Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Serangga yang Terbang Paling Pelan di Dunia
Ilustrasi salah satu serangga yang terbang paling pelan di dunia (commons.wikimedia.org/Alvesgaspar)

Intinya sih...

  • Kupu-kupu satyridae, terbang seperti daun gugur

  • Ngengat luna, indah tapi rapuh

  • Lalat bangau, nyamuk raksasa yang gampang tersapu angin

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kalau biasanya kita membayangkan serangga sebagai makhluk kecil yang lincah, cepat, dan sulit ditangkap, ternyata tidak semuanya begitu. Ada sejumlah serangga yang justru dikenal dengan kemampuan terbangnya yang super pelan, bahkan bisa kalah cepat dibandingkan manusia yang sekadar berjalan santai. Fenomena ini bukan sekadar soal kelemahan, melainkan strategi evolusi yang unik untuk bertahan hidup.

Serangga-serangga ini memanfaatkan kecepatan terbang yang rendah untuk menyamarkan diri, menipu predator, hingga menghemat energi. Dengan gaya terbang yang malas, melayang, atau sekadar zig-zag, mereka justru mampu bertahan jutaan tahun dalam rantai ekosistem. Yuk, kenali siapa saja serangga dengan rekor terbang paling lemot di dunia.

1. Kupu-kupu satyridae, terbang seperti daun gugur

Ilustrasi kupu-kupu satyr yang terbang mirip daun gugur (inaturalist.org/nathangoldberg)

Kupu-kupu dari famili satyridae terkenal dengan gaya terbangnya yang lambat, tidak lebih dari 1—2 km/jam. Gerakan mereka yang seperti mengayun sering disamakan dengan daun kering yang jatuh tertiup angin. Menurut British Journal of Entomology and Natural History, strategi ini membuat mereka lebih sulit dideteksi predator karena tubuhnya menyatu dengan lingkungan sekitar.

Meski terlihat ‘lemah’, gaya terbang ini justru jadi keuntungan. Alih-alih kabur dengan cepat, satyridae mengandalkan kamuflase visual. Predator seperti burung sering terkecoh dan melewatkannya. Jadi, lambat di sini bukan berarti kalah, melainkan bentuk kecerdikan evolusi.

Banyak spesies satyridae hidup di hutan-hutan tropis Asia dan Amerika. Mereka lebih sering terbang rendah di semak-semak, bukan di area terbuka. Hal ini membuatnya seolah bermain petak umpet alami.

2. Ngengat luna, indah tapi rapuh

Ilustrasi ngengat luna yang tampak indah tapi lamban dan rapuh (inaturalist.org/stomlins701)

Ngengat luna atau Actias luna adalah salah satu ngengat malam paling ikonik dengan sayap hijau transparan yang indah. Meski begitu, kemampuan terbangnya sangat terbatas. Menurut AIDASCO Reviews, otot terbangnya tidak terlalu kuat sehingga hanya mampu bergerak lambat, nyaris melayang tanpa arah jelas.

Terbang pelan ini bukan kelemahan mutlak. Justru, pola terbang acak dan tidak teratur sering membuat predator kesulitan memperkirakan arah geraknya. Dengan begitu, ia punya peluang lebih besar untuk lolos meski tak secepat kupu-kupu biasa.

Selain itu, umur ngengat luna sangat pendek, rata-rata hanya sekitar seminggu karena mereka tidak memiliki mulut untuk makan. Jadi, mereka hanya perlu terbang secukupnya untuk kawin dan bertelur, bukan untuk berburu makanan.

3. Lalat bangau, nyamuk raksasa yang gampang tersapu angin

Ilustrasi lalat bangau yang kerap dikira nyamuk dan mudah tersapu angin (inaturalist.org/ahleitao)

Lalat bangau (Tipulidae) sering dikira nyamuk raksasa, padahal mereka tidak menggigit. Serangga ini terkenal sangat buruk dalam terbang. Menurut Bulletin of The California Insect Survey dari laman resmi Essig Museum of Entomology, rata-rata kecepatannya di bawah 1 km/jam, dan mereka mudah sekali terbawa angin meskipun hembusannya pelan.

Tubuhnya yang panjang dan kaki yang kurus membuat keseimbangan mereka di udara sangat rapuh. Alhasil, banyak yang hanya bisa melayang sebentar sebelum akhirnya hinggap. Terbang jauh jelas bukan keunggulan mereka.

Namun, kelemahan ini justru membuatnya jarang dianggap ancaman, sehingga predator seperti burung kecil tidak selalu menjadikannya target utama. Mereka lebih berfungsi sebagai penghubung ekosistem karena menjadi mangsa hewan lain.

4. Capung jarum, si rapuh dari tepi sungai

Ilustrasi capung jarum yang rapuh tapi berasal dari tepi sungai (inaturalist.org/portioid)

Berbeda dengan capung besar yang lincah dan cepat, capung jarum atau Zygoptera dikenal jauh lebih lambat. Menurut studi dalam Frontiers in Zoology, capung jarum memiliki daya dorong sayap yang lemah sehingga penerbangannya pelan, dengan kecepatan rata-rata sekitar 2 km/jam.

Mereka lebih suka hinggap di dedaunan tipis atau rerumputan dekat air ketimbang melakukan penerbangan panjang. Terbang lambat ini sesuai dengan pola hidupnya yang lebih tenang dibanding capung predator.

Karena kecepatannya terbatas, capung jarum tidak bisa mengejar mangsa besar. Mereka biasanya hanya memburu serangga kecil yang kebetulan lewat dekat dengan posisinya.

5. Kupu-kupu morpho, sayap biru besar tapi lambat

Ilustrasi kupu-kupu morpho yang punya sayap biru besar tapi sangat lambat (flickr.com/Kris Petersen)

Kupu-kupu morpho dari Amerika Selatan terkenal karena sayap birunya yang indah berkilau. Namun, kemampuan terbangnya cukup lambat. Menurut Biological Journal ofthe Linnean Society, meski ukurannya besar, kupu-kupu ini lebih sering melayang santai di hutan tropis.

Keindahan sayap biru metalik justru jadi senjata utama. Kilauan cahaya yang dipantulkan saat terbang lambat membuat predator seperti burung kebingungan karena arah dan bentuk tubuhnya sulit dilacak.

Morpho sering terlihat terbang rendah di hutan Amazon, hanya berpindah pendek dari satu pohon ke pohon lain. Jadi, meskipun lambat, mereka tetap selamat berkat ilusi optik yang menipu mata pemangsa.

6. Ngengat atlas, sayap terbesar tapi bukan tercepat

Ilustrasi ngengat atlas yang punya sayap terbesar tapi bukan yang tercepat (inaturalist.org/pankaj-kumar)

Ngengat atlas (Attacus atlas) adalah ngengat dengan sayap terbesar di dunia, membentang hingga 25—30 cm. Namun, ukuran besar tidak menjamin kecepatan. Menurut kanal digital One Earth, ngengat ini justru lambat terbangnya, hanya mampu bergerak pelan dari satu cabang ke cabang lain.

Sayap besar membuat tubuhnya lebih sulit bermanuver, sehingga energi cepat habis. Mereka biasanya aktif hanya di malam hari dengan penerbangan singkat.

Meski begitu, ukuran sayap yang menyerupai kepala ular di ujungnya menjadi pelindung alami. Predator sering terkecoh dan menghindar, sehingga ngengat atlas tidak perlu kecepatan tinggi untuk selamat.

7. Ngengat kain, terbang singkat dan hidup di sudut rumah

Ilustrasi ngengat kain yang terbang singkat dan bisa hidup di sudut rumah (commons.wikimedia.org/Ilia Ustyantsev)

Ngengat kain (Tineidae), yang sering jadi hama pakaian, juga dikenal sebagai penerbang lambat. Menurut Carlos Henrique Marchiori dalam buku yang bertajuk Definitions, mereka jarang terbang jauh, biasanya hanya melayang sebentar di sekitar ruangan gelap atau lemari.

Otot terbangnya lemah, sehingga mereka lebih sering berjalan atau merayap di permukaan kain ketimbang benar-benar terbang jauh. Terbang lambat ini cukup untuk berpindah tempat mencari kain wol atau bulu yang jadi makanannya.

Meski dianggap hama, pola terbang lambat mereka justru memudahkan manusia menangkap atau membasminya. Jadi, berbeda dari serangga cepat lain, ngengat kain tidak punya peluang besar untuk kabur.

Fenomena serangga dengan kemampuan terbang lambat membuktikan bahwa kecepatan bukanlah segalanya. Justru dengan bergerak pelan, serangga-serangga ini mengembangkan strategi bertahan hidup yang unik: mulai dari kamuflase, ilusi optik, hingga bentuk sayap menyerupai predator lain. Evolusi selalu menemukan cara agar setiap makhluk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Jadi, jangan remehkan serangga yang terbangnya lemot. Meski tampak lemah, mereka adalah bukti bahwa alam tidak selalu mengandalkan kekuatan atau kecepatan, tapi kecerdikan dan keseimbangan ekosistem. Dunia serangga kembali menunjukkan kepada kita bahwa ada banyak jalan menuju kelangsungan hidup, bahkan lewat langkah-langkah paling pelan di udara.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team