TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Risiko yang Bisa Terjadi, Jika Satwa Liar jadi Peliharaan

Pilihan terbaik membiarkan mereka hidup di alam bebas 

Induk harimau dengan anaknya (pixabay.com/Han Solo)

Persentase manusia mencintai binatang sangat besar. Namun, banyak di antaranya yang masih belum bisa membedakan dan paham tentang bagaimana melindungi binatang-binatang tersebut dengan tepat. Tidak semuanya bisa hidup bebas dengan manusia.

Hewan domestik jenis binatang yang bisa hidup berdampingan dengan manusia, karena telah melewati proses seleksi "penjinakan" ribuan tahun, seperti anjing, kucing, dan hewan ternak (sapi, babi, kambing, ayam, kuda). Tujuannya untuk kebutuhan pangan atau memajukan peradaban manusia seperti memanfaatkan tenaganya.

Berbeda dengan satwa liar, selama ribuan tahun, mereka beradaptasi untuk bertahan hidup di alam liar. Jadi, coba pikirkan kembali jika kamu masih ingin memelihara satwa liar di rumahmu, karena berikut ini beberapa risikonya.

1. Berbahaya dan mengancam keamanan publik 

Kelelawar dengan taringnya (unsplash.com/Todd Cravens)

Satwa liar memiliki sifat liar, seperti memangsa, menangkap, atau menjelajah yang merupakan bagian dari kehidupan alaminya. Apabila mereka tidak bisa beraktivitas dengan semestinya, tak jarang mereka akan bosan dan depresi, bahkan bisa menyerang apa pun yang ada di dekatnya.

Banyak kasus penyerangan satwa liar yang terjadi. PETA melaporkan sudah ada lusinan serangan kucing besar kepada manusia dalam dekade terakhir. Beberapa di antaranya insiden seekor harimau menganiaya cucu 3 tahun, seekor singa membunuh beberapa anjing dan menjebak seorang anak, serta seekor harimau bengal merobek lengan seorang anak laki-laki berusia 4 tahun.

2. Rentan membawa penyakit 

Penyebaran Zoonosis (Dok. Centers for Disease Control and Prevention)

Suatu penyakit dapat menular dari hewan kepada manusia, yang disebut zoonosis. Bisa dari hewan domestik, pertanian, atau liar. Namun, satwa liar memiliki risiko yang paling tinggi, karena merupakan reservoir besar atau tempat organisme bergantung untuk kelangsungan hidupnya. Jumlah patogennya pun seringkali tidak diketahui. Patogen atau mikroorganisme parasit adalah agen biologis yang menyebabkan penyakit, seperti bakteri, virus, jamur, dan sebagainya.

Dilansir CDC, ilmuwan memperkirakan lebih dari 6 sampai 10 penyakit menular pada manusia menyebar melalui hewan, dan 3 dari setiap 4 penyakit menular yang baru, berasal dari hewan. Penyebarannya bisa melalui kontak langsung seperti gigitan, kontak tidak langsung seperti bersentuhan dengan area satwa hidup, melalui vektor seperti gigitan kutu atau nyamuk, dan mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi seperti tidak diproses dengan baik (tidak matang dan lain-lain).

Salah satu contohnya adalah virus COVID-19 yang sedang mengancam kesehatan manusia di seluruh dunia. Diduga, tersebar melalui pasar satwa liar di Wuhan, Cina.

Baca Juga: 5 Panduan Wisata Safari ke Maasai Mara untuk Pecinta Satwa Liar

3. Merusak keseimbangan ekosistem 

Lebah membantu penyerbukan (unsplash.com/Sandy Millar)

Hewan dapat mencari makanan sendiri selama ratusan juta tahun sebelum manusia muncul. Namun, jika manusia mulai melakukannya untuk hewan, mereka akan dengan cepat lupa bagaimana menjaga dirinya sendiri dan mengajar anak-anaknya untuk melakukan hal yang sama. Hal ini dapat menyebabkan banyak satwa liar yang mati, atau sulit untuk bertahan hidup, dan mengancam keanekaragaman hayati dunia.

Satwa liar sangat berperan penting dalam ekosistem. Beberapa manfaatnya adalah mengurangi frekuensi intensitas kebakaran hutan, membantu hutan menyimpan karbon dengan lebih efisien, meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah, membantu perkembangan tumbuhan, dan tak jarang satwa liar dapat menjadi indikator bencana alam yang akan terjadi.

4. Mendukung perdagangan satwa liar 

Seekor primata di dalam kandang (pexels.com/David Price)

Perdagangan komersial satwa liar harus dihentikan dan ilegal. Sistem ini telah melibatkan jutaan hewan, baik yang ditangkap dari alam maupun yang lahir di penangkaran. Satwa liar memiliki kebutuhan yang kompleks dan tidak dapat dipenuhi oleh pemelihara pribadi di lingkungan domestik.

Internet turut berkontribusi besar atas kejahatan ini, dengan semakin didorongnya masyarakat yang melihat video hewan “lucu” di media sosial, seperti dalam penelitian Georgia K. Moloney dan rekannya di Public Library of Science. Mereka menganalisis video YouTube populer yang menampilkan hewan eksotis terancam punah. Kebanyakan respons penonton menyiratkan ingin memiliki.

Perilaku ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan satwa liar di dunia, sehingga memicu perburuan besar. Dampak paling buruk, perdagangan ini menciptakan tren di masyarakat tentang satwa liar yang dapat diterima secara sosial, yang banyak di antaranya mungkin terancam punah.

5. Mempercepat kepunahan spesies 

Keluarga Cerpelai/Musang (unsplash.com/Jo-Anne McArthur)

Banyak spesies hewan terancam oleh perdagangan liar. Berdasarkan catatan Convention on International Trade in Endagered Species of Wild Fauna and Flora, dari tahun 1998 hingga 2007, 35 juta hewan diekspor dari Asia Tenggara ke seluruh dunia. Hal ini memperlihatkan peningkatan perdagangan liar yang mengancam kepunahan, terlebih tidak berkelanjutan dan merugikan.

Seringkali hewan yang diselamatkan dari perdagangan dalam kondisi kesehatan yang buruk, mereka tidak dirawat dengan baik. Dilansir WWF, untuk setiap satwa liar yang tiba di rumah seseorang untuk dipelihara banyak spesies yang sama mati saat diburu atau diperdagangkan di pasar.

6. Tidak memenuhi 5 kesejahteraan hewan 

Ilustrasi primata dirantai (unsplash.com/whoisdenilo)

Seperti halnya manusia, hewan memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Ada lima prinsip kebebasan hewan, di antaranya bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa nyaman atau senang, bebas dari rasa sakit, terluka dan penyakit, bebas untuk berperilaku normal, serta bebas dari rasa takut dan stres.

Hal ini sudah disepakati dunia yang dicetuskan oleh Farm Animal Welfare Council tahun 1979, dan tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009, serta Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012.

Isu ini masih menjadi persoalan penting di dunia, bahkan tak jarang manusia yang dominan menyiksa hewan akan bertransformasi menganiaya manusia.

Baca Juga: 9 Fakta Menarik Taman Nasional Serengeti, Habitat Jutaan Satwa Liar! 

Writer

Hanna Ridha

“If you're overthinking, write. If you're underthinking, read.”

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya