TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

10 Sejarah Revolusi 1848 di Prancis, Penuh Pemberontakan

Dari pembunuhan hingga kaum revolusioner yang memberontak

ilustrasi Pemberontakan Hari Juni di Paris (newhistorian.com)

Prancis telah mengalami beberapa revolusi, baik itu monarki maupun republik. Revolusi Prancis yang terkenal, terjadi selama tahun 1790an dan mengakibatkan munculnya Napoleon Bonaparte. Setelah Napoleon jatuh untuk kedua kalinya, Prancis diperintah oleh monarki House of Bourbon, sampai digulingkan dalam Revolusi Juli 1830. Raja Louis Philippe dari House of Orleans kemudian memerintah hingga 1848, seperti yang dilansir Britannica

Pada masa Louis Philippe, terjadi krisis pangan akibat kegagalan panen dan banyaknya pengangguran, menjadi masalah besar dalam pemerintahannya. Sayangnya, salah satu politikus di istananya, Charles de Choiseul-Praslin, memperburuk keadaan monarki Prancis dengan membunuh istrinya sendiri dan kemudian bunuh diri, seperti yang dikutip GW Law Library.

Skandal itu memberi isyarat kepada kaum revolusioner untuk memberontak dan menjadi penyebab Revolusi Prancis tahun 1848. Berikut adalah fakta sejarahnya. 

1. Catatan sejarah Prancis di tahun 1840an

Louis Philippe (alex-bernardini.fr)

Pada tahun 1847, Raja Louis Philippe dari House of Orleans telah menjadi raja selama 17 tahun. Revolusi Juli 1830 memungkinkan Louis Philippe untuk merebut takhta di tempat pertama, dengan bantuan borjuis kelas menengah atas. Namun, Louis Philippe terpaksa turun tahkta agar reformasi berlangsung, dan pergi bersama istrinya ke Inggris, di mana Ratu Victoria memberikan mereka sebuah perkebunan.

Ada beberapa revolusi di Eropa pada tahun 1848. Sama seperti di Prancis, revolusi-revolusi tersebut berkaitan dengan pemberontakan kelas menengah melawan kaum bangsawan karena beberapa alasan – depresi ekonomi, krisis pangan, dan pengangguran yang menjadi masalah utama, dikutip laman Study

2. Hal ini dimulai dari sebuah keluarga

Charles-Théobald, Adipati Choiseul-Praslin (1804-1847), protagonis dari salah satu skandal kriminal pada masa pemerintahan Louis-Philippe (histoireeurope.fr)

Françoise "Fanny" Altarice Rosalba Sébastiani dan Charles Laure Hugues Théobald (Charles de Choiseul-Praslin), atau juga dikenal sebagai Duke dan Duchess of Choiseul-Praslin, menikah pada 18 Oktober 1824, menurut penulis Geri Walton, mereka memiliki sembilan anak selama 23 tahun pernikahan. Théobald lahir beberapa bulan setelah Napoleon Bonaparte menjadi raja Italia.

Françoise adalah putri Marsekal Horace Sebastiani, yang merupakan seorang jenderal terkemuka, dilansir laman Annual Register for 1847. Meskipun demikian, hubungan mereka tidak berjalan dengan baik, Théobald berselingkuh, membuat skandal yang menghebohkan. 

Théobald, Adipati Choiseul-Praslin, adalah seorang politikus dan juga anggota istana Raja Louis Philippe. Ia menjabat sebagai anggota Kamar Deputi dari tahun 1838 hingga 1842 dan dinobatkan sebagai Rekan Prancis pada tahun 1845, menurut Nouvelle biographie générale depuis les temps les plus reculés jusqu'à nos jours. 

3. Pengasuh dan masalah orang ketiga

Henriette Deluzy Desportes, seorang pengasuh Prancis yang jatuh cinta pada Duc de Praslin, majikannya, dalam film All This, and Heaven Too (alchetron.com)

Pengasuh Inggris untuk anak-anak Praslin, Henriette Deluzy-Desportes, dilaporkan berselingkuh dengan Adipati Charles pada pertengahan tahun 1847. Sang istri mengira mereka akan kawin lari dan beberapa kali mengancam akan meninggalkan suaminya. Dia juga mengira, jika pengasuh tersebut dipekerjakan untuk memisahkan dia dari anak-anaknya.

Françoise memecat Deluzy-Desportes beberapa minggu sebelum ia terbunuh. Si pengasuh tidak meninggalkan Paris tetapi tinggal di Le Marais, yang sekarang dikenal sebagai distrik bersejarah.

4. 17 Agustus 1847, kematian Françoise

Fanny Altarice Rosalba Sébastiani (1807-1847) (parigimeravigliosa.it)

Sekitar pukul empat atau lima pagi, pelayan Françoise (Duchess) mendengar bel berbunyi, menandakan bahwa majikannya menginginkan sesuatu. Namun, pintu kamar Duchess terkunci. Saat dibuka paksa dengan bantuan, para pelayan melihat sang Duchess terbaring dalam genangan darah, dengan luka parah di tenggorokannya. Payudaranya juga terluka, dan salah satu jari tangan kanannya hampir putus.

Kamarnya berantakan, dipenuhi beling-beling yang berserakan di sekitar ruangan. Charles diberitahu tentang keadaan istrinya, dia segera masuk dan memeluk tubuhnya. Meskipun ahli bedah segera didatangkan, Françoise meninggal dua jam kemudian. Peristiwa malam yang mengerikan ini berdampak bagi seluruh Prancis di bulan-bulan mendatang.

Baca Juga: 5 Fakta Unik Sosok Pierre Tendean yang Gugur sebagai Pahlawan Revolusi

5. Bukti pembunuhan

Ilustrasi Kriminalitas (IDN Times/Mardya Shakti)

Pembunuhan itu terjadi pada Selasa pagi, dan polisi mencari informasi selama beberapa hari. Karena dugaan perselingkuhan, dan fakta bahwa Duke dan Duchess tinggal terpisah pada saat itu, Duke ditangkap dan ditahan oleh polisi.

Polisi juga menemukan salah satu pistol Duke yang berlumuran darah. Bahkan, para pelayan sempat melihat Duke sedang mencuci tangannya saat memberitahu bahwa Duchess tewas, seperti sedang menghilangkan darah. 

Selain itu, polisi menemukan bagian dari pedang yang patah dan berlumuran darah, yang ditemukan secara terpisah di kamar Duke dan di taman, seolah-olah dilempar. Bukti semakin banyak, tetapi polisi tidak memiliki petunjuk yang jelas.

6. Charles menenggak arsenik sebelum pengadilannya dan meninggal beberapa hari kemudian

Ilustrasi Bunuh Diri (IDN Times/Arief Rahmat)

Massa di Paris telah mendengar desas-desus bahwa Charles, Adipati Choiseul-Praslin, adalah orang yang membunuh istrinya sendiri. Kaum revolusioner yang membenci raja dan bangsawan istananya sangat senang melihat mereka terjebak dalam skandal dan kejahatan. 

Pengadilan diadakan pada hari Sabtu, 21 Agustus. Namun, kesehatan Charles, Adipati Choiseul-Praslin memburuk, dia diketahui meminum arsenik sebagai aksi bunuh diri. Pada hari Sabtu yang sama, dia dipindahkan ke penjara di Luksemburg. Kesehatannya berfluktuasi selama beberapa hari berikutnya, naik dan turun, lebih baik dan lebih buruk. Sayangnya, Duke ditemukan tewas pada 24 Agustus akibat racun arsenik yang ditenggaknya beberapa hari yang lalu.

7. Nasib Raja Louis Philippe setelah skandal pembunuhan oleh orang istananya

Massa membakar gerbong di kediaman kerajaan Raja Louis-Philippe di Château d'Eu, 24 Februari 1848. (britannica.com)

Terutama karena skandal beberapa tahun terakhir, kelas menengah tidak mempercayai Raja Louis Philippe dan istananya. Kasus pembunuhan Duchess sangat mengejutkan, tetapi bagi kaum borjuis, ditetapkannya Duke sebagai tersangka utama adalah kesempatan yang baik, terlepas dia meninggal karena arsenik. Pembicaraan tentang revolusi pun berkembang di tahun 1848.

Pemogokan dan demonstrasi sudah dilarang oleh kerajaan, dan pada bulan Februari 1848, Louis Philippe juga melarang para aktivis dan revolusioner Prancis untuk melampiaskan kemarahan mereka pada monarki, Campagne des banquets, yaitu makan malam penggalangan dana yang diadakan untuk diskusi. Akibatnya, menurut Lumen Learning, kerusuhan pecah di seluruh Paris, dan massa muncul di istana, memaksa raja untuk turun takhta. 

8. Revolusi 1848

Louis Philippe turun takhta pada Februari 1848, dan setelah itu, kaum revolusioner memimpin pemerintahan untuk sementara. Namun, pemerintah tidak terorganisir dengan baik.

Borjuis kelas menengah menginginkan reformasi pemilu yang demokratis, sementara para pemimpin sosialis radikal seperti Auguste Blanqui menginginkan republik kesejahteraan sosial dengan hak kebebesan untuk bekerja.

Revolusi membawa beberapa kelas yang berbeda untuk mereformasi pemerintahan yang rusak. Republik Prancis Kedua secara resmi mengadopsi moto "Liberté, galité, Fraternité." Berbeda dengan sentimen itu, pria yang terpilih menjadi presiden sementara pertama adalah penyair Alphonse de Lamartine, menjadi diktator selama tiga bulan ia memimpin.

9. Pemberontakan June Days

ilustrasi Pemberontakan Hari Juni di Paris (newhistorian.com)

Pada bulan Maret 1848, Prancis memiliki jutaan pemilih baru ketika memberikan hak memilih untuk semua orang. Klub politik mulai bermunculan di seluruh negeri, termasuk untuk perempuan, meskipun mereka tidak memiliki suara.

Prancis memilih kandidat moderat pada bulan April, sebagai lawan dari kaum liberal yang telah memulai revolusi di tempat pertama, tulis Britannica. Hasil pemilu juga menyebabkan pemberontakan singkat pada bulan Juni, dipimpin oleh para pekerja, yang berlangsung selama tiga hari. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak menangani masalah pekerja. Sekitar 1.500 pekerja pun tewas. 

Pemerintah kekurangan anggaran untuk program-program sosial seperti memperbaiki pengangguran yang melanda negara itu. Konstitusi Republik Prancis Kedua diratifikasi pada bulan September 1848. Konstitusi yang lemah adalah pesan yang jelas bahwa Prancis belum siap untuk menjadi sebuah republik, bahkan jika rakyatnya sangat menginginkannya.

Baca Juga: 7 Hal Ini Tercipta Berkat Revolusi Prancis

Verified Writer

Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya