Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam 

Musuh terduga, medan sulit, penyalahgunaan obat terlarang

"Perang adalah neraka" kata tulisan tangan di helm tentara dalam Perang Vietnam. Bahkan sebagian besar warga Amerika pada tahun 1960-an cenderung setuju bahwa perang itu hanya membawa kesengsaraan. Amerika yang berkomitmen pada cita-cita kebebasan dan demokrasi Barat, bertekad untuk menghentikan penyebaran komunisme di Asia.

Namun, idealisme itu memudar ketika perang berlangsung, saat AS mengirim lebih banyak pasukan, lebih banyak sumber daya, dan lebih banyak uang ke Vietnam, karena banyaknya tentara muda Amerika yang tewas. Usia rata-rata tentara AS yang terjun dalam perang mulai dari 26 tahun pada Perang Dunia II menjadi 19 tahun, bahkan belum cukup umur untuk memilih pada saat itu. Beginilah kehidupan tentara AS dalam Perang Vietnam.

1. Masalah ras memburuk selama Perang Vietnam

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam tentara kulit hitam bernama Mahlon S Jenkins selama pertempuran (1967) (commons.wikimedia.org/US ​​Army Center of Military History/Joel D. Meyerson)

Dilansir laman The New York Times, banyak orang Afrika-Amerika yang direkrut menjadi tentara daripada orang kulit putih, dengan lebih dari 16 persen yang wajib militer dan 23 persen dari semua pasukan tempur, meskipun hanya 11 persen dari populasi sipil pada tahun 1967. Vietnam adalah perang besar pertama bagi AS, di mana tentara kulit hitam dan putih terintegrasi penuh, tetapi tidak setara. Tentara kulit hitam mengeluh bahwa mereka diperlakukan secara tidak adil, sering menerima hukuman, dan lebih sedikit promosi daripada rekan kulit putih mereka. Hanya 2 persen petugas yang berkulit hitam.

Namun, ketegangan antara tentara kulit hitam dan kulit putih masih rendah pada awal perang. Wallace Terry, seorang koresponden perang kulit hitam yang bekerja untuk Time, menggambarkan bahwa ia melihat ribuan tentara Amerika yang berbagi duka bersama di medan perang. Namun setelah pembunuhan Martin Luther King Jr., kekerasan rasial di kota-kota di seluruh Amerika akhirnya sampai ke Vietnam. Setelah mendengar berita kematian MLK, beberapa tentara kulit putih berparade di sekitar pangkalan di Teluk Cam Ranh dengan jubah KKK, yang secara terbuka menyambut berita tersebut. Tidak mengherankan, hal ini bertentangan dengan tentara kulit hitam, dan perselisihan semakin memburuk saat perang berlarut-larut. 

2. REMF bagi tentara terpilih

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam Seorang anggota Unit Survei Topografi ke-1 mencetak peta Provinsi Phuoc Tuy di Nui Dat (commons.wikimedia.org/William Alexander (Bill) Errington)

Terlepas dari ras, beberapa laki-laki memilih untuk bergabung dalam Perang Vietnam, setelah mengetahui bahwa mereka akan diberi tugas yang lebih baik jika pergi secara sukarela. Alih-alih ditempatkan di garis depan, mereka ditempatkan di salah satu pangkalan belakang. Tentara yang mendapatkan tugas mekanis atau logistik memiliki pengalaman yang jauh berbeda dibandingkan mereka yang berada di zona pertempuran. Mereka disebut REMF ("Rear Echelon Mother F*ckers"), para prajurit ini memiliki pengalaman yang relatif nyaman di Vietnam.

Sekitar 75 persen dari 2,5 juta tentara yang berperang di Vietnam bekerja sebagai juru tulis dan jauh dari garis depan. Mereka diberikan fasilitas yang cukup memadai, seperti tidur di ranjang, makan makanan hangat, minum di bar, dan berbelanja di komisaris yang lengkap. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan mendapatkan kemewahan yang tidak mereka dapatkan di rumah mereka sendiri. Markas tentara di Long Binh, misalnya, memiliki fasilitas seperti trek go-kart, kolam renang, ruang angkat berat, golf mini, arena panahan, amfiteater, dan bahkan rumah bordil.

3. Para tentara akan berjalan tanpa henti

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam Seorang tentara Vietnam Utara yang menyerah kepada Marinir dari Kompi A, Batalyon 1 Marinir ke-9 selama Operasi Prairie II (commons.wikimedia.org/National Archives)

Secara resmi, tujuan tentara AS adalah merebut kembali Vietnam Selatan dari komunis, menemukan dan melenyapkan Viet Cong, serta menarik hati dan pikiran penduduk setempat. Akan tetapi, para tentara lebih banyak berjalan ketimbang bertempur. Mereka bisa berjalan selama berhari-hari hingga berminggu-minggu, berpatroli untuk menemukan pejuang gerilya Viet Cong atau anggota Tentara Vietnam Utara. 

Selain itu, para tentara juga membawa ransel yang berat, berisi perlengkapan yang mereka perlukan untuk bertahan hidup di medan yang sulit. Mereka membawa makanan, jaket antipeluru, senapan dan amunisi. Meskipun begitu, menemukan Viet Cong tidaklah mudah. Strategi Viet Cong selalu selangkah lebih maju, ia bersembunyi di pepohonan atau berbaur dengan penduduk setempat, sehingga lokasi para pejuang gerilya sulit dipastikan.

4. Bukan saja musuh, lingkungan juga sangat mematikan bagi para tentara

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam King kobra terbesar yang dibunuh oleh tentara. (commons.wikimedia.org/Campbell, Byron Charles)

Bukan saja musuh yang berusaha membunuh, tapi juga kawanan nyamuk yang menyebarkan demam berdarah di seluruh kamp, ​​​​dan dengan 30 jenis ular berbisa yang gigitannya terbukti mematikan. Jadi dapat dipahami jika semangat para tentara redup selama musim hujan, karena hujan lebat akan membasahi tentara dan membanjiri sawah selama lebih dari enam bulan.

Saat tidak hujan, cuaca akan sangat panas dan lembab. Mereka juga harus menembus semak-semak hutan dan rumput gajah dengan dedaunan yang begitu lebat dan tajam hingga bisa melukai kulit. Lintah juga sering kali menghisap darah para tentara, khususnya tentara yang membuat kamp di sawah.

5. Bahaya tersembunyi yang mematikan

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam Pasukan Batalyon 3, The Royal Australian Regiment (3RAR), berpatroli di perkebunan karet Binh Ba selama Operasi Balaclava. (commons.wikimedia.org/Bryan Campbell)

Ancaman terbesar bagi para tentara adalah bahaya yang disembunyikan. Baik di tengah hutan atau di persawahan, lingkungan ini sangat asing bagi tentara AS, tetapi familiar bagi Viet Cong dan rekan-rekannya, mereka sangat ahli bersembunyi. Meskipun pasukan Amerika memiliki daya tembak yang jauh lebih unggul, tetapi Viet Cong dengan sengaja menghindari konflik skala besar untuk mengalahkan tentara AS.

Viet Cong dan rekan-rekannya beraksi saat malam tiba atau cuaca buruk. Mereka akan memasang ranjau darat dan jebakan untuk memakan korban atau menanamkan rasa takut kepada G.I. Amerika. Tentara Amerika melawan balik dengan mengebom desa-desa, dan menyemprotkan napalm yang membakar kulit para gerilya dan warga sipil.

Tentara Amerika juga menggunakan Agent Orange untuk mematikan dedaunan tropis, menghancurkan lingkungan yang digunakan orang Vietnam untuk melawan mereka. Namun, pada akhirnya, tentara AS tidak dapat mengalahkan para pejuang gerilya. 

6. Tentara AS ditolak oleh warga sipil Vietnam

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam Pasukan dari Satuan Tugas Australia ke-1 dan anak-anak setempat di desa Vietnam selama Operasi Burnside. (commons.wikimedia.org/Coleridge, Michael)

Meskipun tujuan resmi perang adalah mencegah komunisme menyebar ke Vietnam Selatan, tentara Amerika punya alasan untuk tidak mempercayai semua orang, baik Vietnam Utara maupun Selatan. Viet Cong mahir berbaur, terkadang berlindung di desa. Pasukan Amerika tidak tahu apakah penduduk desa membantu Viet Cong, menyembunyikan musuh, atau memasang jebakan yang dapat membunuh pasukan Amerika. Selain itu, selalu ada korban sipil, dan banyak desa setempat yang terganggu karena kedatangan tentara AS, jadi tidak mengherankan jika penduduk setempat tidak percaya dan memusuhi tentara Amerika.

Meskipun begitu, tentara AS ditugaskan untuk mengambil hati dan pikiran penduduk Vietnam setempat, meyakinkan mereka bahwa tentara AS ingin membebaskan mereka dari cengkraman pasukan komunis, dan membuat hidup mereka lebih sejahtera. Namun, upaya tentara AS tidak membuahkan hasil. Seiring berjalannya waktu, korban sipil terus berlanjut, tentara Amerika semakin frustrasi karena penduduk setempat enggan membantu, dan kecurigaan serta ketidakpercayaan mereka meningkat di kedua sisi.

7. Para tentara selama Perang Vietnam harus berjuang dengan rasa jenuhnya

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam Para tentara selama pembangunan bunker di Bukit 530, Perang Vietnam. (commons.wikimedia.org/Rudolph J. Abeyta/221st Signal Company)

Ada kebosanan di antara para tentara. Bahkan di tengah perang yang aktif dan berdarah, downtime sering kali terjadi. Perang skala besar yang jarang terjadi, membuat tentara bisa pergi selama berminggu-minggu tanpa menghadapi pasukan musuh. Sementara itu, Viet Cong sangat sulit untuk ditemukan. Jadi tidak ada perkelahian, dan tidak ada yang mengalihkan perhatian mereka dari kebosanan. Meskipun begitu, para tentara tidak terlepas dari kecemasan. 

8. Makanan tentara yang dianggap buruk

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam Tentara menurunkan persediaan makanan mereka dari helikopter. (commons.wikimedia.org/Australian War Memorial)

Satu hal yang hampir tidak mungkin didapat, yakni makanan enak dan panas. Ransum yang dibawa tentara dianggap kurang nikmat. Pada awalnya, ada ransum C, makanan basah siap makan yang disajikan dalam kaleng, tetapi ternyata terlalu berat untuk operasi khusus yang melakukan perjalanan jauh dengan berjalan kaki.

Akhirnya, mereka dibekali LRP, ransum yang kering dan beku, ransum ini jauh lebih ringan daripada kaleng besar yang dibawa tentara sebelumnya. Namun, untuk kualitas rasanya, bisa dibilang kurang nikmat. Selain itu, ransum basah biasanya dimasak dengan menggunakan bahan peledak yang berpotensi berbahaya. Larry Michael, seorang mantan prajurit infanteri di Vietnam, menjelaskan bahwa "jika Anda benar-benar menginginkannya panas, Anda harus mengeluarkan C-4 (peledak), menyalakannya dan kemudian menghangatkannya. Tapi itu satu-satunya cara Anda memiliki makanan panas."

9. Penggunaan narkoba meningkat selama Perang Vietnam

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam obat penghilang rasa sakit (addictionhope.com)

Penggunaan narkoba meningkat selama Perang Vietnam, ini karena obat-obatan direkomendasikan oleh dokter militer. Selama Perang Vietnam, militer memberikan lebih dari 225 juta tablet kecepatan kepada tentara A.S., hingga mendapatkan gelar "perang farmakologis" pertama Amerika.

Pasukan diberi "pil pep", julukan untuk Dexedrine, amfetamin yang kekuatannya dua kali lipat dari stimulan yang diresepkan militer dalam perang sebelumnya. Militer juga membekali tentara dengan obat penghilang rasa sakit dan steroid untuk meningkatkan stamina, kekuatan, dan agresi mereka dalam misi jarak jauh. Personel militer juga dengan bebas meresepkan antipsikotik seperti Thorazine, untuk menghilangkan efek traumatis pertempuran secara psikologis.

Di depan mata, tampaknya berhasil. Kasus gangguan mental di antara pasukan, dilaporkan turun menjadi hanya 1 persen selama Perang Vietnam dibandingkan dengan 10 persen selama Perang Dunia II. Akan tetapi, kesuksesan itu tidak berlangsung lama.

Menekan efek mental negatif dari pertempuran hanya memperburuk dampaknya hingga akhirnya muncul ke permukaan. Penggunaan obat-obatan untuk menekan trauma pertempuran secara artifisial mungkin telah berkontribusi pada ledakan kasus gangguan stres pasca-trauma di antara para veteran Vietnam setelah perang.

10. Masalah yang dihadapi tentara AS di Vietnam setibanya mereka di rumah

Fakta Pilu Tentara Amerika Serikat selama Perang Vietnam Pensiunan Jenderal Angkatan Darat A.S. Dennis J. Reimer, mantan kepala staf Angkatan Darat selama Perang Vietnam di Washington, D.C., 12 Mei 2023. (commons.wikimedia.org/Angkatan Darat A.S./Sersan Deonte Rowell)

Setelah kembali ke rumah, para veteran Perang Vietnam mengalami PTSD. Menurut Departemen Urusan Veteran AS, sekitar 30 persen tentara di Vietnam mengalami PTSD seumur hidup mereka. Penggunaan narkoba juga merusak kehidupan mereka.

The New York Times menggambarkan kecanduan heroin sebagai "tragedi besar terakhir Angkatan Darat di Vietnam." Pada tahun 1971, 10-15 persen dari pasukan berpangkat rendah kembali ke rumah sebagai pecandu, dan lebih dari 1.000 tentara kembali sebagai penjahat, didakwa dengan kejahatan terkait heroin. Beberapa yang lain meninggal karena overdosis, bahkan sebelum mereka bisa kembali pulang. 

Hal ini bukan karena masalah obat-obatan saja, tapi ditambah dengan masalah ekonomi, kurangnya dukungan dari pemerintah, dan masyarakat yang menaruh kebencian pada mereka. Para veteran menghadapi tingkat permusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari masyarakat yang telah lama menolak keterlibatan AS di Vietnam. Mereka harus menanggung rasa bersalah atas kekejaman yang telah dilakukan dan rasa malu atas kegagalan Amerika setelah perang yang berlarut-larut.

Baik pemerintah yang telah melibatkan mereka maupun masyarakat yang membenci partisipasi mereka di Vietnam, membuat mereka kebingungan untuk mengatasi akibat dari semua trauma yang mereka alami di medan perang maupun setelah kembali ke Amerika.

Baca Juga: 7 Senjata Api Andalan Tentara Jerman selama Perang Dunia II

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ane Hukrisna

Berita Terkini Lainnya