TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Fakta Restorasi Meiji, Menuju Jepang yang Lebih Modern 

Inilah awal kebangkitan Jepang ke panggung dunia, wow! 

Kaisar Meiji dan perwakilan berbagai negera (dok. WIkimedia Commons)

Penyebutan Jepang sebagai Macan Asia dapat ditilik dari sejarahnya. Sebelum menjadi negara besar dan maju seperti saat ini, Jepang pernah mengalami masa isolasi yang menyebabkannya menyingkir dari dunia luar. Restorasi Meiji muncul menjadi babak baru dalam sejarah Jepang, sebuah revolusi bersifat multidimensional pada tahun 1868 yang mengakhiri Keshogunan Tokugawa yang bersifat militer dan mengisolasi Jepang.

Restorasi Meiji merupakan era perubahan besar pada berbagai aspek secara holistik baik politik, ekonomi, dan sosial yang membawa modernisasi dan westernisasi bagi Jepang. Melalui Restorasi Meiji, Jepang yang awalnya menganut sistem feodal dan agraris menjadi negara yang lebih modern dan industrialis.

Sejak saat itu pula, pada awal abad ke-20 Jepang menjadi negara Asia yang patut disejajarkan dengan Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Jerman, dan Rusia, yang kemudian mengikuti jejaknya menjadi negara imperialis. Bagaimana Restorasi Meiji mengubah Jepang sedemikian rupa, apa saja faktanya? Simak di sini ya!

1. Lebih dari 200 tahun menutup diri dari dunia luar 

Tokugawa Ieyasu (dok. Wikimedia Commons)

Selama 264 tahun (1603-1867) klan Tokugawa berhasil memantapkan kekuasaan keshogunan yang dimulai dari Tokugawa Ieyasu. Mengutip BBC, pada 1633, Jepang di masa pemerintahan Shogun Tokugawa Iemitsu menerapkan sebuah kebijakan yang cukup mencengangkan yakni kebijakan Sakoku atau yang disebut Politik Isolasi. Masyarakat mengandalkan hasil pertanian dalam negeri sehingga kultur agraris berkembang pesat pada masa ini.

Pemberlakuan Sakoku bertujuan untuk mengurangi pengaruh asing di Jepang terutama dari Portugis. Diduga Portugis membawa dampak terhadap berkembangnya agama Kristen Katolik, di beberapa wilayah di Jepang terutama di selatan Jepang, seperti Kota Nagasaki. Berkembangnya agama Kristen Katolik membuat beberapa pengikut agama Kristen terlibat pemberontakan Shimabara, dipimpin oleh Shiro Amakusa pada 1638 yang dibantu Portugis. 

Penyebaran agama Kristen Katolik kemudian dianggap oleh pemerintahan Tokugawa sebagai ancaman terhadap budaya dan stabilitas politik Jepang maupun kekuasaan mereka. Untuk menjaga dari pengaruh luar, mereka juga bekerja untuk menutup masyarakat Jepang dari pengaruh kebarat-baratan.

2. Klan Tokugawa semakin lemah dan kedatangan pihak Amerika 

Ilustrasi Konvensi Kanagawa (dok. KITLV Leiden University Libraries)

Setelah lama bercokol dalam pemerintahan Jepang, pada pertengahan abad ke-19 kekuataan klan Tokugawa semakin melemah dengan kematian beberapa shogun pendahulu seperti meninggalnya Tokugawa Ieyoshi pada 1853, Iesada pada 1858, dan Iemochi pada 1866 seperti yang dicatat oleh History.

Kebijakan Sakoku pun berakhir dengan dibukanya Jepang secara paksa setelah kedatangan Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat, tahun 1853.  Perry memimpin armada kapal perang yang dikirim oleh Presiden Amerika Serikat, Millard Fillmore untuk memaksa pembukaan pelabuhan Jepang bagi perdagangan Amerika.

Bahkan, Amerika tidak segan-segan menggunakan ancaman kapal perang jika memang diperlukan. Mengetahui kekuatan militernya pun tidak sekuat Amerika, Jepang terpaksa menandatangani sebuah perjanjian damai dalam Konvensi Kanagawa pada 31 Maret 1854. Akhirnya Jepang membuka Pelabuhan Shimoda dan Hakodate untuk dijadikan pos dagang Amerika.

3. Aliansi Klan Choshu dan Satsuma melawan Keshogunan 

Klan Satsuma (dok. Wikimedia Commons)

Konvensi Kanegawa membawa sejumlah pemberontakan pada keshogunan, sebab semakin banyak negara Barat yang mendesak untuk melakukan kontak dengan Jepang. Dikhawatirkan masifnya pengaruh asing ini akan membahayakan bagi melemahnya kepimpinan shogun. Bahkan diketahui di akhir masa keshogunan yang dipimpin oleh Tokugawa Yoshinobu sempat bekerja sama dengan Prancis dalam misi militer keshogunan.

Mengutip ThoughtCo, pada tahun 1866, daimyo dari dua klan Jepang selatan yakni Hisamitsu dari klan Satsuma dan Kido Takayoshi dari klan Choshu membentuk aliansi melawan Keshogunan Tokugawa. Alisansi ini mengingkan sebuah restorasi untuk mengembalikan kekuasaan penuh kaisar dalam roda pemerintahan.

Para pemimpin Satsuma dan Choshu berusaha untuk menggulingkan keshogunan dan menempatkan Kaisar Komei ke dalam posisi kekuasaan. Melalui Kaisar Komei, mereka merasa bisa lebih efektif menghadapi ancaman asing. Namun, Komei meninggal pada Januari 1867, dan putranya yang masih remaja, Mutsuhito, naik takhta sebagai Kaisar Meiji pada 3 Februari 1867.

4. Kaisar Meiji melenggang ke tampuk kekuasaan 

Kaisar Meiji (dok. Wikimedia Commons)

Setalah Choshu dan Satsuma, menggabungkan kekuatan untuk menggulingkan keshogunan, dan mendeklarasikan "restorasi kekaisaran" atas nama Kaisar Meiji muda, yang baru berusia 14 tahun, era baru muncul untuk Jepang.

Britannica mencatat, peristiwa restorasi secara resmi berupa kudeta di ibukota kekaisaran kuno Kyōto ke Tokyo pada tanggal 3 Januari 1868 dengan menggulingan Tokugawa Yoshinobu (shogun terakhir) pada akhir tahun 1867.

Tokugawa tidak lagi berkuasa dan memproklamirkan kaisar Meiji muda untuk menjadi penguasa Jepang. Yoshinobu sempat melancarkan perang saudara singkat yang disebut dengan Perang Boshin namun menyadari bahwa kekuatan perang tidak berjalan seimbang, ia menyerahkan diri kepada pasukan kekaisaran pada bulan Juni 1869.

Baca Juga: Menjadi Sejarah Kelam, 9 Serangan Teror Paling Mematikan di Eropa

Verified Writer

Dina Stevany

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya