Julius Caesar memiliki catatan militer yang luar biasa. Pikirannya yang cemerlang sanggup membayangkan beberapa metode yang paling cerdik untuk mengalahkan dan mengalahkan lawan-lawannya.
Salah satunya adalah jembatan di atas Sungai Rhine yang dibangun oleh pasukan legionnya. Jembatan strategis ini dianggap sebagai "mahakarya teknik militer" dan memungkinkan pasukannya memiliki mobilitas untuk melewati hambatan alami ini.
Mungkin Pertempuran Alesia dapat menggambarkan kejeniusan dari strategi militer Caesar. Saat itu Caesar sedang mengepung sebuah benteng kokoh di puncak bukit karena serangan langsung terhadap pasukan Galia tidak akan berguna.
Dia tahu bahwa persediaan makanan di benteng tidak akan bertahan lama dengan 80.000 penduduk di dalamnya. Untuk membuat blokade sempurna, Caesar membangun satu set tembok di sekitar benteng untuk menghentikan siapa pun yang akan masuk atau pergi, sebuah strategi yang disebut circumvallation.
Caesar tahu bahwa pasukan bantuan pasti akan tiba, jadi dia memutuskan untuk membangun rangkaian pertahanan kedua di sekitar pasukannya. Langkah brilian ini membuatnya dapat terus mengepung benteng sambil mempertahankan pasukannya dari pasukan bantuan musuh yang akan menyerang dari belakang.
Sayangnya, pasukan bantuan musuh berhasil menerobos titik lemah di benteng dan menyerang pasukan Caesar. Para legiunnya kalah telak karena jumlah musuh jauh lebih banyak, dan pasukan Galia di dalam benteng menyerang pada saat yang bersamaan.
Caesar pun mengatur detasemen kavaleri kecil sekitar 6.000 orang, dan menyerang bagian belakang pasukan bantuan musuh. Khawatir bahwa pasukan kedua Caesar akan tiba, pasukan Galia yang panik terpecah dan melarikan diri.
Vercingetorix, pemimpin Galia, menyerahkan benteng dan dirinya sendiri. Strategi yang cemerlang ini berhasil mengamankan Italia utara, Prancis, Belgia, dan sebagian besar Belanda dalam kekuasaan Romawi.