TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

8 Kisah Sejarah Transisi Damai Pemerintahan AS, Tanpa Konflik

Tidak perlu tarik urat, selama masih ada harga diri

Gedung Putih. pixabay.com/hit03662

Diadakan pada 3 November 2020, Amerika Serikat (AS) mengadakan pemilihan umum (pemilu) untuk memilih presidennya yang ke-46, antara petahana Donald Trump atau Joe Biden. Setelah melalui beberapa kontroversi, Biden akhirnya diumumkan sebagai presiden terpilih AS ke-46 dengan raihan suara terbanyak sepanjang sejarah pemilu AS!

Tak terima, hingga saat ini, Donald Trump dan partai Republik AS terus menggaungkan kampanye untuk menghentikan Biden agar Trump bisa menjalankan masa pemerintahan keduanya! Tidak heran, beberapa pakar menyayangkan aksi Trump yang membuat rakyat Amerika terpecah menjadi kubu pendukung Trump dan Biden.

Sepanjang sejarah pemerintahan AS, tidak jarang petahana harus kehilangan kursi kepemimpinan pada penantangnya. Namun, beberapa dengan lapang dada mengosongkan kursi untuk transisi pada pemerintahan berikutnya. Inilah 8 kisah transisi pemerintahan AS yang berlangsung damai, tanpa konflik.

1. John Adams -> Thomas Jefferson

Dari kawan jadi lawan: John Adams (kiri) & Thomas Jefferson (kanan). history.com

Setelah menjadi Presiden AS ke-2 pada 1797 menggantikan George Washington, John Adams harus kalah telak menghadapi Thomas Jefferson, sesama Bapak Pendiri AS, dalam pemilihan umum (pemilu) pada 1800, dengan persentase 61 persen berbanding 39 persen!

Sakit hati, Adams pergi dari Washington D.C dan tidak menghadiri acara pelantikan Jefferson. Kemenangan Jefferson menjadikannya Presiden AS ke-3 pada 1801 dan menandakan peralihan pemerintahan AS dari Adams yang diusung partai "Federal" menjadi "Demokrat-Republik" oleh Jefferson. Oleh karena itu, Pemilu AS 1800 juga disebut sebagai "Revolusi 1800".

2. John Quincy Adams -> Andrew Jackson

John Quincy Adams (kiri) & Andrew Jackson (kanan). wsj.com

Mengikuti jejak ayahnya yang adalah Presiden AS ke-2, John Quincy Adams menjadi Presiden AS ke-6 pada 1825, setelah mengalahkan Andrew Jackson pada Pemilu AS 1824. Sayangnya, Quincy tak dapat meneruskan masa jabatan ke-2 karena takluk dalam Pemilu AS 1828 melawan Jackson, 56,4 banding 43,6 persen!

Persaingan kedua kandidat begitu sengit hingga Jackson menuduh kampanye Adams menyebabkan trauma dan kematian istrinya, Rachel Donelson. Jackson sendiri menuduh Adams menjadi presiden pada 1825 dengan cara yang tidak halal, melalui Henry Clay. Clay sendiri diangkat jadi Menteri Luar Negeri di masa pemerintahan Adams.

Quincy pun mengikut jejak ayahnya, yaitu tidak menghadiri upacara pelantikan Jackson sebagai Presiden AS ke-7. Sekitar 20.000 memenuhi Gedung Putih untuk memberi selamat pada Jackson, menyebabkan kekacauan sampai-sampai Jackson sendiri harus dievakuasi.

3. Andrew Johnson -> Ulysses S. Grant

Ilustrasi satir Harper's Weekly 1869 yang mencemooh Andrew Johnson. commons.wikimedia.org

Saat Jackson digantikan oleh Martin van Buren sebagai Presiden AS ke-8 pada 1837, mereka menaiki kereta kuda yang sama ke upacara pelantikan van Buren, sebuah teladan transisi pemerintahan AS yang harmonis! Namun, beberapa presiden AS tampaknya terlalu sakit hati untuk melakukannya juga.

Salah satunya, Presiden AS ke-17 pada 1865, Andrew Johnson, yang naik setelah pembunuhan Abraham Lincoln pada 1864. Akan tetapi, Johnson tidak lagi dicalonkan Partai Republik dan mereka lebih memilih Horatio Seymour sebagai kandidat.

Akhirnya, pada Pemilu 1868, Ulysses S. Grant menang atas Seymour dengan persentase tipis, 52,7 banding 47,3 persen. Namun, Johnson terang-terangan mengatakan tidak akan menghadiri acara pelantikan penerusnya. Malah, Johnson kekeh di Gedung Putih dan menggelar rapat terakhir kabinetnya sebelum akhirnya hengkang.

Baca Juga: 12 Perang Paling Mematikan di Dunia, Tewaskan Jutaan Jiwa

4. Herbert Hoover -> Franklin D. Roosevelt

Herbert Hoover (kiri) menyapa Franklin D. Roosevelt (kanan). newyorker.com

Setelah menjabat sebagai Presiden AS ke-31 pada 1929, Herbert Hoover harus menghadapi Franklin D. Roosevelt (FDR) pada Pemilu AS 1932 yang dilangsungkan saat AS tengah menghadapi Masa Depresi Besar. Sang petahana akhirnya kalah dan FDR untuk menjadi Presiden AS ke-32 dengan kampanye "New Deal"-nya untuk menyelamatkan AS dari Depresi Besar.

Hoover dengan rela menawarkan jasanya untuk bekerja sama dengan FDR dalam program New Deal tersebut. Namun, FDR menolak tawaran Hoover dengan halus.

"Tidaklah bijaksana bagi saya untuk membebankan tanggung jawab bersama dengan Anda ketika, secara konstitusional, saya sepenuhnya tidak memiliki otoritas," tulis FDR melalui telegram pada 1932.

FDR kemudian dilantik pada April 1932. Sejak disahkannya "Amandemen ke-20 Konstitusi AS" pada 1933, pelantikan Presiden AS wajib dilakukan pada bulan Januari.

5. Harry Truman -> Dwight Eisenhower

Harry S. Truman (kiri) dan Dwight D. Eisenhower (kanan). csmonitor.com

Setelah FDR wafat pada April 1945, wakil presidennya, Harry S. Truman, menjadi Presiden AS ke-33. Saat menjadi presiden, Truman bekerja sama dengan Dwight D. Eisenhower saat masa-masa terakhir Perang Dunia II (PD2) dan pembentukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Akan tetapi, saat Pemilu AS 1952, hubungan Truman dan Eisenhower memburuk. Truman amat "ngeri" dengan retorika anti-komunis Eisenhower. Eisenhower sendiri membenci Truman karena dianggap tidak tegas. Akhirnya, Eisenhower mengalahkan Adlai Stevenson untuk menjadi Presiden AS ke-34, dengan persentase 55,2 banding 44,3 persen.

Saking bencinya, Eisenhower menolak seluruh undangan Truman. Bahkan, saat upacara pelantikannya, ia pun tidak rela masuk ke Gedung Putih kalau Truman masih di sana.

6. Lyndon Johnson -> Richard Nixon

Richard Nixon (kiri) dan Lyndon B. Johnson (kanan) rapat mengenai Perang Vietnam. nixonfoundation.org

Menjabat sebagai Presiden AS ke-36 pada 1963, Lyndon B. Johnson memerintah AS selama konflik hak sipil dan Perang Vietnam tengah berkecamuk. Namun, konflik pada Pemilu AS 1968 terkesan lebih kotor! Pemilu AS 1968 dimenangkan oleh Richard Nixon atas Hubert Humphrey dan George Wallace untuk menjadi Presiden AS ke-37.

Sesaat sebelum pemilu, Johnson mengetahui bahwa Nixon melakukan negosiasi rahasia untuk mencegah negosiasi damai antara pemerintahan Lyndon dan Vietnam Selatan! Tentu saja Lyndon menganggap Nixon telah melakukan makar. Namun, Lyndon menolak membeberkannya.

Selain kurang bukti, Lyndon khawatir AS akan semakin terpecah jika tahu presiden terpilihnya menang dengan curang. Toh, pada akhirnya, Nixon tetap dimakzulkan karena skandal Watergate pada 1974.

7. Jimmy Carter -> Ronald Reagan

Jimmy Carter (kiri) dan Ronald Reagan (kanan) berbagi tumpangan menuju upacara pelantikan Reagan. commons.wikimedia.org

Krisis ekonomi dan "Krisis Sandera Iran" (1979 - 1981) membuyarkan harapan Presiden AS ke-39, Jimmy Carter, untuk mendapatkan masa jabatan ke-2. Pada Pemilu AS 1980, Ronald Reagan berhasil mengalahkan sang petahana dan satu kandidat lain, John B. Anderson untuk menjadi Presiden AS ke-40.

Meskipun sakit hati, Carter menjanjikan transisi yang "amat mulus". Diceritakan dalam buku biografi Reagan, "President Reagan: The Triumph of Imagination" oleh Richard Reeves (2005), saat berbagi tumpangan dengan Reagan untuk menghadiri pelantikan, Carter tidak tidur hingga dua hari karena menunggu teroris Iran untuk membebaskan para sandera.

Beberapa menit setelah Reagan dilantik pada 20 Januari 1981, 52 diplomat dan warga AS dibebaskan dari sanderaan teroris Iran di gedung Kedubes AS di Tehran, setelah disandera selama 444 hari. Kontroversi pun muncul bahwa Reagan dan pemerintah Iran bekerja sama untuk menjatuhkan Carter. Namun, karena tak ada bukti, hal tersebut hanya jadi kontroversi.

Baca Juga: Mewah Menggiurkan, 10 Perjamuan Terbesar dalam Sejarah

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya