TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Fakta Silphium, Pil Kontrasepsi Kuno yang Hilang

Pil kontrasepsi sudah ada sejak 2500 tahun lalu

ilustrasi tanaman silphium yang dicetak di koin Cyrene | tanaman adas yang berkerabat dengan silphium (talesoftimesforgotten.com)

Sekitar abad ke 6 sebelum masehi, ada sebuah kota yang dijuluki sebagai salah satu kota terkaya di dunia. Kota itu bernama Cyrene atau Kirene (sekarang Libya) yang ditempati oleh bangsa Yunani kuno. Hal yang menyebabkan Cyrene menjadi kota terkaya adalah karena tanaman bernama Silphium.

Ilmuwan Botani Yunani kuno, Theosphrastus mengungkapkan Silphium  merupakan tanaman yang mirip sekali dengan kelompok tanaman Ferula Communis atau adas raksasa. Tanaman liar ini konon katanya mampu menyembuhkan segala macam penyakit, bahkan mampu mengendalikan kehamilan.

Tidak butuh waktu lama bagi orang Yunani kuno menemukan khasiat tanaman ini sebagai sumber makanan dan obat. Hal ini membuatnya semakin populer hingga menyebar ke seluruh Mediterania.

Kondisi ini juga menyebabkan permintaan akan tumbuhan herbal ini semakin besar dan meningkatkan harga jualnya. Nah, mari kita simak 7 fakta tanaman Silphium yang harus kamu ketahui. 

Baca Juga: 5 Fakta Kontrasepsi Darurat, Bagaimana Cara Kerjanya?

1. Silphium berguna sebagai sumber makanan, rempah-rempah dan obat

ilustrasi meracik ramuan herbal (unsplash.com/Annie Spratt)

Dilansir ZMScience dan Royal Botanic Garden Kew, hampir seluruh bagian tubuh tanaman ini bisa dimanfaatkan. Akarnya bisa dimakan dengan cuka dan batangnya bisa dibakar. Getahnya yang disebut laser bisa dijadikan sebagai bumbu masakan yang kemudian menjadi bumbu wajib masyarakat Yunani kuno.

Selain itu, Silphium mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, mulai dari radang tenggorokan, demam, gangguan pencernaan, kutil, hernia sampai gigitan ular atau anjing liar. Pliny the Elder, penulis abad pertama masehi itu menuliskan bahwa gigitan anjing liar bisa diobati dengan mengoleskan Silphium ke area luka.

Namun, dia tidak merekomendasikan untuk mengoleskan Silphium ke gigi yang berlubang. Di samping itu, hewan ternak seperti domba atau kambing jika diberi makanan tanaman ini dipercaya mampu menghasilkan daging yang lezat.

2. Tanaman liar ini dikenal dengan ramuan cintanya

ilustrasi ramuan (pexels.com/Rodnae Production)

Pliny yang juga seorang ahli tumbuhan dan filsuf alam menyebut Silphium sebagai "among the most precious gifts presented to us by Nature". Selain memberikan kesembuhan penyakit, tanaman ini mengandung zat perangsang yang dibuat dalam bentuk "ramuan cinta".

Sisi lain dari tanaman ini menurut Soranus, seorang ginekologis terkemuka pada masanya, juga mempunyai berperan sebagai alat kontrasepsi. Dia sempat menuliskan cara perempuan saat itu dalam mencegah kehamilan. Tulisannya dalam teks kuno itu menyebut perempuan yang mencari pencegah kehamilan atau menghancurkan yang sudah ada (aborsi), harus meminum Silphium dengan dosis seukuran kacang polong.

Selain itu, dia juga menuliskan daftar metode alternatif lainnya. Salah satunya dengan memasukkan buntalan kain wol yang sudah direndam dengan ekstrak Silphium ke dalam vagina. Dengan kata lain, ini adalah metode kontrasepsi pertama dalam sejarah.

Baca Juga: 5 Kesalahan Umum Penggunaan Alat Kontrasepsi, Hindari!

3. Daya tarik tanaman ini kemudian diabadikan dalam cetakan uang koin kota Cyrene

biji Silphium yang dicetak diatas koin kuno kota Cyrene (zmescience.com)

Berbagai khasiat yang dimiliki tanaman jenis adas ini membuatnya semakin populer. Kandungan zat perangsang dalam "ramuan cinta" itu ternyata banyak diminati. Tidak sedikit pula orang kaya memesan ramuan tersebut, tidak peduli semahal apapun harganya.

Otomatis permintaannya juga turut meningkat drastis. Hal ini membuat biji tanaman ini nilainya sama berharganya dengan emas. Lambat laun, kesejahteraan, kesehatan dan popularitas masyarakat Cyrene semakin meningkat berkat tanaman ini.

Oleh karena itu pemerintah setempat memutuskan untuk mengabadikan tanaman ini menjadi ikon kota Cyrene di uang koin mereka. Bukti sejarah menunjukkan, pemerintah mencetak koin dengan gambar biji Silphium, yang memiliki karakteristik berbentuk hati (seperti gambar di atas).

Temuan koin ini membuat sejarawan berspekulasi bahwa inilah awal mula terbentuknya simbol hati yang menjadi metafora perasaan cinta, gagah berani dan kekuatan. Dan sampai saat ini simbol tersebut masih kita gunakan dalam bentuk emoji love.

Ada juga koin cetakan lain bergambar seorang wanita yang sedang duduk, dengan satu tangan menyentuh pohon Silphium dan tangan lainnya menunjuk selangkangannya. Dari koin ini, para ilmuwan menyimpulkan betapa besar pengaruh Silphium terhadap ekonomi dan kesehatan reproduksi masyarakat Cyrene kala itu.

4. Eksploitasi tak terkendali membuat Silphium menuju akhir hayatnya

salah satu peninggalan koin kuno Cyrene bergambar pohon Silphium (kew.org)

Keuntungan yang sangat besar membuat para petani berlomba-lomba mendapatkan tanaman ini sebanyak-banyaknya untuk memenuhi permintaan pasar. Melihat fenomena ini, pemerintah setempat mulai khawatir akan populasi Silphium. Sehingga dikeluarkanlah aturan ketat untuk mencegah panen besar-besaran. 

Tapi tampaknya, aturan tersebut tidak mereka pedulikan. Keuntungan tinggi tanaman ini lebih menggiurkan. Di sisi lain, bangsa Romawi ternyata juga melirik tanaman ini untuk turut menikmati keuntungannya. Akhirnya, kota Cyrene berhasil ditaklukkan pada tahun 74 SM

Para pemain bisnis tanaman ini menjadi bertambah dengan bangsa Romawi yang juga ikut memperdagangkannyaBahkan Diktator Romawi Julius Caesar menimbun Silphium sebanyak 1.500 pon atau 700 kg di dalam gudang kantornya.

Seiring berjalannya waktu, jumlah persediaan tanaman ini semakin merosot dan langka. Perlahan tapi pasti, Silphium sedang berjalan menuju akhir hayatnya tepatnya pada akhir abad ke-1 masehi.

5. Salah satu faktor kepunahannya adalah Silphium tidak bisa dibudidayakan

penampakan reruntuhan kota Cyrene (commons.wikimedia.org)

Selain faktor eksplotasi tersebut, ternyata Silphium hanya bisa tumbuh di habitat aslinya. Tanaman ini tumbuh di lereng bukit kecil yang kering di pesisir semenanjung Afrika Utara. Ketika dipindah dari habitat aslinya untuk dibudidayakan, tanaman ini malah tidak bisa tumbuh lagi.  

Ada teori yang menyebutkan bahwa Silphium berkembang biak secara aseksual. Dia menyebarkan akarnya untuk menumbuhkan tanaman baru. Jadi, ketika petani mengambil benihnya untuk dibudidayakan, tanaman itu menjadi mandul.

Sehingga sepetak lahan Silphium yang ada di pesisir Afrika Utara itu mungkin menjadi satu-satunya populasi yang ada di dunia. Parahnya lagi, habitat asli tanaman liar ini terus mengalami degradasi tanah yang membuatnya semakin kering dan gersang. 

Inilah bencana ekologi akibat tangan manusia ini membuat Silphium seakan sedang diserang dari berbagai sudut. Akhirnya Silphium menyerah dan lenyap untuk selamanya. Melihat kondisi ini, Pliny mengutuk keras perilaku petani dan pedagang rakus yang menjadi penyebab lenyapnya tanaman berharga ini.

Pliny sebenarnya sempat menyelamatkan satu batang Silphium yang masih tersisa. Tapi sayangnya, satu-satunya spesies terakhir itu dipetik dan diserahkan kepada Kaisar Nero. Ini adalah salah satu contoh kehancuran spesies paling cepat akibat tangan manusia. 

6. Penduduk Yunani kuno akhirnya mencoba mencari penggantinya

Asafoetida sebagai pengganti Silphium (commons.wikipedia.org)

Asafoetida atau Ferula Jaeschikaena juga berkerabat dengan tanaman Adas. Tanaman ini juga memiliki kemiripan dengan Silphium, baik kegunaan dan khasiatnya. Bedanya, tanaman ini berasal dari Mediterania timur, Iran dan Afghanistan. Namanya diambil dari bahasa Persia, aza yang artinya getah dan bahasa Latin foetida yang artinya bau.

Jadi, ciri khas dari Asafoetida adalah memiliki bau menyengat yang membuat siapapun merasa mual. Masuk akal rasanya jika dijuluki sebagai "kotoran iblis". Tapi meskipun bau, tanaman ini memiliki reputasi yang baik sebagai obat, bahkan pernah dipakai untuk mengatasi Flu Spanyol tahun 1918.

Para orang tua dahulu juga memakaikan tas dari Asafoetida di leher anak mereka untuk menangkal virus polio, campak, batuk dan flu. Dan ternyata cukup efektif mengurangi penularan. Ya memang, siapa juga yang mau dekat-dekat dengan orang yang baunya seperti "kotoran iblis".

Di India dan Asia Tengah, tanaman berguna sebagai bumbu masakan yang cukup populer. Berbanding terbalik dengan bangsa Romawi kuno yang menganggap Asafoetida sebagai bumbu masakan kelas 2. 

Baca Juga: Mengenal Spermisida, Obat Kontrasepsi Pembunuh Sperma 

Verified Writer

Refalution

"Tidak harus jadi hebat untuk memulai, tetapi mulailah untuk menjadi hebat." - Zig Ziglar

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya