TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

10 Fakta Persahabatan antara Penulis C.S. Lewis dan J.R.R. Tolkien

Salah satu hubungan sastra paling berpengaruh sepanjang masa

J.R.R. Tolkien (kiri) dan C.S. Lewis (kanan) di foto masa muda (starbiz.com)

CS Lewis mengatakan, "Persahabatan tidak perlu, seperti filsafat, seperti seni, seperti alam semesta itu sendiri. Tidak memiliki nilai kelangsungan hidup, melainkan salah satu hal yang memberi nilai pada kelangsungan hidup." Bagian dari bukunya "The Four Loves" ini terinspirasi oleh persahabatan Lewis dengan sesama penulis dan profesor bahasa Inggris, J.R.R. Tolkien.

Namun, hubungan yang berlangsung lama itu dipenuhi kontroversi, bahkan diakhir hayat mereka berdua. Lalu, seperti apa, ya, persahabatan mereka sebenarnya? 

1. Diskusi keyakinan antara C.S. Lewis dan J.R.R. Tolkien

jalan Addison's di halaman Magdalen College di University of Oxford (thegospelcoalition.org)

Salah satu diskusi paling terkenal dalam sejarah sastra terjadi pada malam 20 September 1931 antara tiga profesor - C.S. Lewis, J.R.R. Tolkien, dan Hugo Dyson di Universitas Oxford dekat Jalan Addison's Magdalen College. Saat itu, Tolkien dan Lewis belum menulis karya terbesar mereka.

Lewis merasa bimbang dengan keyakinannya pada materialisme dan ateisme, tulis Eric Metaxas. Tolkien sendiri pun ingin tahu mengapa dan bagaimana manusia mengembangkan konsep ketuhanan jika tidak memiliki dasar dalam kenyataan?

2. C.S. Lewis mendorong J.R.R. Tolkien untuk menulis The Lord of The Rings

ilustrasi buku-buku J.R.R. Tolkien (tolkienlibrary.com)

Empat tahun dalam persahabatan mereka, duo sastrawan itu menjadi anggota Inklings, sebuah perkumpulan sastra yang mencintai kisah-kisah kuno tentang pahlawan dan dewa. Kelompok tersebut bertemu untuk saling berbagi tulisan dan lokakarya ide serta manuskrip baru.

J.R.R. Tolkien mengakui jika C.S. Lewis tidak membantunya dalam menulis kisah Middle Earth-nya, mungkin dia tidak akan pernah menyelesaikan buku-buku itu. Sebaliknya, karya sastra Lewis justru dipengaruhi oleh Tolkien. Lewis juga mengambil tema-tema Kristen ke dalam tulisannya. 

3. Saling terikat berkat pengalaman mereka dalam Perang Dunia I

Tolkien dalam karier militernya, di foto pada tahun 1916 (historycollection.com/Oxford Times)

C.S. Lewis dan J.R.R. Tolkien ikut berpartisipasi secara langsung di parit Perang Besar, ungkap C.S. Lewis Institute. Mereka menjabat sebagai letnan dua dan sama-sama kehilangan teman terdekat dalam pertempuran. Perang Besar menghantui Lewis selama bertahun-tahun setelah dinasnya berakhir. 

Alih-alih menulis novel yang pahit, sinis, atau absurd, mereka tetap idealis. Pengalaman masa perang membentuk spiritualitas mereka dengan cara yang mendalam. Tolkien dan Lewis mempelajari pelajaran ini saat berada di medan perang Prancis, tulis Literary Traveler

4. Pertemuan awal mereka tidak berjalan baik

C.S. Lewis (americamagazine.org)

Dikutip Newsweek, J.R.R. Tolkien dan C.S. Lewis pertama kali bertemu pada tahun 1926 di Pertemuan Fakultas Bahasa Inggris di Merton College. Namun, pertemuan mereka diwarnai dengan kesan yang buruk. Terutama kesan sinis Lewis terhadap Tolkien. 

Terlebih lagi, spiritualitas mendalam mereka sangat kontras dengan dunia yang semakin berorientasi pada agnostisisme dan bahkan ateisme, terutama di bidang akademik. Namun, karena inilah mereka berdua semakin dekat dan akhirnya menjalin persahabatan.

Baca Juga: J.R.R. Tolkien: Penulis Trilogi The Hobbit & The Lord of the Rings

5. C.S.Lewis dan J.R.R. Tolkien saling melengkapi kesenjangan antara sastra dan linguistik

J.R.R. Tolkien membaca buku di ruang kerjanya, 1955. (newsweek.com/Haywood Magge)

Meskipun keduanya menjabat sebagai pengajar bahasa Inggris, tapi peran mereka sangat berbeda di perguruan tinggi. C.S. Lewis berpegang teguh pada sastra sementara J.R.R. Tolkien pada linguistik dan sejarah bahasa. Tolkien sangat tertarik dengan abad pertengahan dan menolak membaca karya apa pun yang ditulis setelah Abad Pertengahan.

Namun, persahabatan mereka tetap bertahan meskipun ada perbedaan dalam preferensi akademis. Alih-alih berseteru, Lewis dan Tolkien merevisi silabus Jurusan Bahasa Inggris dengan gaya mereka masing-masing. Di sinilah Tolkien mengembangkan bahasa untuk buku The Lord of The Rings-nya. 

6. Mereka sama-sama kehilangan kedua orangtua di usia yang cukup belia

J.R.R. Tolkien (kiri) dan adiknya Hilary (hobbylark.com)

Ibu C.S. Lewis, Flora Lewis, meninggal karena kanker saat dia berusia sembilan tahun, dan ayahnya mengirim Lewis ke sekolah asrama, tulis A Pilgrim in Narnia. Tema pengabaian pun masuk dalam karya sastranya. Dari kisah anak-anak Pevensie hingga Pangeran Caspian dan Eustace Scrubb, karakter-karakter ini menjalani hidupnya tanpa peran wali yang baik hati.

Ada kesamaan antara Lewis dan J.R.R. Tolkien terkait keadaan keluarga. Lahir di Bloemfontein, Afrika Selatan, pada 3 Januari 1892, Tolkien memiliki kenangan buruk di Afrika yang mengilhami karakter laba-laba raksasa berbulu yang muncul dalam trilogi The Hobbit. Ayahnya mengalami pendarahan hebat dan meninggal pada 15 Februari 1896.

Ibunya, Mabel, meninggal pada tahun 1904, karena menderita diabetes. Tolkien dan saudara laki-lakinya tinggal di lingkungan pastor paroki keluarga, Pastor Francis Morgan. Seperti Lewis, dia membuat banyak karakter utamanya menjadi yatim piatu, seperti Frodo, yang orangtuanya meninggal saat dia berusia 12 tahun. 

7. C.S. Lewis dan J.R.R. Tolkien lari dari realitas melalui tulisan mereka

buku-buku C.S. Lewis (cslewis.org)

C.S. Lewis dan J.R.R. Tolkien sama-sama menolak kehidupan modern. Mereka lebih mengandalkan cerita rakyat dan mitologi untuk melarikan diri dari realitas yang semakin hingar bingar dan didominasi teknologi. Seperti dilansir NPR, Dr. Alan Jacobs berpendapat bahwa Lewis dan Tolkien tertarik pada periode sejarah sastra yang tidak diminati orang lain.

8. C.S.Lewis dan J.R.R. Tolkien mendapatkan perspektif yang berbeda terkait karya mereka

Selama tahun 1930-an dan 1940-an, C.S. Lewis menerbitkan karyanya secara luas, mendapatkan penghargaan dari rekan-rekannya dan publik. Tetapi berbeda halnya dengan J.R.R. Tolkien. Karya Tolkien justru mendapatkan cemoohan. Namun demikian, Lewis mendorong Tolkien untuk tetap menulis, mengubah karyanya menjadi sesuatu yang bernilai.

9. C.S.Lewis dan J.R.R. Tolkien mengadakan sesi 'Beowulf and Beer'

The Eagle and Child, Oxford, atau dijuluki sebagai 'Bird and Baby’' oleh The Inklings. (historycollection.com/Oxford Mail)

C.S. Lewis dan J.R.R. Tolkien adalah seorang akademisi, tetapi mereka juga sering melakukan pertemuan santai yang dijuluki "Beowulf and Beer". Pada November 1931, Lewis mencatat dalam sebuah surat, "Sudah menjadi kebiasaan bahwa Tolkien harus mengunjungi saya pada Senin pagi dan minum segelas". Rutinitas Senin pagi ini akhirnya berkembang menjadi author gathering. 

Mereka melakukan pertemuan ini di Rabbit Room, yang terletak di The Eagle and Child, di St. Giles Street di kampus Oxford. Pertemuan yang ideal untuk asosiasi sastra mereka, Inklings.

Persahabatan yang terjalin ini juga tercermin dalam karya masing-masing. Lewis dijuluki "Jack," dan dia menyebut Tolkien sebagai "Tollers." Dia mendedikasikan seluruh bab dari bukunya "The Four Loves" untuk persahabatan mereka.

Baca Juga: Mengulik Lebih Dalam J.R.R. Tolkien, Si 'Bapak Fantasi Modern'

Verified Writer

Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya