2023 jadi Tahun Terpanas, Bagaimana dengan Tahun Depan?
Ada beberapa faktor penyebabnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Para ahli iklim yakin bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah. Meskipun ada beberapa faktor yang mempengaruhi rekor suhu panas tahun ini, para peneliti mengatakan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia adalah faktor yang paling bertanggung jawab.
Dikutip dari situs Live Science, Copernicus Climate Change Service (C3S) mengungkapkan bahwa periode September hingga November di Belahan Bumi Utara, menjadi musim terpanas sejak pencatatan mereka dimulai pada 1940, dengan suhu mencapai 0,32 derajat Celcius, lebih tinggi dari sebelumnya.
Rekor musim panas terpanas sebagian disebabkan oleh gelombang panas yang memecahkan rekor, mencakup rangkaian tiga hari terpanas yang pernah ada secara global.
Selama tahun 2023, periode enam bulan juga memecahkan rekor suhu global, menurut C3S, terdeteksi juga es laut Antartika mencapai tingkat terendah sejak pencatatan dimulai.
Tahun depan akan sama hangatnya
Sepanjang tahun ini, suhu rata-rata global adalah 1,46 derajat C, lebih tinggi dibandingkan suhu di masa pra-industri dan 0,13 derajat C lebih tinggi dibandingkan bulan Januari hingga November 2016, merupakan rekor tahun terpanas saat ini, menurut C3S.
Suhu "luar biasa" ini mengartikan bahwa tahun 2023 akan menjadi "tahun terpanas dalam sejarah, menurut wakil direktur C3S, Samantha Burgess dalam sebuah pernyataan.
Para peneliti mencatat bahwa musim gugur boreal yang luar biasa hangat ini sebagian disebabkan oleh peristiwa El Niño terbaru –sebuah fenomena di mana air hangat di dekat khatulistiwa memicu suhu udara global yang lebih hangat– yang secara resmi dimulai pada Juni.
El Niño akan berlanjut hingga tahun depan, yang berarti suhu 2024 kemungkinan besar akan sama hangatnya dengan tahun ini. Selama tiga tahun terakhir, suhu global dikendalikan oleh peristiwa La Niña yang terjadi tiga kali lipat, memiliki efek berlawanan dengan El Niño. Namun tanpa La Niña, suhu permukaan laut akan meningkat lebih tinggi dari sebelumnya.
Baca Juga: Kekayaan Intelektual Dorong Inovasi Atasi Perubahan Iklim