TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Ilmuwan yang Penemuannya Tak Dihargai, Tetapi Terbukti Benar

Rela diancam demi pengetahuan yang dibawanya

ilustrasi Nicolaus Copernicus (District Museum in Toruń, Public domain, via Wikimedia Commons)

Di antara sulit dan mudahnya dalam menawarkan sebuah ide atau teori baru, setiap ilmuwan tak jarang mendapat penolakan. Tidak hanya itu, terkadang juga dibutuhkan banyak waktu bagi pihak terkait untuk menghargai suatu ide atau penemuan. Bahkan setiap ide dan teori baru yang dicetuskan dari beberapa ilmuwan, justru mendapat penolakan dan diremehkan seumur hidupnya, karena dianggap ide dan teorinya tidak masuk akal dan ngawur.

Namun, pada akhirnya, teori yang dicetuskan para ilmuwan yang semasa hidupnya diremehkan ini justru terverifikasi dan terbukti benar dalam dunia sains. Dalam banyak studi, hal ini menginspirasi sains modern, dengan banyak teori yang dikembangkan dan terverifikasi hingga saat ini. Lalu, siapakah para ilmuwan yang penemuannya tak dihargai, meskipun terbukti benar ini? Yuk, simak ulasan berikut!

1. Gregor Mendel (1822–1884): Pencetus Teori Sifat Pewarisan Genetik

potret Gregor Mendel (Unknown authorUnknown author, Public domain, via Wikimedia Commons)

Gregor Mendel adalah salah seorang ilmuwan dan biarawan, juga ahli matematika berbakat dan ahli biologi yang brilian. Dalam kesendiriannya, Mendel menemukan ilmu genetika pada saat bekerja di taman biara. Ia mengamati beberapa bunga kacang manis yang memiliki sifat campuran warna, sedangkan yang lain hanya memiliki satu warna.

Mendel dibuat bingung oleh campuran warna pada bunga itu. Lalu ia berpikir bahwa terdapat beberapa sifat, seperti warna bunga. Sifat tersebut diturunkan dari generasi ke generasi, dan saat sifat-sifat ini memiliki perbedaan antara tanaman 'induk' dan 'bapak,' perbedaan itu menghasilkan sifat campuran.

Kendati demikian, teori Mendel tentang pewarisan genetik tersebut tidak dibaca oleh siapapun hingga seumur hidupnya. Meskipun Mendel telah menghubungi ilmuwan terkenal untuk memahami teorinya, tapi usaha untuk mereplikasi eksperimennya justru terbukti bermasalah.

Di satu sisi, meskipun eksperimen Mendel pada tanaman kacang polong berhasil, tetapi ketika diminta untuk membuat eksperimen yang sama pada tanaman yang lebih kompleks seperti hawkweed, ia tidak dapat mereplikasi hasil yang sama. Hal itu terjadi karena memang tanaman hawkweed sendiri bereproduksi secara aseksual. Barulah setelah 16 tahun Mendel meninggal, karyanya ditemukan dan direplikasi lagi.

Baca Juga: Waduh! Ini 7 Sosok Ilmuwan Gila Terkenal dalam Sejarah Dunia

2. Ignaz Semmelweis (1818–1865): Bapak Disinfeksi

potret Ignaz Semmelweis (After Jenő Doby's engravig, Public domain, via Wikimedia Commons)

Semmelweis adalah seorang dokter pertama dari Hongaria yang menyarankan bahwa penyakit menular bisa disebarkan oleh dokter ketika mereka tidak terlebih dahulu mencuci tangannya dan mendisinfeksi peralatan medis mereka. Ia mengamati itu setelah memperhatikan salah satu rumah sakit yang tingkat kematiannya tinggi.

Semmelweis juga seorang dokter kandungan di Wina, dia memperhatikan tingginya tingkat kematian perempuan pasca melahirkan. Sehingga dia percaya bahwa kematian tersebut disebabkan oleh dokter yang sudah terbiasa memeriksa mayat dan melakukan otopsi secara rutin, dan kemudian berlanjut membantu proses kelahiran tanpa mencuci tangannya terlebih dahulu. Hal itu terjadi karena pada saat itu belum dikenal 'kuman penyakit' dan pentingnya mencuci tangan.

Teori Semmelweis terbukti benar, hingga membuat para dokter dan perawat mulai mencuci tangannya sebelum membantu persalinan dan mendisinfeksi alat medis. Kemudian Semmelweis menerbitkan beberapa makalah tentang femonema ini, tapi tidak ada seorang pun yang percaya.

Polemik pun berlanjut, ketika Smmelweis menjelaskan tentang temuannya itu kepada para praktisi medis lain, dia malah dimusuhi dan dituduh telah menganggap mereka kotor. Sehingga hal tersebut membuat Semmelweis dipecat dari pekerjaanya di Wina. Kemudian dia melanjutkan praktiknya di Budapest. Di sana, tingkat kematian perempuan pasca melahirkan pun turun sebanyak 25 persen.

Dalam rentang waktu 20 tahun kemudian, pencetusan teori kuman datang dari Louis Pasteur. Ia akhirnya membuat banyak orang sering mencuci tangannya. Kendati demikian, sudah terlambat bagi Semmelweis untuk menerima rasa hormat dan kekaguman.

3. Alfred Wegener (1880–1930): Pencetus Teori Continental Drift

potret Alfred Wegener (UnknownUnknown, Public domain, via Wikimedia Commons)

Alfred Wegener adalah seorang ahli meteorologi dan geofisika dari Jerman yang memiliki pengalaman hidup tragis dan juga menyenangkan. Pada tahun 1912, Wegener mengajukan sebuah teori pergeseran benua yang didasarkan pada beberapa fenomena aneh yang ia lihat dalam mempelajari sampel bumi dan geologi.

Wegener melihat bahwa komposisi sampel bumi di Amerika begitu mirip dengan yang ada di Eropa Barat. Bahkan fosil dan batuan Australia mempunyai kemiripan dengan yang ada di Selandia Baru dan juga Asia.

Hal ini mendorongnya untuk menulis serangkaian makalah bahwa benua di bumi ini telah bergerak selama jutaan tahun. Namun sayangnya, teori Wegener ditolak dan ditentang oleh ilmuwan lain pada saat itu.

Pada tahun 1930, Wegener melakukan perjalanan ekspedisi ke Greenland sebelum akhirnya meninggal di usia 50 tahun. Dalam rentang waktu 20 tahun kemudian atau pada 1960-an, penemuan Wegener terkait teori pergeseran benua itu akhirnya ditetapkan sebagai fakta ilmiah.

4. William B. Coley (1862–1936): Penemu Imunoterapi

potret WIlliam Coley (See page for author, CC BY 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by/4.0>, via Wikimedia Commons)

William Coley adalah seorang ahli bedah tulang yang bekerja di Rumah Sakit Kanker New York. Di masa hidupnya, pada akhir abad ke-19, kala itu tidak ada radiasi, obat kanker, atau kemoterapi, dan standar prosedur bagi kanker tumor yang melibatkan jaringan kanker.

Coley mengamati beberapa pasien yang lebih mungkin sembuh dari kanker tanpa operasi dibanding pasien lain jika pasien hanya menderita infeksi bakteri, seperti infeksi streptokokus. Tak berhenti sampai di situ, kemudian Coley mencoba menyuntikkan beberapa pasien dengan versi yang sedikit dari radang dan bakteri lain. Sehingga dalam beberapa kasus, tindakan tersebut membuat kanker menyusut secara drastis. Namun, pasien yang lain meninggal dunia karena infeksi yang diberikan.

Perawatan kanker itu disebut sebagai "Racun Coley." Beberapa dokter yang mempercayai teori Coley menggunakan itu untuk mengobati kanker. Namun, sayangnya teori Coley tidak diterima dengan baik di dalam lingkungan ilmiah bahkan sampai dilupakan selama setengah abad.

Kendati demikian, di tahun 1960-an, penelitian medis membangkitkan kembali ide imunoterapi setelah bertahun-tahun setelah kematian Coley. Ternyata teori Coley memerankan banyak peran penting dalam membangun bidang pengobatan kanker tersebut.

Baca Juga: Bermasalah, 9 Ilmuwan Ini Memiliki Kepribadian Gelap

Verified Writer

Ali Akbar Mhd

Menyukai Kesibukan Walau Tak Lupa Rebahan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya