8 Partai Ultranasionalis yang Kian Bangkit di Eropa

Selama ini, konstelasi politik Eropa kental akan persaingan antara partai politik sayap kiri, tengah, dan kanan. Namun, beberapa tahun terakhir seiring meledaknya gelombang imigrasi dari Afrika dan Timur Tengah, beberapa partai ultranasionalis sayap kanan perlahan merangkak naik popularitasnya.
Berikut setidaknya delapan partai ultra nasionalis yang berhasil naik daun di Eropa sejak lima tahun terakhir.
1. Vox, Spanyol

Vox mengejutkan Spanyol di tahun 2019 dengan meraih lebih dari 50 kursi parlemen. Mereka menjanjikan persatuan di Spanyol, deportasi imigran ilegal, dan bahkan menganulir undang-undang kekerasan berbasis gender.
Popularitas Vox yang naik dianggap mengejutkan, mengingat Spanyol punya sejarah dengan tokoh diktator dan ultranasionalis seperti Jenderal Franco. Namun, Vox yang berjanji mengatasi masalah separatis di wilayah Catalunya justru menemukan momennya.
2. Alternative fur Deutschland (AfD), Jerman

AfD didirikan tahun 2013 oleh beberapa tokoh dari Free Democratic Party dan Christian Democratic Party (SDU) sebagai reaksi atas krisis ekonomi Eropa. Sejak awal, AfD memposisikan diri sebagai penentang imigrasi.
Mereka mengangkat isu anti imigrasi, anti-Islam, anti-establishment, Euroskeptic, dan diuntungkan dengan lemahnya penjagaan perbatasan oleh pemerintah Jerman. Bahkan di pemilu terakhir, AfD mengalahkan partai SDU di Thuringia. SDU merupakan partai yang menggawangi Angela Merkel.
3. Sverigedemokraterna (SD), Swedia

SD pertama kali masuk ke parlemen Swedia di tahun 2010. Dalam beberapa tahun, dukungan mereka terus bertambah dan berhasil meraih lebih dari 300 kursi pada 2018.
Swedia sendiri dikenal sebagai negara yang ramah pencari suaka. Namun, beberapa tahun terakhir negara Skandinavia ini memperketat kebijakan yang berkaitan dengan imigran setelah terjadi peningkatan aktivitas kriminal yang melibatkan imigran. Ideologi-ideologi SD yang sempat tak populer, kini jadi menarik di mata warga Swedia.
4. Eesti Konservatiivne Rahvaerakond (EKRE), Estonia

EKRE menembus parlemen di pemilu tahun 2015. Empat tahun kemudian, mereka mendapat lebih banyak kursi setelah memperoleh sekitar 17 persen suara dan menjadi partai terbesar ketiga di Estonia.
EKRE sama dengan partai ultranasionalis lainnya di Eropa yang menolak imigran, serta mengkritisi pernikahan sesama jenis. Ketua partainya Martin Helme, bahkan pernah mengatakan hanya orang kulit putih yang berhak tinggal di Estonia.
5. Prawo i Sprawiedliwosc (PiS), Polandia

PiS didirikan oleh dua saudara kembar Kaczynski di tahun 2001. PiS diuntungkan dengan demografi Polandia yang homogen, satu ras dan satu agama. Dengan demikian, sebenarnya ide-ide anti imigran, anti-Semit masuk dalam program mereka, hanya saja tidak terlalu kentara. Ketimbang dikategorikan partai ultranasionalis, mereka lebih sering masuk dalam kategori nasionalis konservatif.
PiS menjadi partai berkuasa di Polandia sejak 2015, dan sejak itu mencoba menggeser sistem politik Polandia menjadi otoritarianisme dengan tidak mengakui konstitusi dan membatasi media massa. Beberapa waktu lalu, PiS ditinggalkan sebagian anggota parlemennya karena posisi parpol yang tidak bersedia mengembangkan proyek energi terbarukan.
6. Fidesz, Hungaria

Partai ultranasionalis sayap kanan Fidesz tidak hanya jadi partai kuat di Hungaria, tetapi berhasil menjadi partai berkuasa selama tiga periode berturut-turut. Viktor Orban sang pemimpin berhasil menduduki posisi Perdana Menteri sejak tahun 2010 dan terpilih kembali di tahun 2018.
Selain menggaungkan ide anti imigran dan minoritas, serta Euroskeptic, Viktor Orban dan Fidesz juga membatasi gerak-gerik media sekaligus membuat konstitusi-konstitusi baru yang lebih otoriter.
7. Freiheitliche Partei Osterreichs (FPO), Austria

FPÖ terbentuk pada tahun 1955 dan berpengaruh besar dalam politik Austria sampai tahun 80an. Partai ini awalnya condong ke arah sosial demokrat alias sayap kiri, tetapi sejak tahun 2000 ia beralih ke arah kanan dengan mencoba mengumandangkan ide-ide anti-imigran, anti-Uni Eropa dan anti-Muslim.
FPÖ berhasil menjadi satu-satunya perwakilan ultranasionalis sayap kanan di parlemen Austria pada tahun 2017 setelah merebut 35 persen suara di pemilu. Namun, salah satu tokohnya terlibat skandal di tahun yang sama dan membuat partai ini harus keluar dari parlemen yang menjadikan popularita partai ini turun.
8. Front National (FN), Prancis

FN merupakan partai sayap kanan Prancis yang dipimpin Jean-Marie Le Pen sejak tahun 1972 hingga 2011. Program mereka selalu berkutat pada kebijakan-kebijakan dan retorika anti-Semit yang didukung warga kelas menengah dan para pengusaha kecil.
Ia kemudian digantikan oleh putrinya, Marine Le Pen yang kini tetap menganut paham serupa, tetapi punya sasaran yang berbeda. FN kini berjuang melawan imigrasi, mendukung Islamofobia, menolak liberalisme ekonomi, anti Uni Eropa, dan anti kelas elit. Pendukung mereka tak banyak berubah, didominasi kelas menengah dan pekerja kulit putih.
FN terakhir sukses di pilpres tahun 2002, lalu bertahan menjadi parpol terbesar ketiga di Prancis dan menariknya sempat menjadi pesaing kuat Emmanuel Macron di pilpres tahun 2017 lalu.
Meski kebijakan partai-partai sayap kanan tampak tak populer dan kontroversial, nyatanya melawan ide dan keyakinan mereka bukan hal mudah. Terbukti kecenderungan ini tak hanya terjadi di Eropa. Kenaikan popularitas partai-partai ultranasionalis sayap kanan juga terjadi di beberapa negara di benua Amerika.