membunuh siapa pun pada malam itu.
Seorang wanita berusia 32 tahun bernama Mary Haywood berhasil diselamatkan ketika seorang polisi malam menyorotkan senternya ke Cummins saat sedang melakukan serangan. Selama perkelahian, Cummins meninggalkan masker gas miliknya dan melarikan diri.
Polisi melacak nomor seri masker tersebut dan mendapatkan identitas Cummins. Cummins sang "Blackout Ripper" akhirnya dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi pada tanggal 25 Juni 1942.