TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenapa Selera Rasa Manusia Bisa Berubah? Ini Faktanya!

Dulu gak suka, sekarang cinta!

ilustrasi: preferensi rasa kita berubah seiring waktu (unsplash.com/Ali Inay)

Sewaktu kecil dulu, mungkin kita memiliki berbagai makanan atau minuman yang kita tidak suka. Sebagai contoh, mungkin kita dulu tidak suka dengan sayur sawi. Namun, seiring waktu berjalan, kita mulai makan hingga menyukai sawi.

Baik sadar maupun tidak sadar, preferensi rasa di lidah kita ternyata berubah seiring waktu. Makanan atau minuman yang dulu lidahmu tolak mungkin sekarang yang justru kamu dambakan. Pertanyaannya, mengapa bisa begitu? Apakah bisa dijelaskan secara ilmiah?

1. Anak-anak memang lebih mudah mempelajari rasa baru

Unsplash/Kukuh Kapaki

Selera rasa kita terbentuk oleh berbagai faktor, seperti gen, diet ibu kita semasa kehamilan, dan kebutuhan nutrisi kita di masa kanak-kanak. Akan tetapi, bukan faktor biologis yang menentukan hal ini.

Menurut ahli biopsikologi di Monell Chemical Senses Center, Julie Mennella, preferensi rasa kita cukup fleksibel. Dengan kata lain, perubahan selera rasa ini tergantung dari apa rasa yang kita cicipi, kapan kita mencicipinya, seberapa frekuen kita mencicipinya, dan apa konteksnya.

Pada studi oleh Julia dan timnya yang dimuat dalam American Journal of Clinical Nutrition pada 2014, anak di bawah 3 tahun lebih mudah menerima rasa baru. Anak-anak di usia yang lebih lanjut harus mencicipi makanan lebih sering sebelum bisa suka. Namun, tidak mustahil untuk anak-anak menyukai rasa baru di usia lanjut.

2. Akan tetapi, pengenalan rasa tidak terbatas oleh usia

Unsplash/Vitolda Klein

Selain itu, preferensi rasa kita bisa berubah dikarenakan memori buruk. Dilansir Huffington Post, seseorang bisa tidak menyukai satu rasa karena memori buruk terhadap makanan tersebut, seperti keracunan.

"Meskipun memori buruk tentang makanan tertentu sulit diatasi, kita semua bisa belajar menyukai rasa baru berapa pun usia kita," ujar Julia.

Menurut sebuah studi di Italia pada 2017 bertajuk "Taste loss in the elderly: Possible implications for dietary habits", selera rasa saat dewasa lumayan berubah karena menurunnya indra perasa dan penciuman seiring usia. Akan tetapi, kepekaan rasa hanya satu dari beberapa faktor yang membentuk preferensi rasa pada manula.

3. Namun, bagaimana kita bisa mempelajari rasa?

Unsplash/Kelly Sikkema

Menurut laman BrainFacts.org, rasa tidak hanya datang dari lidah, melainkan dari hidung kita juga. Selain itu, Julia mengatakan bahwa preferensi rasa bawaan, sifat fisik makanan, dan pengalaman sebelumnya yang melibatkan rasa makanan atau minuman tersebut juga memengaruhi selera kita.

Saat kita menggigit makanan atau meneguk minuman, senyawa kimiawi pada makanan tersebut tertumpah ke rongga mulut dan terdeteksi oleh reseptor rasa di lidah, sepanjang langit-langit, dan bagian belakang mulut. Reseptor-reseptor ini merasakan lima rasa dasar: manis, asin, pahit, asam, dan gurih.

Tidak semua reseptor rasa bereaksi terhadap molekul rasa yang sama persis. Contohnya, manusia memiliki 25 jenis reseptor untuk rasa pahit. Namun, reseptor-reseptor ini hanya sensitif terhadap beberapa senyawa. Jumlah dan kepekaan reseptor pada setiap orang berbeda-beda, yang mana memengaruhi preferensi rasa mereka.

Unsplash/Tyson

Di tingkat tertentu, kelompok mikroba di mulut kita (mikrobioma oral) juga memengaruhi molekul apa yang dilepaskan makanan saat dikunyah atau minuman yang diteguk dan reseptor mana yang harus diaktifkan sebagai respons.

Saat satu gigitan atau tegukan membuat reseptor rasa mengirimkan pesan ke otak, beberapa molekul kecil yang dilepaskan oleh makanan tersapu ke rongga mulut, melalui tenggorokan, dan masuk ke rongga hidung untuk menyentuh reseptor bau.

Selain dari mulut, senyawa bau makanan dan minuman juga masuk melalui lubang hidung. Setelah aktivasi, reseptor bau pada hidung juga mengirimkan pesan ke otak. Pesan reseptor bau ini bergabung dengan reseptor rasa untuk memberikan kita gambaran rasa dari makanan atau minuman yang dikonsumsi.

"Sementara kepekaan reseptor rasa dan bau seseorang membentuk preferensi rasa, sensitivitas rasa seseorang bukanlah ukuran seberapa besar seseorang menyukai satu makanan atau minuman," kata Julia.

4. Suka dan tidak suka, antara rasa manis permen dan pahitnya obat

Unsplash/Markus Spiske

Evolusi manusia mendasari preferensi rasa kita. Saat bayi, kita lebih suka rasa manis, kan? Preferensi ini bertahan hingga usia remaja (14-16 tahun). Akan tetapi, saat remaja menginjak fase dewasa, maka kecintaan mereka terhadap rasa manis itu cenderung berkurang. Mengapa begitu?

Julia menjelaskan bahwa preferensi rasa manis umum terjadi pada primata karena rasa manis adalah sinyal untuk makanan berkalori tinggi untuk tumbuh kembang dan kelangsungan hidup. Selain itu, dibandingkan orang dewasa, anak-anak juga lebih suka dengan garam, mineral penting untuk fungsi otak dan otot.

Unsplash/Keren Fedida

Sementara bayi dan anak-anak suka rasa manis dan asin karena manfaatnya, rasa pahit menandakan sinyal bahaya yang berarti makanan atau minuman tersebut mungkin "beracun atau sudah tidak layak konsumsi".

Oleh karena itu, bayi juga menunjukkan kepekaan tinggi terhadap rasa pahit. Dengan begitu, sistem rasa ini bagaikan bodyguard alami yang memastikan anak-anak mendapatkan kalori sambil menghindari racun. Akan tetapi, hasilnya, anak-anak jadi tidak begitu suka rasa pahit dari berbagai sayur atau obat saat sakit.

5. Faktor non-evolusi yang menyebabkan kita suka dengan satu rasa

Unsplash/Kazuend

Namun, bukan berarti evolusi memengaruhi seluruh preferensi rasa kita saat anak-anak. Julia mengatakan bahwa saat berkembang di dalam rahim, janin sudah mulai menyukai berbagai rasa yang berbeda. Makanan dan minuman yang dikonsumsi ibu hamil memberi rasa pada cairan ketuban, dan janin dapat mempelajari rasa yang aman dikonsumsi.

Setelah lahir, molekul rasa juga dapat melewati air susu ibu (ASI) dan membuat anak belajar soal preferensi rasa. Menurut penelitian pada 2001 yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics, bayi lebih mudah mengonsumsi makanan/minuman beraroma wortel jika ibu mereka meminum jus wortel selama kehamilan atau menyusui.

ilustrasi makanan sehat (unsplash.com/Louis Hansel)

Selain itu, paparan berulang terhadap makanan/minuman sejak dini juga membuat kita mengembangkan preferensi rasa di kemudian hari. Pada anak-anak berusia 4 bulan sampai 2 tahun, mencicipi sayuran tiap hari selama 8-10 hari dapat meningkatkan kesukaan mereka terhadap sayur di masa depan.

Ingatan yang berhubungan dengan rasa memiliki dampak besar terhadap preferensi rasa. Hal ini dikarenakan jalur komunikasi langsung antara reseptor bau dan pusat emosi serta memori di otak.

"Semua orang bisa belajar menyukai rasa baru. Namun, makanan atau minuman yang kita biasa cicipi di masa anak-anak membawa kita ke masa lalu dengan rasa-rasa yang membangkitkan memori yang emosional," ujar Julia.

Baca Juga: 7 Alasan Ilmiah Kenapa Game Online Dipenuhi Cheater

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya