TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Sains Bayi Manusia, Kenapa Tampak Menggemaskan?

Bukan hanya manusia, tapi juga spesies mamalia lainnya

Pexels.com/Daria Shevtsova

Pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah salah satu bagian hidup biologis dan mental yang terjadi secara kompleks di dunia ini. Ya, manusia memang satu-satunya makhluk hidup penyintas paling dominan di Bumi ini. Nah, kali ini kita akan membahas mengenai fakta ilmiah mengenai bayi manusia.

Mengapa bayi itu terlihat lucu dan menggemaskan? Mengapa terkadang bayi suka tertawa sendiri? Yuk, disimak artikelnya!

1. Mencari tahu maksud dari tertawa si bayi

Pexels.com/Cleyder Duque

Sebuah esai ilmiah berjudul Laughing Matters yang diterbitkan pada 2018 di laman NCBI menyatakan bahwa tertawa merupakan respons psikologis awal yang tertanam secara genetik dan bisa dilakukan oleh bayi pada empat bulan pertama dalam hidupnya. Uniknya, tawa pada bayi tidak memandang faktor sosial, budaya, atau bahasa dari lingkungannya.

Hal ini membuktikan bahwa dalam evolusinya, faktor psikologis menjadi salah satu faktor yang muncul secara alami dan universal. Tawa bayi merupakan tawa paling orisinal dan tulus yang bisa dilakukan oleh manusia. Yup, seiring dengan perkembangan usianya menginjak dewasa, manusia bisa memanipulasi tawa menjadi sebuah hal untuk berpura-pura.

Nah, pertanyaannya, mengapa bayi tertawa? Apa penyebab spesifik dari tertawa si bayi? Untuk menjawab hal ini dibutuhkan studi dan penelitian mendalam yang melibatkan psikologi dan ahli perkembangan otak pada manusia. Rupanya, tertawa adalah bahasa asli yang dihasilkan dari proses evolusi sejak zaman purba.

Tertawa merupakan salah satu respons dan bahasa tubuh paling purba yang ada dalam rantai evolusi. Menurut studi yang dilakukan oleh ahli saraf bernama Jaak Panksepp dari Universitas Washington mengungkap bahwa tertawa pada bayi juga berhubungan langsung dengan amigdala dan hipokampus, dua bagian otak yang mengatur emosi dan kesenangan. Uniknya, sirkuit saraf pada otak ini juga dimiliki oleh hewan, terutama mamalia.

Jadi, meskipun tidak ada sesuatu yang lucu, bayi masih bisa tertawa sebagai bentuk respons otaknya terhadap kejadian di sekitarnya. Misalnya, sentuhan yang membuat geli, permainan yang disukai bayi, dan ciuman yang didapat dari orang tua membuat bayi mudah tertawa.

Baca Juga: 5 Fakta Ilmiah tentang Anjing Bernyanyi, Spesies Langka dari Papua

2. Mengapa bayi tampak menggemaskan?

Unsplash.com/Michal Bar Haim

Mengapa bayi tampak lucu dan menggemaskan? Rupanya hal ini berkorelasi dengan alasan kuat yang berhubungan dengan seleksi alam. Sebuah artikel sains yang dimuat dalam Science ABC mengungkap hal mengejutkan tentang wajah dan perilaku bayi yang tampak menggemaskan.

Menurut studi dan penelitian yang dilakukan di Universitas Pennsylvania, ilmuwan menemukan kaitan antara kelucuan bayi dengan cara-cara natural makhluk hidup untuk menjadi penyintas di alam. Apa maksudnya? Dalam hal ini, bayi terlihat lucu dan menggemaskan adalah cara alam untuk membuatnya selamat.

Otak manusia dewasa akan merespons kelucuan bayi dan segera menumbuhkan simpati, perasaan sayang, terhibur, dan bahkan rasa kasihan pada bayi tersebut. Secara langsung, kelucuan dan kegemasan yang ada pada bayi akan menarik naluri manusia dewasa untuk merawat dan melindunginya.

Dalam evolusi, manusia menjadi salah satu organisme biologis yang kompleks dan membutuhkan perawatan yang cukup lama - dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya. Bahkan, manusia masih butuh bimbingan dan perawatan secara mental dan fisik sampai mereka tumbuh menjadi remaja.

Nah, rupanya alam bekerja dengan cara yang unik. Untuk selamat dalam seleksi alam, kelucuan dan kegemasan menjadi bentuk atau cara evolusi dalam menyelamatkan si bayi untuk terus berada dekat dengan manusia dewasa lainnya. Hal ini sudah tertanam sejak zaman purba, di mana manusia (homo sapiens) dan genus homo lainnya yang ada saat itu, telah mengembangkan respons berupa naluri kuat antara manusia dewasa dengan bayi.

3. Bayi laki-laki terikat kuat dengan ibunya, sedangkan bayi perempuan terikat dengan ayahnya

Unsplash.com/Hollie Santos

Meskipun bukan hal mutlak, namun sebagian besar anak laki-laki akan terikat kuat secara emosional dengan ibunya. Sedangkan, anak perempuan akan terikat kuat secara emosional dengan ayahnya. Mengapa demikian? Bagaimana penjelasan sains akan hal tersebut?

Bukan pilih kasih, seorang ibu memang lebih sering memanjakan anak laki-lakinya. Hal ini wajar karena seorang ibu akan sangat terikat secara emosional dan perasaan dengan bayi laki-lakinya. Begitu juga sebaliknya, biasanya anak perempuan akan lebih dekat dengan ayahnya, meskipun kedua hal ini bukan menjadi generalisasi secara mutlak.

Dicatat dalam laman Verywell Mind, pakar psikologi dunia bernama Sigmund Freud sudah menjelaskan fenomena ini dengan detail dan gamblang. Dalam psikologi ada sebuah teori Freud yang berkaitan dengan kompleks Oedipus atau Oedipal. Gagasan Freud akan hal ini melahirkan teori dan hipotesis sains mengenai psikoseksual.

Nah, psikoseksual inilah yang menyebabkan secara tidak langsung, anak laki-laki akan "bersaing" dengan ayahnya untuk mendapatkan perhatian ibunya. Sedangkan, anak perempuan akan "bersaing" dengan ibunya untuk mendapatkan perhatian ayahnya. Di sisi lain, secara psikologis, orang tua dapat mencurahkan kasih sayang pada anak-anaknya dengan porsi yang berbeda, meskipun tanpa disadari.

Beberapa penyebab lainnya tentu juga berhubungan dengan kombinasi antara evolusi dan sosial. Bagi kebanyakan bayi atau anak laki-laki, ibu adalah sosok segalanya dibandingkan ayahnya. Uniknya, seorang anak perempuan justru menganggap bahwa ayahnya adalah pahlawan pertamanya.

Terlepas dari studi dan penelitian ini, akan lebih baik jika orang tua mampu memberikan kasih sayang yang seimbang tanpa membedakan. Memberikan kasih sayang dan cinta kepada anak merupakan kewajiban yang mutlak bagi orang tua mana pun. Namun, orang tua juga jangan sampai memanjakan anak-anaknya secara berlebihan.

4. Bayi bisa melihat hal-hal yang tidak dapat dilihat orang dewasa

Pexels.com/Tatiana Syrikova

Menurut studi yang pernah dicatat dalam laman sains Smithsonian Magazine, penglihatan bayi sangat sensitif terhadap hal-hal yang mungkin bagi orang dewasa dianggap sepele. Dalam hal ini, bayi memang tengah berada dalam posisi perkembangan otak dan ia belajar untuk menyerap apa pun yang ada di sekitarnya.

Bayi akan memandang suatu hal atau objek baru dengan pandangan yang lebih lama dari biasanya. Persepsi dan sensitivitas ini biasanya didapatkan ketika bayi berusia 3 hingga 8 bulan. Untuk objek-objek yang telah mereka kenal, biasanya bayi hanya akan menatapnya sesaat.

Namun, pada saat bayi berusia 8 bulan atau lebih, kebanyakan dari mereka sudah memiliki pandangan yang mendekati manusia dewasa. Sehingga, sensitivitas pandangan pada bayi juga akan memudar dan lambat laun akan sama dengan pandangan orang dewasa. Itu sebabnya bayi dianggap bisa melihat "hantu" atau apa pun yang bersifat supernatural.

Secara sains, sebetulnya hal tersebut hanya berkaitan dengan sensitivitas pandangan bayi yang sifatnya temporer atau sementara. Jadi, dalam rentang usia tertentu bayi memang bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh manusia dewasa. Jangan heran jika ada bayi yang menatap sesuatu dengan sangat lama dan fokus, karena ia sedang belajar dan merespons sensitivitas pandangannya tersebut.

Baca Juga: Mengupas Fakta: 5 Peristiwa Sains yang Pernah Diragukan Kebenarannya

Verified Writer

Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya