Siapa yang tidak mengenal nilon, bahan yang sering kita jumpai sebagai bahan baku industri tekstil. Serat sintetis ini memiliki daya tahan dan elastisitas yang bagus sehingga sangat diminati di dunia mode. Hal yang jarang diketahui adalah keterlibatan nilon dalam Perang Dunia II.
Seperti ditulis dalam laman Science History Institute, nilon sudah sangat digemari masyarakat sejak dipublikasikan pada tahun 1938. Namun, DuPont sebagai produsen nilon kemudian mengerahkan seluruh produksi nilon untuk keperluan militer pada November 1941. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan Amerika Serikat terhadap sutra dari Jepang bisa digantikan oleh nilon di saat hubungan antara Jepang dan Amerika Serikat yang semakin mengkhawatirkan.
Sejak tahun 1942, seluruh nilon yang diproduksi benar-benar hanya digunakan untuk keperluan militer Sekutu, misalnya untuk pembuatan parasut. Berbeda jauh dengan yang terjadi di tahun 1940 ketika sekitar 90% nilon masih diproduksi untuk bahan baku stoking.
Produksi nilon yang terbatas untuk keperluan perang tentu membuat nilon menghilang dari pasar sementara minat masyarakat umum terhadap nilon masih sangat tinggi. Tidak heran jika nilon sampai masuk pasar gelap selama perang berlangsung.
DuPont baru kembali memproduksi nilon untuk kebutuhan pasar setelah Perang Dunia II berakhir. Stoking nilon yang kembali dijual di pasaran sejak September 1945 langsung diserbu oleh masyarakat yang sudah merindukan kembalinya nilon.