Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika Serikat

Saling tuding dan ungkit masa lalu bukan lagi hal yang baru

Tahun 2024 adalah tahun pemilu bagi rakyat Indonesia. Pesta demokrasi yang diadakan setiap 5 tahun sekali ini tentunya sangat dinantikan bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Sebelum pemilu, kita dihebohkan dengan debat capres dan cawapres yang sangat sengit. Dengan adanya debat ini, kita jadi bisa lebih bijak dalam menentukan pilihan.

Terlepas dari pihak mana yang kamu dukung, kita semua mungkin sepakat kalau politik itu bengis. Momen politik kita saat ini sangatlah menyita waktu dan tidak dalam kondisi yang baik. Mengapa, sih? Ya, pemilu diwarnai dengan pertikaian, teori konspirasi, polarisasi politik ekstrem, meningkatnya otoritarianisme, pemujaan terhadap satu sosok, dan meyakini bahwa jika kandidat lain menang, bangsa akan celaka.

Kali ini, kita tidak membahas pemilu di Indonesia, tetapi Amerika Serikat. Sejak berdirinya Negara Amerika, para politisi, termasuk para pemimpin yang mungkin kamu kagumi lewat kelas sejarah, sebenarnya pernah terlibat dalam pertikaian yang cukup sengit, saling menuding, menyalahkan, memfitnah, kronisme, korupsi, dan segala macam skandal lainnya. Mungkinkah kekacauan ini sengaja dibuat oleh para kandidat?

Nah, dalam pemilihan presiden inilah, skandal-skandal dan cerita lama mulai terbongkar. Ada main belakang dengan Electoral College, negosiasi rahasia, hingga partai politik yang bahkan tidak bisa memutuskan satu calon pun. Berikut ini adalah pemilu paling kontroversial dalam sejarah Amerika Serikat.

1. 1800: Thomas Jefferson melawan John Adams, lalu Aaron Burr

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika Serikatlukisan Thomas Jefferson (commons.wikimedia.org/Gilbert Stuart)

Founding Fathers terkenal karena kebijaksanaan dan kedewasaannya. Namun, hal ini berubah menjadi pertengkaran sengit, saling menghina, dan mengklaim bahwa jika pihak lain yang menang, bangsa Amerika akan hancur. Ini ciri khas yang sangat familier dari sistem politik kita sekarang.

Pemilihan Presiden AS pada tahun 1800 mempertemukan Thomas Jefferson dari Partai Demokrat-Republik melawan Federalis Petahana John Adams. John Adams memfitnah Thomas Jefferson sebagai seorang revolusioner yang mencoba membangkitkan kembali Revolusi Perancis yang radikal di Amerika Serikat. Sementara itu, partai Thomas Jefferson, termasuk calon Wakil Presiden Aaron Burr, menyerang Partai Federalis pimpinan John Adams. Mereka mengatakan bahwa Partai Federalis merampas hak negara untuk kepentingan sendiri, sebagaimana dibuktikan dengan disahkannya Alien and Sedition Acts (Undang-Undang Alien dan Penghasutan) yang sangat kontroversial pada 1798, seperti yang dikutip National Archives.

Saat penghitungan suara, Thomas Jefferson dan wakilnya, Aaron Burr, memiliki hasil yang sama dalam Electoral College (perolehan ini terjadi sebelum calon presiden dan wakil presiden mencalonkan diri bersama). Ringkasnya, Presiden Petahana John Adams telah tersingkir karena kalah suara. Persaingan justru terjadi antara Thomas Jefferson dan calon wakil presiden dari penantang tersebut (Aaron Burr).

Alexander Hamilton dari Partai Federalis akhirnya menggalang partainya untuk Thomas Jefferson. Thomas Jefferson akhirnya memenangkan kursi kepresidenan. Langkah ini berkontribusi besar terhadap kemenangan Thomas Jefferson dari Aaron Burr. 

 

2. 1824: Pemilihan presiden diwarnai dengan "tawaran korup'

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika Serikatlukisan John Quincy Adams (commons.wikimedia.org/George Peter Alexander Healy)

Pada 1824, Amerika bersiap untuk memilih presiden keenamnya yang akan menggantikan Presiden Petahana James Monroe. Pada awal-awal terbentuknya Amerika, pencalonan presiden merupakan urusan yang kontroversial dan tidak demokratis karena dilakukan melalui negosiasi rahasia. Untuk sementara waktu, sistem King Caucus masih berkuasa.

Dilansir laman Britannica, Partai Demokrat-Republik sempat menjadi satu-satunya partai politik yang dianggap layak setelah runtuhnya Partai Federalis. Jadi, konvensi pencalonan presiden dan wakilnya mirip seperti penobatan. Namun, sistem ini sangat dibenci dan tidak demokratis sehingga dihapuskan pada 1824.

Pemilihan presiden pada 1824 adalah pemilihan pertama dengan para kandidat dipilih sebelum pemilihan umum. Namun, ada banyak kandidat yang berasal dari partai yang sama. Akibatnya, Partai Demokrat-Republik mengalami kekacauan karena tidak ada partai lain yang bisa diajak bersaing.

Pada akhirnya, Andrew Jackson memenangkan suara terbanyak, tetapi gagal mendapatkan mayoritas suara di Electoral College, sebagaimana yang dilaporkan Library of Congress. Setelah pemilihan diajukan ke kongres, runner-up suara terbanyak adalah John Quincy Adams. Selain itu, John Quincy Adams berhasil memenangkan pemilu dengan mempertahankan suara Electoral College dari kandidat nomor empat yang kalah, Henry Clay. Namun, Adams menunjuk Clay sebagai menteri luar negeri.

Andrew Jackson dengan sinis mencemooh "tawaran korup" ini. Jackson bersumpah akan balas dendam. Empat tahun kemudian, Andrew Jackson berhasil memenangkan pemilu 1828.

 

3. 1860: Abraham Lincoln melawan John C Breckenridge dan Steven Douglas yang diwarnai dengan masalah perbudakan

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika Serikatlukisan Abraham Lincoln muda (commons.wikimedia.org/George Peter Alexander Healy)

Pada 1860, Amerika memiliki masalah dengan krisis perbudakan yang semakin parah. Ini diperburuk dengan adanya Keputusan Pengadilan Dred Scott: orang kulit hitam tidak boleh menjadi warga negara. Oleh karena itu, mereka tidak dapat menuntut kebebasan di pengadilan. Amerika lantas kehabisan cara untuk menyelesaikan masalah perbudakan tanpa kekerasan.

Masyarakat di Amerika Utara sangat marah dengan keputusan Dred Scott dan membenci masyarakat Amerika Selatan yang pro perbudakan. Di sisi lain, Amerika Utara mendukung Abraham Lincoln, calon pertama Partai Republik baru yang antiperbudakan (saat itu mewakili kaum liberal di Amerika Utara). Sementara itu, kubu Partai Demokrat yang konservatif terpecah belah. John C Breckenridge dan Steven Douglas mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Demokrat. Masing-masing dari mereka mengaku sebagai kandidat calon presiden dari partai tersebut.

Pada hari pemilu, Abraham Lincoln menang dengan mudah dan mengalahkan John Breckinridge meski hanya memperoleh kurang dari 40 persen suara rakyat. Akan tetapi, di Electoral College, Abraham Lincoln berhasil meraih sebagian besar suara di Amerika Utara. Namun, banyak negara bagian di Amerika Selatan yang memisahkan diri untuk membentuk Negara Konfederasi Amerika sebagai bentuk protes mereka atas kemenangan Abraham Lincoln. Perang Saudara Amerika lantas segera dimulai.

4. 1872: Ulysses S Grant melawan Horace Greeley yang meninggal saat menjadi kandidat

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika Serikatpotret Ulysses S Grant saat menjadi mayor jenderal (commons.wikimedia.org/E. dan H.T. Anthony)

Ulysses S Grant naik ke Gedung Putih pada 1868. Tindakannya yang gemilang dalam Perang Saudara menjadikannya pahlawan nasional. Partai Demokrat mengeluarkan nama Horace Greeley untuk menantang Ulysses S Grant 4 tahun kemudian. Grant dipilih kembali sebagai kandidat calon presiden pada 1872, seperti yang dikutip Constituting America.

Meskipun Ulysses S Grant sempat bersinar, karier politiknya semakin meredup sejak Perang Saudara AS berakhir. Sementara itu, Horace Greeley dicap sebagai simpatisan Konfederasi setelah dia mengadvokasi amnesti bagi tokoh-tokoh seperti Jefferson Davis, Presiden Negara Konfederasi yang kalah selama Perang Saudara AS. Greeley pun dianggap oleh kaum liberal sebagai pengkhianat.

Namun, setelah Ulysses S Grant mengganti Wakil Presiden Schuyler Colfax menjadi Henry Wilson dan hadirnya calon presiden perempuan pertama (terlepas dari kenyataan bahwa perempuan belum bisa memilih), Victoria Woodhull, menjadikan pemilu 5 November ini cukup kacau. Saat penghitungan suara, Ulysses S Grant memenangkan suara terbanyak dengan 56 persen. Hasil tersebut di atas Horace Greeley yang hanya mendapat 44 persen suara.

Namun, tidak lama kemudian, Horace Greeley meninggal secara mendadak pada tanggal 29 November 1972, sebelum Electoral College dapat memberikan suara dan meresmikan pemilihan kembali Ulysses S Grant. Hasilnya, Greeley mendapat 66 suara di Electoral College. Karena Greeley sudah tidak ada, 63 suara itu dibagi ke empat orang dan 3 suaranya untuk Greeley sendiri, tulis laporan Library of Congress. Ini menjadi pertama kalinya dalam sejarah ketika surat suara diberikan untuk orang yang sudah meninggal. Ulysses S Grant sendiri menerima 286 suara Electoral College. Itu berarti, Grant kembali terpilih sebagai presiden. 

5. 1876: Pemilu dengan kesepakatan jahat

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika SerikatRutherford B Hayes, Presiden Amerika Serikat Ke-19 dan Gubernur Ohio Ke-29 dan Ke-32 (commons.wikimedia.org/Mathew Brady)

Perang Saudara AS merupakan perang terburuk yang pernah terjadi di Amerika. Meskipun mengakhiri perbudakan dan mempertahankan Uni Eropa, konflik itu tidak menyelesaikan semua permasalahan di Amerika. Faktanya, masa Reconstruction (Rekonstruksi) berikutnya merupakan masa yang penuh cobaan bagi negara ini.

Dalam pemilihan presiden pada 1876, Samuel Tilden dari Partai Demokrat berhasil memenangkan suara rakyat terbanyak dari Presiden Petahana Rutherford B Hayes dari Partai Republik. Namun, di beberapa negara bagian, pemilu ini diwarnai dengan aksi kekerasan karena banyak yang tidak terima dengan hasil suara tersebut dan dianggap ada kecurangan. Hal ini menimbulkan krisis konstitusi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Akhirnya, pemilihan presiden dilakukan oleh kongres.

Komite kongres bipartisan dibentuk untuk menyelesaikan pemilu yang kisruh ini. Rutherford B Hayes dijanjikan akan menang sehingga Partai Republik tetap memegang kendali di Gedung Putih. Akan tetapi, ada syaratnya: Hayes harus memindahkan pasukan federal dari Amerika Selatan dan mengakhiri Rekonstruksi.

Rutherford B Hayes menerimanya meskipun pemimpin DPR dari Partai Demokrat sempat tidak memberikan suara untuk mendukungnya, tulis Miller Center. Federal pun tidak lagi memihak warga kulit hitam di wilayah Amerika Selatan. Hal ini pun memicu tindakan keras oleh supremasi kulit putih terhadap hak-hak orang Afrika-Amerika yang akan berlangsung selama beberapa dekade.

Baca Juga: 10 Presiden Amerika Serikat Terburuk dalam Sejarah, Kebijakan Keliru?

6. 1912: Pemilu yang diwarnai dengan perdebatan sengit antara seorang teman

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika Serikatpotret Theodore Roosevelt (kiri) dan William H Taft (kanan) (commons.wikimedia.org/Brown Brothers)

Pada 1912, Mantan Presiden Theodore Roosevelt atau akrab disapa Teddy tidak senang dengan arahan petahana Partai Republik dan temannya, William Howard Taft (kandidat calon presiden). Ia dianggap telah mengkhianati Teddy dan mengambil alih negara serta partai. Ada perbedaan pendapat di antara para sejarawan mengenai motivasi Roosevelt yang mencalonkan diri sebagai calon presiden, yang memimpin Partai Bull Moose yang progresif. Ada pula yang mengatakan bahwa Teddy Roosevelt melakukan hal tersebut karena khawatir dengan pekerjaannya di Gedung Putih, yang telah ia bangun selama bertahun-tahun, berada dalam bahaya. Ada juga yang menduga bahwa Teddy Roosevelt hanya mementingkan egonya. 

Sepanjang 1912, Teddy Roosevelt dan William Howard Taft saling menyerang dalam kampanye pemilu. William Howard Taft yang mendapat dukungan dari partainya diprediksi tidak akan menang melawan Partai Republik yang dipimpin Teddy Roosevelt. Itu karena banyaknya dukungan dari warga Amerika.

Menariknya, sebagian besar suara progresif yang diharapkan Teddy Roosevelt jatuh ke tangan Partai Demokrat Woodrow Wilson. Wilson menang dengan 435 suara dari Electoral College. Teddy Roosevelt menjadi runner-up dengan 88 suara dan William Howard Taft hanya mendapat 8 suara, seperti laporan National Archives. Partai Bull Moose pun redup setelah menghadapi kekalahan tersebut.

7. 1948: Harry S. Truman memenangkan pemilu meski diragukan banyak pihak

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika SerikatHarry S Truman memegang surat kabar Chicago Daily Tribune dengan judul "Dewey Mengalahkan Truman" di Union Station, St. Louis, Missouri, pada 4 November 1948. Ini setelah Truman memenangkan pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 1948. (commons.wikimedia.org/Byron H. Rollins)

Menjelang pemilu yang digelar pada 1948, Amerika dilanda berbagai masalah, mulai dari rasisme, hubungan luar negeri yang berantakan, dan partai-partai politik mengalami gonjang-ganjing yang belum pernah terjadi sebelumnya. Banyak warga Amerika yakin bahwa karier politik Presiden Harry S Truman telah usai. Namun, Turman dengan percaya diri kembali mencalonkan diri sebagai presiden dan memilih senator Kentucky, Alben Barkley, sebagai wakilnya. Mereka menantang Gubernur New York, Thomas Dewey, dari Partai Republik.

Meskipun Thomas Dewey diprediksi akan menang oleh banyak pihak termasuk media berita di Amerika, Truman akhirnya yang memenangkan mayoritas suara terbanyak, yakni dengan 303 suara elektoral. Truman mencetak kemenangan tipis di California, Illinois, dan Ohio. Ia lantas kembali dinobatkan sebagai presiden.

8. 1964: Pemilu dengan cara-cara kotor

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika SerikatPresiden Lyndon B Johnson berkampanye dan berpidato di depan massa. (commons.wikimedia.org/Cecil W. Stoughton)

Kandidat presiden dari Partai Republik, Barry Goldwater, melawan petahana dari Partai Demokrat, Lyndon B Johnson, dalam pemilu pada 1964. Pada masa kampanye, Lyndon B Johnson berhasil menakut-nakuti warga Amerika agar tidak memilih Barry Goldwater karena dianggap sebagai tokoh sayap kanan yang suka berperang. Ia bahkan menuduh Goldwater dalam sebuah iklan televisi bahwa perang nuklir akan terjadi jika Goldwater menjadi pemimpin Amerika.

Taktik Johnson dalam kampanye berhasil. Ia menang dengan selisih terluas dari suara rakyat dalam sejarah Amerika atau meraih 400 suara elektoral. Sementara itu, Goldwater hanya menang di negara asalnya, Arizona dan Deep South. Johnson dianggap melakukan cara kotor dalam kampanyenya karena memfitnah Goldwater. Setelah berhasil menjadi presiden, Johnson justru mengirimkan lebih banyak pasukan Amerika untuk berperang dalam Perang Vietnam.

9. 2000: Pemungutan suara yang rumit dan penuh kontroversi

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika SerikatGeorge W Bush berkampanye. (commons.wikimedia.org/Craig Michaud)

Pada 2000, butuh waktu hampir sebulan lamanya untuk mengetahui siapa Presiden Amerika selanjutnya. Semua orang penasaran siapa yang akan memenangkan pemilu. Apakah wakil presiden petahana dari Partai Demokrat, Al Gore, atau George W Bush dari Partai Republik, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Texas dan putra mantan Presiden George HW Bush?

Seperti yang dijelaskan History, pada hari pemilu, sebenarnya tidak ada satu pun kandidat yang mampu meraih suara mayoritas di Electoral College tanpa hasil suara dari Negara Bagian Florida. Meskipun Gore memenangkan pemilihan dengan sekitar setengah juta suara, penghitungan Electoral College dari 49 negara bagian lainnya sangat dekat sehingga kandidat yang memenangkan suara di Florida akan menjadi presiden.

Hampir semua media dan berita televisi menyiarkan bahwa Al Gone menang. Namun, Partai Republik menolaknya karena hasil pemilihan suara di Florida belum keluar. Katherine Harris, Menteri Luar Negeri Florida, akhirnya mengumumkan bahwa George W Bush memenangkan suara di Florida. Itu berarti, Bush yang menjadi presiden.

Sayangnya, Partai Demokrat menuntut agar dilakukan penghitungan ulang di beberapa daerah di Florida karena adanya masalah dengan hanging chads (mesin pemungutan suara dengan kartu berlubang). Pasalnya, ada beberapa hanging chads yang keliru dan sulit ditentukan hasilnya. Akhirnya, Mahkamah Agung turun tangan dan mengumumkan pencalonan George W Bush pada 12 Desember, yang memenangkan Electoral College 271—266, tulis Politico. Kasus ini masih kontroversial, terutama karena AI Gore memenangkan pemilu nasional dengan lebih dari 500 ribu suara rakyat Amerika. 

10. 2016: Terpilihnya presiden yang tidak diharapkan banyak orang

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika SerikatWarga Amerika Utara menonton debat calon presiden antara Hillary Clinton dan Donald Trump. (commons.wikimedia.org/Another Believer)

Pemilihan presiden untuk menggantikan Barack Obama berlangsung lancar pada pertengahan 2015. Di pihak Demokrat, Mantan Ibu Negara dan senator New York serta Menteri Luar Negeri Petahana, Hillary Clinton, mendapat kesempatan dari partainya sebagai kandidat calon presiden. Di pihak Partai Republik, Chris Christie, Jeb Bush, Marco Rubio, Rand Paul, Ted Cruz, dan beberapa tokoh konservatif lainnya, saling berhadapan. Namun, muncul seorang kandidat dari bintang reality TV dan pengusaha bernama Donald Trump.

Donald Trump berhasil memenangkan dukungan di kalangan konservatif. Meski begitu, Trump dianggap kurang pengalaman dalam dunia politik dan cukup berbahaya untuk lawan-lawannya. Namun, Donald Trump berhasil mendominasi pemilihan pendahuluan dan berhadapan dengan Hillary Clinton dalam pemilihan umum.

Pada November, Hillary Clinton memenangkan suara populer dengan hampir 3 juta suara. Sayangnya, ia kalah dalam Electoral College dengan perbandingan 304—227, sebagaimana yang dilaporkan National Archives. Ini menyusul kekalahan Hillary Clinton di Rust Belt di Wisconsin, Michigan, dan Pennsylvania. Ini berarti, Donald Trump yang akan dilantik sebagai presiden. Peristiwa ini menjadi salah satu momen paling mengejutkan dalam sejarah politik modern. Momen tersebut mengawali periode polarisasi politik dan kemunduran demokrasi yang menghancurkan norma-norma di AS.

11. 2020: Kisruh politik yang memakan korban jiwa

Sengit, 11 Pemilu Paling Kontroversial dalam Sejarah Amerika SerikatMantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, berbicara dengan para pendukungnya pada acara komunitas di Sun City MacDonald Ranch, Henderson, Nevada, Amerika Serikat. (commons.wikimedia.org/Gage Skidmore)

Pandemik COVID-19 dan protes Black Lives Matter—ditambah lagi kebakaran hutan di California serta kematian Kobe Bryant—pada 2020 menjadi salah satu periode paling tragis. Belum lagi, rasa takut terus terngiang dalam ingatan. Sayangnya, alih-alih menjadi penenang yang bijaksana, pemerintah justru memperburuk keadaan.

Tahun ini dimulai dengan pemakzulan pertama Presiden Partai Republik, Donald Trump, mengenai skema pemerasan. Donald Trump dianggap menahan bantuan militer untuk Ukraina. Ukraina pun sampai membenarkan bahwa calon dari Partai Demokrat, Joe Biden, terlibat dalam pemecatan jaksa Ukraina yang sedang menyelidiki perusahaan energi Ukraina Burisma untuk melindungi putra Biden yang bernama Hunter, tulis Britannica. Setelah pembebasannya, Trump memperburuk ketegangan rasial di Amerika. 

Joe Biden dan Kamala Harris dinyatakan menang pada November. Akan tetapi, Trump dan tim suksesnya masih bersikeras dan menuduh tanpa bukti bahwa ada kecurangan dalam pemilu tersebut. Trump menolak hasil pemilu dengan keras, baik melalui pengadilan maupun dengan menekan para pejabat di negara bagian yang belum menentukan pilihan (swing states). Para pendukung Donald Trump pun menyerbu Capitol pada 6 Januari 2021. Kekacauan ini menewaskan lima orang. Donald Trump juga dimakzulkan untuk kedua kalinya. Banyak negara yang waswas dengan pemilu yang terjadi saat itu dan khawatir dengan sistem demokrasi di Amerika.

Kita semua mungkin cemas dengan sistem demokrasi yang menimpa Amerika pada saat ini. Polarisasi politik yang ekstrem (kadang disertai kekerasan), otoritarianisme, populisme, meluasnya ketidakadilan hak politik terhadap kelompok minoritas, dan tingkat korupsi yang mengancam kehancuran negara bukanlah hal baru di Amerika Serikat. Politik pun bisa merusak persahabatan. Hal-hal tersebut baru saja kita bahas dalam poin-poin di atas.

Baca Juga: Sejarah Electoral College, Penentu Presiden Amerika Serikat

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya