Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19

Terusir dan terbunuh di tanah sendiri akibat penjajah Barat

Salah satu peristiwa paling menyedihkan dan paling memalukan dalam sejarah Amerika adalah terjadinya genosida terhadap penduduk asli di Amerika. Era Wild West antara tahun 1865 sampai 1895 atau abad ke-19 menjadi era yang sangat menyakitkan bagi penduduk asli Amerika (Native American). Orang kulit putih yang datang ke wilayah Barat awalnya mengira bahwa tanah itu tak bertuan. Sebaliknya, mereka menemukan ratusan ribu pribumi yang telah hidup selama ribuan generasi.

Perjanjian perdagangan dan perjanjian lainnya yang dibuat antara pribumi dan Anglo-Amerika (orang Inggris yang bermukim di Amerika) pada awalnya berjalan dengan baik, bahkan ketika orang kulit putih memperkenalkan barang-barang "berbahaya" seperti, senjata, alkohol, dan penyakit. Namun, semua berubah ketika pemukim Anglo menginginkan tanah yang telah diduduki pribumi selama berabad-abad tersebut. Pemukim Anglo merebut paksa dan melenyapkan suku-suku yang pada awalnya menyambut penjelajah dan penjajah itu ke Amerika.

Semakin banyaknya pemukim Anglo datang ke wilayah Amerika Barat, mereka akhirnya memerangi, membunuh, dan mendorong pribumi dari tanah air mereka ke reservasi yang dikelola pemerintah. Para pemukim Amerika tidak hanya gagal mengenali keterampilan penting penduduk asli untuk bertahan hidup, tetapi juga budaya dan spiritualisme mereka. Baca terus, ya, untuk mengetahui mengapa, kapan, dan bagaimana pemukim Anglo menaklukkan penduduk asli Amerika.

1. Sejarah singkat Penduduk Asli yang tinggal di Benua Amerika

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19potret penduduk asli Amerika di tenda tipi (commons.wikimedia.org/Robert Ingersoll Aitken)

Penduduk asli Amerika (Native American) adalah sekelompok nomaden yang terdiri dari sejumlah suku yang berbeda. Setiap suku terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang tinggal di sekitar dataran dan pegunungan barat selama 6 sampai 8 kali dalam setahun. Cukup logis karena mereka masih berburu dan berkumpul di dataran yang lebih tinggi selama musim panas, kemudian akan pindah ke dataran yang lebih rendah selama musim dingin.

Mereka juga mengikuti migrasi kerbau (bison) karena penduduk asli Amerika juga bergantung pada hewan ini untuk dimakan, membuat perkakas dari tulangnya, dan menggunakan kulitnya untuk menutupi tubuh mereka dalam cuaca dingin. Kamp (tenda) mereka dirancang agar mudah dilepas dan dibawa untuk bepergian. Banyak yang meyakini bahwa ini adalah bagian dari ritual untuk dewa mereka dan ditakdirkan untuk hidup secara nomaden sesuai kebutuhan.

Suku-suku yang tetap tinggal di tempat itu merasa nyaman karena mereka bisa mendapatkan segala yang mereka butuhkan dan mulai menanam benih dari sayuran yang mereka makan. Dilansir Tribal Trade, suku-suku ini bisa bertani, berburu, dan memancing untuk bertahan hidup. Terutama di sepanjang pantai barat laut, penduduk asli Amerika juga mendapat keuntungan dari sumber makanan tambahan di laut. Suku-suku tersebut mampu membangun desa dan memiliki budaya serta struktur sosial yang sangat berkembang, termasuk adanya kepemilikan untuk bersaing dalam mendapatkan status sosial yang lebih tinggi dari kepala desa.

2. Kehidupan penduduk asli Amerika penuh kedamaian sebelum orang kulit putih datang

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19potret keluarga dari penduduk asli Amerika (commons.wikimedia.org/Unknown author)

Penduduk asli Amerika sangat selaras dengan alam. Mereka tahu cara berburu, memancing, mengumpulkan buah beri saat musim panas, dan menyimpan makanan untuk musim dingin. Mereka menggunakan bahan dari alam untuk membangun tempat berlindung dan menggunakan kulit binatang untuk pakaian, alas tidur, dan selimut.

Semua laki-laki pintar berburu, sementara para perempuan akan membagi hasil buruan untuk beberapa kebutuhan. Selain itu, perempuan bisa memasak, merawat keluarga, membuat peralatan dan senjata, membuat obat-obatan dari tanaman, menganyam selimut dan keranjang, membuat tembikar untuk kegunaan sehari-hari, serta membuat perhiasan untuk keperluan spiritual dan perdagangan. Perempuan dari suku-suku ini juga membesarkan anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang dan selalu membawa anak mereka dengan cradleboard (gendongan bayi tradisional yang digunakan oleh banyak budaya asli di Amerika).

Bayi tidak disapih sampai berusia sekitar 3 tahunan. Sesama suku ini akan saling membantu untuk mengajari anak-anak dalam segala hal. Anak-anak juga peka terhadap dunia spiritual dan dianggap istimewa dalam pengertian itu. Mereka jarang sekali mendapatkan kekerasan secara fisik, tetapi selalu diajari untuk menahan diri oleh orangtua mereka.

3. Awal kekerasan yang berujung genosida

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19Ilustrasi ini menggambarkan lebih dari 14 ribu suku asli Amerika melakukan perjalanan selama 3 bulan ke Oklahoma sejauh 1.200 mil. Adapun, lebih dari 3.500 meninggal sepanjang perjalanan. (commons.wikimedia.org/TradingCardsNPS)

Kekejaman yang dilakukan terhadap pribumi sudah lama terjadi. Legends of America melansir bahwa sejak tahun 1775, misionaris di California berusaha melenyapkan cara hidup atau tradisi penduduk asli. Banyak pertempuran antarsuku yang terjadi antara tahun 1776 sampai 1830 karena banyak yang terbunuh, termasuk anak-anak dan perempuan. Akibatnya, penduduk asli membalas dengan menyerang permukiman Anglo.

Cacar dan campak, penyakit yang asing bagi pribumi, membunuh banyak dari suku-suku ini. Ada perjanjian juga karena pemerintah Amerika menambahkan "Klausul Perdagangan Indian" ke dalam Konstitusi pada tahun 1789 untuk mengatur perdagangan dengan suku-suku tertentu. Pada tahun 1795, hubungan pedagang dengan Prancis dan Spanyol dimulai, tetapi pemerintah Amerika masih menjual minuman keras kepada penduduk asli pada tahun 1802.

Tahun 1804 menandai kali pertama pemerintah memaksa penduduk pribumi untuk pindah ke barat Sungai Mississippi. Dari peristiwa inilah, banyak perjanjian yang disepakati. Pemimpin Suku Shawnee, Tecumseh, bahkan mendirikan "Prophetstown" untuk penduduk asli yang ingin menghentikan orang Amerika menyusup ke tanah mereka.

Semua pertempuran dan upaya ini mengarah pada Undang-Undang Penghapusan Indian tahun 1830, juga dikenal sebagai Trail of Tears (Jejak Air Mata), dengan hampir 50 ribu penduduk asli dipindahkan secara paksa ke Oklahoma. Dilansir artikel berjudul "The Loss of American Indian Life and Culture", akhirnya pada tahun 1862, Perang Dakota yang dipimpin oleh penduduk asli Sioux terjadi karena kemarahan mereka dengan pemukim Anglo yang merambah tanah mereka. Pasukan AS akhirnya menahan 303 suku Sioux, 38 orang di antaranya dihukum gantung.

 

4. Pembantaian The Long Walk dan The Sand Creek

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19ilustrasi lukisan Pembantaian Sand Creek (commons.wikimedia.org/Frederic Remington)

Dua serangan signifikan oleh pemukim Anglo terhadap pribumi terjadi pada tahun 1864, salah satunya adalah The Long Walk yang dimulai pada Januari. Seperti yang dilaporkan Crow Canyon Archaeological Center, lebih dari 8.500 orang suku Navajo diminta berjalan ratusan mil dari tanah mereka di Arizona ke Reservasi Bosque Redondo di New Mexico. Sekitar 200 dari mereka meninggal karena cuaca ekstrem atau kelaparan sepanjang perjalanan. Sebuah perjanjian tahun 1868 membebaskan suku Navajo. Mereka kembali ke Arizona, tetapi hanya dapat menempati sebagian kecil dari tanah mereka di Arizona dan New Mexico.

Insiden lainnya terjadi di tepi Sand Creek pada November. Dilansir American Battlefield Trust, sekelompok suku Cheyenne dan Arapaho, yang telah dijanjikan perlindungan dan mengibarkan bendera putih, diserang pada malam hari oleh Kolonel John Chivington bersama 600 tentaranya. Akibatnya, 163 penduduk asli terbunuh atau terluka. Kebanyakan dari mereka perempuan dan anak-anak. Mereka yang tewas dimutilasi. Tentara juga menggeledah kamp mereka.

Setelah pertempuran, Kolonel John Chivington dan pasukannya pergi ke Denver dan disambut oleh warga yang berterima kasih. Sayangnya, Chivington dan pasukannya tidak pernah dihukum. Pemukim Anglo sekarang mendefinisikan kemenangan mereka sebagai pertempuran, sedangkan kemenangan pribumi disebut pembantaian.

5. Hubungan penduduk asli dengan pemukim kulit putih

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19ilustrasi lukisan yang menggambarkan kesepakatan kerja sama antara suku asli Amerika dan penjelajah Inggris (commons.wikimedia.org/Karl Bodmer)

Sejauh abad ke-17, penduduk asli memperdagangkan bulu binatang dan barang-barang lainnya ke pedagang Eropa dan Prancis. Pada abad ke-19, ketika kereta gerbong sudah mulai beroperasi melewati wilayah pribumi, beberapa penduduk asli diketahui mencuri, bahkan menyerang para emigran. Menurut laporan National Oregon/California Trail Center, antara tahun 1840 sampai 1860 pribumi hanya membunuh 362 emigran, sedangkan emigran membunuh 426 pribumi. Saat ekspansi ke Barat berlanjut, penduduk asli dianggap sebagai penghalang sekaligus peluang untuk berdagang barang.

Para emigran ingin memperbudak pribumi sebagai tenaga kerja sekaligus mengambil untung dari menjual tenaga mereka kepada orang lain. Bahkan, pribumi sendiri berpartisipasi dalam perbudakan. Hal ini membuat pemukim Anglo mencoba mengadu domba satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan. Mempertahankan hubungan perdagangan dengan penduduk asli sangat penting bagi orang kulit putih sebagai cara untuk merebut tanah pribumi.

Baca Juga: Sejarah Mobil Pertama di Dunia, Siapa Penemunya?

6. Perang melawan orang kulit putih

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19ilustrasi Pembantaian Komando Kolonel Fetterman (Perang Awan Merah) (commons.wikimedia.org/C. D. Graves)

Perang antara penduduk asli Amerika dan pemukim Anglo bukanlah hal baru di perbatasan. Setelah Pembantaian Sand Creek, ada pertempuran penting lainnya. Dilansir History, pada tahun 1866, misalnya, pemimpin suku Lakota, Red Cloud, mengobarkan Perang Awan Merah melawan pemukim yang menambang emas di Wilayah Montana.

Pertarungan tersebut berlangsung hingga tahun 1868 ketika pasukan Angkatan Darat AS akhirnya meninggalkan daerah tersebut dan menandatangani Perjanjian Fort Laramie. Namun, perjanjian itu dilanggar ketika emas ditemukan di Black Hills. Akan tetapi, setidaknya pribumi menang melawan Komandan George Armstrong Custer selama Pertempuran Little Bighorn pada tahun 1876.

7. Manifest Destiny memaksa pemindahan penduduk asli

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19ilustrasi Manifest Destiny Amerika (commons.wikimedia.org/Keppler, Udo J.)

Smithsonian American Art Museum menjelaskan bahwa orang Amerika adalah pendukung besar Manifest Destiny. Maksudnya adalah keyakinan bahwa pemukiman kulit putih ditakdirkan oleh Tuhan untuk menduduki Benua Amerika. Sementara itu, penduduk asli dianggap tidak layak karena tidak dapat mengolah kekayaan tanahnya sendiri.

Pemerintah menggunakan alasan ini untuk membenarkan pengusiran penduduk asli dari tanah mereka dan menjualnya kepada orang Amerika. Presiden Grover Cleveland menandatangani Dawes Act pada tahun 1887 yang membagi reservasi yang ada menjadi bidang tanah yang lebih kecil. Setiap keluarga pribumi ditawari 160 hektare tanah gratis untuk bertani dan berasimilasi dengan cara hidup pemukim Anglo.

Meskipun sementara waktu penduduk asli diizinkan untuk mempertahankan cara-cara tradisional mereka dalam mengatur rakyat, penduduk asli tetap saja menderita karena hidup dalam kemiskinan. Mereka kelaparan karena hilangnya tempat berburu, menderita penyakit yang dibawa oleh pemukim Anglo, dan kecanduan alkohol karena putus asa. Mereka juga tidak diizinkan untuk menjual tanah mereka selama 25 tahun. Hal ini membuat mereka terjebak dalam penderitaan. 

8. Menghapus budaya asli pribumi

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19potret ruang kelas di Carlisle Indian School (commons.wikimedia.org/National Archives and Records Administration/Unknown author)

Tujuan utama pemerintah Amerika adalah menghapus tradisi suku asli Amerika. US History menjelaskan bahwa tanah dari Dawes Act yang tidak diberikan kepada pribumi dijual ke perusahaan kereta api dan uangnya akan digunakan untuk membuka sekolah berasrama. Penduduk asli diperintahkan untuk mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah ini. Mereka akan "diamerikanisasi" dengan mengenakan pakaian Anglo, belajar bahasa Inggris, melupakan cara hidup mereka, hingga mengubah nama mereka.

9. Jalur kereta api dan perburuan berlebihan membuat bison hampir punah

https://www.youtube.com/embed/0CdAzizWiyI

Menurut sebuah artikel berjudul "American Indians and the Transcontinental Railroad" yang diterbitkan dalam situs The Gilder Lehrman Institute of American History, pada tahun 1880 lebih dari 115 ribu mil rel kereta api membabat tempat berburu dan komunitas penduduk asli. Suku Cheyenne merasakan bahwa perdagangan mereka semakin sulit. Hal ini memaksa mereka untuk mengandalkan uang dan makanan dari pemerintah. Sementara itu, pemerintah Amerika menganggap bahwa rel kereta api adalah perluasan besar-besaran ke barat meskipun harus membuat penduduk asli menderita.

Selain itu, pemukim kulit putih menghabiskan populasi bison sebagai perdagangan komersial dan olahraga menembak untuk bersenang-senang hingga hampir membuat bison punah. Dalam 3 tahun saja, diperkirakan 4 sampai 5 juta bison dibunuh. Perlu diingat bahwa penduduk asli memanfaatkan bison bukan saja untuk dimakan, tetapi tulangnya digunakan untuk membuat pisau dan lem; lemaknya digunakan dalam pembuatan sabun; kulitnya dijahit untuk membuat pakaian dan tempat tidur; tanduk dan kukunya dibuat menjadi cangkir; otot bison dibuat menjadi tali busur dan benang; ekornya untuk membuat pemukul lalat; bahkan kotorannya dijadikan sebagai bahan bakar api.

10. Menyerahnya penduduk asli

Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19Kepala Suku Nez Perce, Joseph, pada tahun 1903 (commons.wikimedia.org/Edward H. Latham)

Pada tahun 1877, penduduk asli kelelahan setelah puluhan tahun memperjuangkan hak dan tanah mereka. Menyusul pemindahan suku Nez Perce dari Oregon ke Idaho pada tahun 1877, laman History Place menjelaskan bahwa Kepala Suku, Joseph, akhirnya menyerah dengan pidatonya yang sangat terkenal, "Orang-orang tua semuanya mati. Dia yang memimpin para pemuda sudah mati. Dingin dan kami tidak punya selimut. Anak-anak kecil kedinginan sampai mati. Orang-orang saya, beberapa dari mereka telah melarikan diri ke bukit dan tidak punya selimut, tidak ada makanan. Saya ingin punya waktu untuk mencari anak-anak saya dan lihat berapa banyak dari mereka yang dapat saya temukan. Dengarkan saya, para pemimpin saya! Saya lelah. Hati saya sakit dan sedih. Dari tempat matahari sekarang berdiri, saya tidak akan bertarung lagi untuk selamanya."

Namun, tidak ada yang aman bagi pribumi, bahkan setelah mereka menyerah. Dilansir laman History, pada tahun 1885, Pemimpin Suku Lakota, Sitting Bull, mengambil pekerjaan di Wild West Show Buffalo Bill, pertunjukan paling populer saat itu. Sitting Bull memang sudah lama bekerja sama dengan orang kulit putih. Akan tetapi, pada Desember 1890, polisi menangkapnya karena khawatir jika dia akan bergabung dengan tarian hantu di Wounded Knee. Ketika salah satu anak buah Sitting Bull menembak salah satu polisi, pemukim Anglo menembaki pemimpin mereka dan membunuh Sitting Bull seketika. Battle of Wounded Knee adalah pertarungan besar terakhir antara pemukim Anglo dan pribumi pada era Wild West.

Sejak saat kekalahan suku-suku, orang kulit putih Amerika menggambarkan pribumi sebagai orang biadab yang mematikan yang ditaklukkan oleh orang kulit putih. Pemimpin suku Apache, Geronimo, misalnya, disebut sebagai "Orang Indian Terburuk yang Pernah Hidup". Pada tahun-tahun setelah era Wild West, penduduk asli sebagian besar tetap terdegradasi ke reservasi. Selain itu, cara hidup mereka dianggap najis dan tidak sehat meskipun kebanyakan suku ini damai dan ramah. Segala sesuatu tentang mereka, mulai dari bahasa hingga cara berpakaian, dianggap buruk oleh para penjajah Barat.

Baca Juga: Lionel Messi Jadi Masyarakat Biasa di Amerika Serikat

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya