TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Fakta Ahmed Zewail, Ilmuwan Mesir Peraih Nobel Pencetus Femtokimia

Ilmuwan Mesir pertama peraih nobel di bidang ilmiah

potret Ahmed Zewail (nature.com)

Mesir yang kita kenal memang memiliki sejarah panjang dalam melahirkan pencapaian ilmiah, hal itu dibuktikan dengan berdirinya piramid-piramid megah. Sejak zaman Mesir kuno hingga Mesir modern, peradaban itu banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan hebat di bidangnya. Di era Mesir modern, Mesir melahirkan seorang ilmuwan hebat di bidang kimia bernama Ahmed Hassan Zewail.

Ahmed Zewail dikenal berkat sumbangsihnya di bidang kimia. Hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan penghargaan ilmiah paling bergengsi yakni Hadiah Nobel. Ingin tau tentang Ahmed Zewail lebih dalam? Mari simak fakta-fakta tentang dirinya dalam ulasan berikut ini!

1. Masa kecil dan awal ketertarikannya di bidang sains

potret Ahmed Zewail kecil (worldscientific.com)

Ahmed Hassan Zewail lahir pada tanggal 26 Februari 1946 di Damanhour, Mesir. Namun, ia dibesarkan di Desdouk sekitar 80 km dari kota Alexandria. Zewail merupakan satu-satunya anak laki-laki dari tiga bersaudara. Di masa kecilnya, sosok yang paling mendukungnya dalam bidang sains adalah ayah dan pamannya.

Dilansir nobelprize.org, di pintu ruang belajar Zewail dipasang sebuah papan bertuliskan “Dr. Ahmed”. Hal itu menjadi penanda impian keluarga Zewail yang berharap dirinya dapat meraih gelar tinggi di luar negeri dan dapat menjadi profesor di sebuah univeritas di masa depan.

Pada masa remaja nya, Ahmed Zewail memiliki kecederungan yang cukup dalam terhadap matematika, fisika, dan kimia. Zewail mengembangkan dirinya dengan banyak memecahkan masalah yang sulit dalam mekanika dan kimia. Sampai akhirnya ia tertarik dengan matematika kimia.

2. Melanjutkan pendidikan tingginya hingga ke Amerika Serikat

potret Ahmed Zewail di AS (royalsocietypublishing.org)

Dalam perjalanan akademiknya, Ahmed Zewail menempuh pendidikan sarjana di fakultas sains Universitas Alexandria. Di hari pertama kuliahnya, Ahmed Zewail mengatakan bahwa ia berlinang air mata karena merasakan kebesaran universitas dan atmosfer ilmu pengetahuannya yang begitu terasa. 

Di tahun pertama kuliahnya, ia berhasil mendapat nilai yang sangat baik. Prestasi tersebut terus Zewail capai di tahun-tahun masa kuliahnya. Sampai akhirnya ia berhasil lulus dengan predikat tertinggi dengan nilai di atas 90 untuk semua bidang Kimia. Setelah lulus dari gelar sarjana, Zewail diangkat menjadi asisten dosen untuk melanjutkan penelitian menuju gelar Magister. Ia pun berhasil menyelesaikan gelar Magister nya dalam 18 bulan.

Kemudian, dua professor pembimbingnya mendorong Zewail dalam mengambil kesempatan untuk meraih gelar doktoral di luar negeri. Ahmed Zewail memutuskan untuk memilih Amerika Serikat tepatnya di Universitas Pennsylvania sebagai tujuannya, hal itu menjadi tantangan tersendiri baginya karena pada saat itu hubungan Mesir dan AS sedang merenggang pasca perang tahun 1967.

3. Menapaki karier di bidang kimia

Ahmed Zewail di laboratoriumnya (acs.org)

Selama menjalani masa doktoralnya, Ahmed Zewail mengungkapkan bahwa dirinya bagaikan dilempar ke lautan. Lautan yang penuh dengan ilmu pengetahuan, budaya, dan peluang, jawabannya jelas yakni belajar atau tenggelam. Hal yang dilakukan Zewail tentulah belajar dengan sepenuh hati hingga akhirnya dirinya menjadi perhatian para professor dan rekan sesama mahasiswanya karena nilainya yang tinggi.

Di saat yang bersamaan Zewail juga menjalani program penelitian tentang kimia dan fisika. Zewail sangat antusias dalam meneliti bidang-bidang tersebut di Laboratory for Research on the Structure of Matter (LRSM). Dia pun berhasil menyelesaikan masa doktoral dan mendapatkan gelar Ph.D. dibawah bimbingan ahli kimia Robin M. Hochstrasser pada 1974.

Dua tahun kemudian, Zewail mulai melakukan penelitian postdoctoral di Universitas California Berkeley. Setelahnya ia kemudian ditunjuk menjadi asisten profesor fisika kimia di California Institute of Technology (Caltech) pada tahun 1976. Zewail tinggal dan menetap di Caltech selama sisa karirnya. Pada tahun 1982, Zewail dinaturalisasi sehingga dianggap resmi menjadi penduduk Amerika Serikat secara administratif.

4. Melakukan eksperimen dan studi reaksi kimia hingga dikenal sebagai bapak femtokimia

Dalam aktivitas risetnya, Zewail melakukan eksperimen terhadap bidang fisika kimia. Eksperimennya berkaitan erat dengam reaksi kimia di seluruh satuan waktu femtosekon.

Dalam eksperimennya tersebut, Zewail menggunakan teknik laser ultra cepat yang terdiri dari kilatan laser ultra-pendek. Teknik ini memungkinkan reaksi pada skala waktu yang sangat singkat. Sehigga cukup singkat untuk menganalisis keadaan transisi dalam sebuah reaksi kimia tertentu. 

Zewail melanjutkan studinya tentang redistribusi energi vibrasi, ia memulai studi baru dan bekerja pada resolusi waktu yang lebih singkat untuk molekul yang menunjukkan beragam gerakan rasional dan proses kimia.

Kemudian pada tahun 1988, Zewail menerbitkan sebuah artikel berkaitan dengan risetnya tersebut yang menggunakan istilah femtokimia untuk pertama kalinya, "Real-time femtochemistry, that is, chemistry on the femtosecond timescale". Dengan istilah baru dalam dunia kimia yang dia temukan tersebut, Ahmed Zewail menjadi dikenal sebagai "bapak femtokimia".

5. Dianugerahi nobel kimia berkat penemuannya

Zewail saat mendapatkan medali nobel (myhero.com)

Penelitian dan riset yang dilakukan oleh Ahmed Zewail di bidang kimia pada akhirnya mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang layak dia terima. Pada tahun 1999, Zewail dianugerahi penghargaan Nobel Kimia untuk karyanya dalam penemuan femtokimia. Hal tersebut menjadikan Ahmed Zewail sebagai peraih nobel pertama Mesir dalam bidang ilmiah.

Pada tahun yang sama, Zewail menerima penghargaan kehormatan negara tertinggi Mesir, Grand Collar of the Nil. Kemudian pada tahun 2006, Zewail menerima Albert Einstein World Award of Science untuk perintisan serta pengembangan bidang baru femtosains dan untuk kontribusi pada bidang lainnya seperti biologi dan fisika, menciptakan cara baru untuk lebih memahami perilaku fungsional sistem biologis dengan memvisualisasikannya secara langsung dalam empat dimensi ruang dan waktu.

Baca Juga: 5 Ilmuwan Hebat yang Tidak Pernah Mendapatkan Hadiah Nobel

Verified Writer

Fitran Briliano

Just a human

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya