TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Apakah Memelihara Satwa Liar adalah Animal Abuse?

Ini penjelasan lengkapnya!

ilustrasi harimau putih (unsplash.com/Catherine Bares)

Akhir-akhir ini, media sosial diwarnai dengan perdebatan sengit tentang influencer yang memelihara satwa liar. Khususnya di Twitter. Padahal, karena memiliki basis pengikut yang melimpah, influencer tersebut turut berkontribusi meningkatkan permintaan satwa liar untuk dipelihara.

Bukan hanya itu, memelihara satwa liar merupakan bentuk kekejaman terhadap hewan atau animal abuse. Berikut ini penjelasannya!

1. Merampas haknya untuk hidup bebas di alam liar

ilustrasi monyet dirantai (animalrahat.com)

"Wild animals belong in the wild."

Berangkat dari statement tersebut, memelihara satwa liar di rumah adalah bentuk perampasan hak. Apalagi, jika hewan tersebut dikerangkeng atau dirantai seperti foto di atas. It's just wrong on so many levels.

Mengutip The New Times Rwanda, satwa liar harus dibiarkan di habitatnya dan mendapat kebebasan sebanyak mungkin. Apalagi, satwa liar memiliki daya jelajah yang luas. Secara alami, mereka berjalan, terbang, atau berenang lebih dari belasan kilometer setiap harinya.

Berdasarkan studi berjudul "Home Range and Movements of Male Translocated Problem Tigers in Sumatra" yang dipublikasikan di tahun 2012, harimau Sumatra jantan dewasa (Panthera tigris sumatrae) memiliki daya jelajah maksimum 8,5-18,9 kilometer dalam satu hari. Sangat tidak mungkin kebutuhan tersebut terpenuhi bila satwa liar dipelihara di rumah atau penangkaran pribadi.

2. Terpaksa dibunuh ketika membahayakan nyawa pemiliknya

ilustrasi cheetah mendesis (pexels.com/Frans Van Heerden)

Proses domestikasi atau penjinakan membutuhkan waktu yang sangat panjang, hingga ribuan tahun. Contohnya kucing (Felis catus) yang domestikasinya terjadi 10.000 tahun lalu atau lebih. Tetapi, tidak semua hewan bisa didomestikasi.

Menurut Jared Diamond, ahli fisiologi evolusi dan geografi, hewan yang bisa didomestikasi tidak boleh bersifat teritorial saat berkembang biak. Itulah mengapa spesies kucing besar seperti cheetah tidak bisa didomestikasi karena ritual kawinnya melibatkan berlari bersama dalam jarak jauh, dilansir Live Science.

Selain itu, hewan yang didomestikasi harus memiliki sifat jinak secara alami. Ini adalah alasan mengapa sapi, kuda, dan domba bisa dijinakkan, tetapi bison dan zebra tidak.

Domestikasi paksa yang prematur tidak akan menghilangkan sifat ganas pada satwa liar. That's why, ada banyak kasus satwa liar menerkam dan menyerang pemiliknya sendiri hingga tewas. Tidak sedikit satwa liar yang akhirnya terpaksa dibunuh karena mengancam nyawa pemiliknya.

Baca Juga: 8 Fakta Trophy Hunting, Memburu Hewan demi Ego Manusia!

3. Menghilangkan kemampuannya bertahan hidup di alam liar

ilustrasi orangutan di kebun binatang (unsplash.com/Dan Dennis)

Mengutip BBC Earth, hewan yang dipelihara manusia selama bertahun-tahun akan kehilangan keterampilan bertahan hidup di alam liar. Mereka akan lupa caranya berburu karena terbiasa disediakan makanan secara terjadwal setiap harinya.

Salah satu contoh kasus adalah Keiko, paus pembunuh (orca) jantan yang membintangi film Free Willy. Pada waktu itu, terjadi protes besar-besaran yang menuntut Keiko dilepasliarkan ke lautan bebas.

Sayangnya, Keiko tidak memiliki kemampuan bertahan hidup di alam liar karena ia ditangkap pada usia yang sangat muda dan terbiasa dengan kontak manusia. Ia gagal bergabung dengan kawanan orca liar.

Akhirnya, Keiko berenang ke sebuah pelabuhan di Norwegia untuk mencari "teman" manusia. Dilansir NBC News, Keiko ditangkap pada tahun 1979, dibebaskan pada Juli 2002, dan meninggal pada 12 Desember 2003.

4. Tingginya permintaan untuk memelihara satwa liar membuat perburuan semakin masif

ilustrasi perburuan liar (pixabay.com/mohamed_hassan)

Sebagian orang merasa kasihan dengan satwa liar yang dijual secara ilegal, lalu memutuskan memeliharanya karena ingin memberi kehidupan yang lebih layak. Padahal, ini tidak membuat keadaan menjadi lebih baik.

Permintaan (demand) selalu berbanding lurus dengan penawaran (supply). Semakin banyak satwa liar yang terjual, perburuan akan semakin masif. Lama-kelamaan, populasi satwa liar di habitat aslinya akan semakin berkurang.

Mirisnya, untuk memburu anaknya, sang induk harus dibunuh. Jika tidak, induknya akan melawan dan mempertahankan anaknya mati-matian. Ini terjadi pada banyak spesies, salah satunya adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Influencer yang memelihara satwa liar turut berkontribusi meningkatkan permintaan tersebut. Terkadang, pengaruh yang besar tidak diimbangi dengan tanggung jawab moral. Akibatnya, tidak sedikit followers-nya yang ikut-ikutan memelihara satwa liar.

Baca Juga: 5 Dampak Negatif Perang bagi Hewan atau Satwa Liar, Miris

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya